Malam sebelumnya ...
"Kenapa kamu berbicara kasar sekali padanya?" tanya Louis pada Celline dengan suara yang lirih, sesaat setelah mereka makan malam.
Saat itu Kirana telah berada di ruang duduk bersama Iswari. Sementara Celline dan Louis sedang menapaki tangga menuju lantai dua.
Sejak makan malam tadi, wajah Celline terlihat tidak bersahabat. Bibirnya seringkali dikerucutkan, dan beberapa kali mengomel tak jelas pada Louis.
"Aku bicara apa adanya, coba kamu lihat bagaimana penampilannya? Menjijikkan bukan?"
"Kau tak perlu berkata seperti itu, bukankah dia orang baik."
"Kenapa kau membelanya, apa hanya karena dia bisa memasak makanan dari negara asalmu, atau berbicara dengan bahasamu?" balas Celline kesal.
Louis tampak bersiap membuka mulutnya, sayang dia kalah cepat dengan Celline yang langsung melanjutkan kalimatnya.
"Bagiku apa yang ditonjolkann
Sudah dapat apa yang kamu cari Kirana?" Sebuah suara mengagetkannya saat perempuan berambut panjang itu menutup pintu mobil Darell."Louis, kenapa bisa di sini?" tanya Kirana juga dalam bahasa Perancis."Menemanimu, mungkin kau membutuhkan bantuan."Kirana hanya tersenyum dan berkata, "Hanya mengambil blue print saja.""Bagaimana dengan minimarket?""Kau mendengarnya?""Ya, itulah sebabnya aku mengikutimu.""Terima kasih."Louis memang sudah mengira ada kejanggalan pada Darell semenjak tadi. Semalam Darell bersikap acuh dan cenderung kasar pada Kirana, lalu pagi tadi ia sangat hangat dan romantis.Lelaki Perancis ini tak tega melihat kepolosan Kirana yang dimanfaatkan oleh orang-orang sombong seperti Darell, juga Celline. Louis memang tak begitu paham dengan apa yang dibicarakan Celline pada Kirana, ia hanya mengerti minimarket, fre
Louis mengelap tissue pada rambut Kirana yang basah. Sesekali Kirana mengangkat wajahnya dan memandang Louis yang duduk di sampingnya dalam mobil taxi online."Terima kasih," ucap Kirana berbahasa Perancis."Kapan saja," jawab Louis diiringi garis lengkung yang terbentuk dari bibir tipisnya.Kirana meletakkan kedua telapak tangannya di pangkuan dan memandang ke bawah lagi."Kau serius membatalkan kerjasama dengan Mas Darell?" tanya Kirana setelah mereka berdua terdiam cukup lama.Lois pun menghela napas panjang, dan menyandarkan tubuhnya yang lebih ramping dari Darell."Aku harus melakukannya," balas Louis.Kirana pun menunduk lagi sambil berkata perlahan, "Apa karena perlakuan buruk terhadapku?"Louis hanya tersenyum, sedikit melirik wajah polos Kirana. Kemudian tertawa pelan, merasa sedikit gemas dengan perempuan yang duduk di sampingnya.
Iswari menyentuh lengan James dan mengusapnya lembut. Apa yang baru didengarnya dari Louis sungguh menyulut emosinya."Dad! Kau pasti sudah mendengarnya dari bajingan ini ya! Bagus kalau begitu," seru Darell tanpa mengindahkan sopan santun."Berapa banyak kau minum?" tanya James pada putranya."Ha ha banyak sekali. Aku punya uang, dan aku bisa membeli semua minuman yang aku mau!" seru Darell.James kini beralih pada Celline yang sedari tadi diam saja. Diperhatikan tangan kanan keponakannya masih menggenggam kunci mobil dan wajahnya terlihat kesal namun menyimpan ketakutan."Kau tahu sesuatu Celline?"Perlaham Celline mengangkat dagunya dan mulai bicara, "Cukup banyak.""Hmm, kau yang mengemudi?""Benar Uncle Maxwell. Aku tak mengizinkan Darell melakukannya, minumnya sangat banyak dan kurasa itu membahayakan. Aku pun harus mengandalkