Home / Romansa / CEO BERLUTUT PADA GADIS SEDERHANA / BAB 5 REY HADIR DI PESTA

Share

BAB 5 REY HADIR DI PESTA

Author: Zainuri
last update Last Updated: 2025-05-21 23:33:09

Hari itu, udara terasa biasa saja bagi kebanyakan orang. Tapi bagi Alya, ada yang terasa sedikit… kosong.

Sudah pukul tiga sore, dan tidak ada tanda-tanda kemunculan Rey.

Biasanya, pria itu akan mampir membeli satu atau dua buku, menatapnya dalam diam, lalu pergi dengan senyum tipis yang entah kenapa mulai ditunggu-tunggu oleh Alya.

Namun hari ini, tidak ada Rey.

Alya menatap pintu masuk toko untuk kesekian kalinya. Sesekali ia melirik ke arah jalan, berharap melihat sosok Rey dengan setelan rapi dan langkah percaya diri.

Tapi yang datang hanya pelanggan biasa.

“Mas Rey belum datang ya, Ly?” tanya Bu Rani, pemilik toko, yang ikut memperhatikan.

Alya tersenyum sopan. “Mungkin sedang sibuk, Bu.”

Dan memang benar—Rey sedang sibuk. Di hotel bintang lima pusat kota, pesta ulang tahun anak salah satu CEO besar sedang berlangsung meriah. Musik menghentak, lampu temaram, dan para tamu tampil memukau dalam busana elegan. Gadis-gadis muda bergaun mewah mendekati Rey dengan tawa manja, mencoba mencuri perhatian pria yang selama ini dikenal dingin dan sulit didekati.

Tapi Rey hanya berdiri sambil memegang gelas wine, tatapannya kosong. Senyumnya dipaksakan. Dalam kepalanya, ia malah terbayang senyum sederhana Alya, dan baju kerja sederhana berwarna pastel yang selalu dikenakannya di toko buku.

“Rey!” seru Kevin, anak CEO tekstil. “Kok lo bengong aja? Di sana tuh ada cewek dari luar negeri yang ngincer lo!”

Rey tersenyum kecil. “Nggak mood aja, bro.”

Kevin mengangkat alis. “Lo sakit? Biasanya paling semangat kalau party begini.”

Rey hanya mengangkat gelasnya. "Kadang... party juga terasa sepi."

Sementara itu, di toko buku, Alya tetap bekerja dengan semangat. Pelanggan terus berdatangan, beberapa bertanya buku rekomendasi, ada juga yang menyukai cara Alya menjelaskan isi buku dengan penuh semangat.

“Sejak kamu kerja di sini, toko jadi makin ramai,” puji Bu Rani sambil tersenyum puas. “Alhamdulillah ya, Ly.”

Alya tersenyum senang. “Iya, Bu. Bersyukur banget.”

Hari itu, meski Rey tak datang, Alya tetap merasa bersyukur. Ia mulai menyadari bahwa hidup terus berjalan. Ia tetap bekerja, tetap belajar, dan tetap menjaga impiannya, sekecil apa pun itu.

Namun jauh di hatinya, ia masih menyimpan tanya kecil—akankah Mas Rey datang lagi?

Dan di sisi lain kota, Rey memejamkan mata di tengah pesta yang hingar-bingar. Pikirannya hanya satu: gadis yang tidak datang dalam gaun mewah, tapi selalu hadir dalam hatinya.

Pesta telah usai. Musik berhenti berdentum, lampu-lampu mewah dipadamkan satu per satu. Tamu-tamu berpengaruh itu pulang dengan mobil-mobil mahal mereka, meninggalkan aula hotel dalam keheningan malam yang elegan.

Rey duduk di dalam mobilnya, membiarkan sopirnya menyetir perlahan menuju apartemen penthouse-nya. Di sepanjang jalan, lampu kota memantul di kaca jendela mobil, tapi tak satupun yang menarik perhatiannya.

Sampai akhirnya, ia tiba di rumah.

Rey melepas jas dan dasinya, duduk di sofa, membiarkan tubuhnya bersandar ke belakang. Tangannya memegang segelas air putih, bukan wine, bukan bourbon. Hanya air putih, sederhana seperti perempuan yang kini menguasai isi pikirannya.

Ia tersenyum kecil, sendiri di ruang tamu mewah yang begitu sunyi.

“Kenapa kamu, Alya…” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. “Padahal banyak wanita malam ini. Cantik. Pintar bicara. Berpendidikan tinggi. Pakai parfum mahal. Tapi…”

Ia menatap kosong ke langit-langit.

“Tapi kenapa bukan mereka yang memenuhi pikiranku?”

Wajah Alya muncul di benaknya. Sederhana, polos, tapi selalu punya ketenangan yang menular. Senyumnya, suara lembutnya saat menawarkan buku, caranya menunduk malu setiap kali Rey memuji—semuanya membekas.

Rey meraih ponselnya, membuka kontak, lalu menutupnya lagi. Ia belum punya nomor Alya.

"Kenapa aku rindu padahal aku belum memiliki?"

Ia tertawa kecil. Dingin. Getir.

Baru kali ini ia merasa asing dengan dirinya sendiri. Biasanya, Rey tahu apa yang ia mau dan bagaimana cara mendapatkannya. Tapi kali ini, hatinya sendiri belum bisa dipecahkan.

“Alya…” bisiknya.

Ia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan yang perlahan tumbuh ini. Ia bahkan tak tahu apakah Alya merasakan hal yang sama. Gadis itu terlalu sederhana, terlalu jauh dari gemerlap dunia yang selama ini menjadi rumah Rey.

Tapi justru karena kesederhanaannya, Rey merasa tenang.

Untuk pertama kalinya, Rey merasa... rindu.Dan rindu itu tak bisa diajak kompromi.

Rey akhirnya memejamkan mata setelah berjam-jam termenung di sofa. Tidurnya tidak tenang, pikirannya masih dipenuhi oleh senyum dan tatapan Alya yang tak pernah lepas dari benaknya.

Namun malam itu, mimpi membawanya ke dunia yang tak ia harapkan.

Dalam mimpi itu, ia melihat Alya berjalan di gang sempit, membawa kantong belanjaan. Wajahnya lelah, tapi tetap tersenyum seperti biasa. Tiba-tiba, dari balik bayangan, muncul dua pria bertopeng. Mereka menyeret Alya ke dalam mobil hitam tanpa pelat nomor.

Rey berlari, berteriak memanggil nama Alya. Tapi langkahnya berat, seperti ditahan oleh tanah.

“Alya!!!” teriaknya sekuat tenaga.

Gadis itu menoleh. Matanya memohon. Tangannya terulur.

Lalu… semuanya gelap.

“ALYA!!”

Rey terbangun dengan napas memburu dan tubuh penuh keringat dingin. Ia terduduk di tempat tidur, matanya masih liar menatap ke sekitar ruangan yang gelap. Napasnya terengah.

“Cuma… mimpi…” gumamnya, tapi hatinya masih berdebar keras.

Ia menyentuh dadanya. Rasa sesak itu nyata.

Rey bangkit dari tempat tidur, berjalan ke balkon apartemennya yang menghadap gemerlap kota. Tapi semua lampu kota malam itu terasa muram di matanya.

“Kenapa aku takut kehilangan dia?” tanyanya pada dirinya sendiri.

Ia menunduk. Jemarinya menggenggam pagar balkon.

Malam itu, Rey tidak bisa tidur lagi. Setiap ia memejamkan mata, wajah Alya muncul. Kadang tersenyum, kadang memohon. Rasa takut itu menusuknya lebih dalam daripada yang ia duga.

Dan saat fajar mulai menyibak langit, Rey tahu satu hal:

Ia tidak bisa lagi hanya memandang dari kejauhan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEO BERLUTUT PADA GADIS SEDERHANA    BAB 13 PASTA BESAR CEO

    Dua hari sebelum pesta besar sesama CEO, Rey mengirim pesan kepada Alya.“Alya, aku ada undangan pesta CEO besar. Aku ingin kamu ikut bersamaku. Aku akan kirim sopir untuk menjemputmu nanti malam.”Alya membaca pesan itu berulang kali, hatinya campur aduk. Ia bingung, bagaimana harus menyiapkan diri? Pakaian apa yang pantas dipakai ke pesta mewah seperti itu? Pikirannya langsung melayang ke lemari kecilnya yang berisi baju-baju sederhana.Malam itu, Alya pulang ke rumah dan duduk di ruang tamu bersama ibunya. Ia menceritakan undangan pesta dari Rey dan kebingungannya soal gaun.Ibu Alya tersenyum lembut lalu membuka lemari tua. “Ini, Nak. Dulu ibu pakai baju ini saat pergi ke pesta. Mungkin sekarang sudah tidak seindah dulu, tapi masih layak dipakai. Baju ini mahal, hadiah dari almarhum ayahmu waktu masih hidup.”Alya terkejut sekaligus tersentuh. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan gaun itu dari plastik pelindung. Gaun berwarna biru tua dengan aksen renda halus dan payet kecil berkilau

  • CEO BERLUTUT PADA GADIS SEDERHANA    BAB 12

    Pagi itu, suasana kantor HDR seperti biasa—ramai namun tertib. Alya yang sudah berniat kuat untuk bertahan, kini mulai bekerja dengan lebih fokus. Ia tidak ingin mengecewakan Rey. Dan diam-diam, ia pun ingin membuktikan pada semua orang bahwa ia memang layak berada di sana.Sampai akhirnya, saat baru saja selesai merapikan dokumen, Mbak Dita menghampiri dengan senyum khasnya.“Alya, Pak Rey manggil kamu ke ruang meeting lantai tiga. Ada proyek baru katanya.”Alya menelan ludah. “Aku?”“Iya, kamu. Katanya penting.”Dengan langkah yang agak gugup, Alya menuju ruangan meeting. Sesampainya di sana, Rey sudah duduk, ditemani dua manajer senior dan beberapa karyawan lainnya. Ketika Alya masuk, mata Rey langsung menangkap kehadirannya. Tatapan itu… seperti biasa, hangat dan menusuk kalbu.“Silakan duduk, Alya,” ucap Rey tenang.Alya duduk, menunduk sopan. Ia masih sulit menatap pria itu terlalu lama. Apalagi hari ini Rey memakai jas abu muda dengan dasi gelap yang membuat ketampanannya semak

  • CEO BERLUTUT PADA GADIS SEDERHANA    bab 11 INGIN MUNDUR TAPI HATI MENOLAK

    Hari-hari berlalu dengan cepat sejak Alya resmi menjadi staf administrasi di HDR Corp. Tugas-tugas yang diberikan kepadanya memang ringan, namun setiap kali dia berhasil menyelesaikannya, senyum puas selalu tersungging di wajahnya.Namun, hari ini berbeda.Sejak pagi, suasana kantor terasa aneh. Alya merasa banyak mata memperhatikannya—bukan tatapan biasa, melainkan tatapan yang menyelidik, seolah ia menyimpan rahasia besar. Di lorong, bisik-bisik terdengar pelan namun cukup jelas.> “Itu dia, si anak baru yang katanya dekat sama Pak Rey.”> “Kemarin makan siang bareng CEO loh... di pantry lagi!”> “Cantik sih, tapi masa iya? CEO kita tuh pilihannya nggak main-main biasanya.”Alya menunduk. Telapak tangannya dingin. Ia pura-pura sibuk di depan layar monitor. Tapi hatinya bergemuruh.Ia tahu Rey sosok yang sangat dikagumi. Setiap langkah Rey selalu diperhatikan. Bahkan pilihan dasinya bisa dibahas satu divisi. Maka ketika Rey terlihat akrab dengannya—seorang gadis biasa—wajar bila kant

  • CEO BERLUTUT PADA GADIS SEDERHANA    BAB 10 KEGILAAN

    Setelah seharian bekerja dan... bertemu kembali dengan Alya ,si gadis toko buku yang kini resmi jadi karyawan kantornya, Rey merasa dadanya penuh rasa aneh yang sulit dijelaskan.Ia menaruh jasnya ke sandaran kursi, melepas dasi, lalu duduk di tepi ranjang.Wajah polos Alya muncul begitu saja di benaknya. Terbayang ekspresi kaget Alya saat menyadari siapa dirinya, lalu kalimat yang keluar dari mulut gadis itu dengan cepat dan bawel:“Ini Rey, kan ya? Kan yang suka beli buku itu ya?”Rey tertawa kecil. Tawanya pelan, tapi tulus. Tak pernah sebelumnya seorang wanita bisa membuatnya tertawa seperti ini, bahkan setelah seharian bekerja keras.“Lucu banget…” gumamnya sambil menatap langit-langit kamar.Kemudian ia tertawa lagi, kali ini lebih lepas.Namun setelah tertawa, Rey terdiam. Ia meraih bantal, menyandarkan punggung ke kepala ranjang, lalu menatap kosong ke arah jendela.“Rey…” bisiknya pada diri sendiri, “…kamu gila, kah?”Ia mengusap wajahnya.“Gara-gara gadis bawel polos itu, k

  • CEO BERLUTUT PADA GADIS SEDERHANA    BAB 9 ES CAMPUR DAN SENYUMAN

    Pagi itu, sinar matahari baru saja menembus jendela kamar Alya saat ponselnya berdering. Dengan jantung berdebar, ia meraih ponsel di atas meja kecilnya. “Hallo… selamat pagi. Ini dari HRD R Corporation. Kami ingin mengundang Alya untuk wawancara kerja besok pukul 10 pagi,” suara lembut dari seberang telepon membuat mata Alya membelalak. “A-apa? Saya… saya dipanggil?” tanyanya gugup, nyaris tak percaya. “Benar. Silakan hadir tepat waktu, ya.” “Baik! Terima kasih banyak!” Setelah panggilan itu berakhir, Alya menatap langit-langit kamarnya dengan bibir yang perlahan-lahan tersenyum. Ia langsung memeluk ibunya dengan semangat. “Bu! Alhamdulillah, Alya dipanggil wawancara!” Ibunya tersenyum penuh haru dan mencium kening Alya. “Doa ibu selalu bersamamu, Nak.” Alya bersujud syukur terhadap Tuhannya dengan hati senang bahagia dan berkata " terima kasih ya Allah " Keesokan harinya, dengan pakaian paling rapi yang ia miliki, Alya berjalan menuju halte. Di tengah jalan, panas mulai

  • CEO BERLUTUT PADA GADIS SEDERHANA    BAB 8 NAMA YANG MENYALA DI HATI

    Sudah dua hari sejak Alya menyerahkan lamaran kerja ke gedung megah itu. Hari-harinya diisi dengan menatap layar ponsel, menunggu panggilan. Setiap notifikasi membuat jantungnya berdegup lebih cepat namun selalu berakhir kecewa. Di malam hari, Alya duduk di samping ibunya, memandangi langit-langit kamar yang sederhana. Tangannya menggenggam tasbih kecil pemberian almarhum ayahnya. Dengan suara lirih, ia berdoa, “Ya Allah… jika memang bukan di sana rezekiku, tolong beri aku petunjuk ke tempat lain. Aku hanya ingin bantu Ibu…” Sementara itu, di lantai 17 gedung R Corporation, HRD tengah menyeleksi ratusan lamaran. Salah satu staf, Mbak Dita, membuka berkas milik Alya dan mengernyit pelan. “Ini gadis cantik bngets, tapi pengalaman kayak minim sekali, sepertinya nggak cocok untuk jadi resepsionis perusahaan besar seperti ini,” gumamnya. Ia lalu meletakkan map itu di tumpukan pending review. Pagi harinya, Alya menerima telepon singkat Alya sudah merasa senang dengan harapan dan keyak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status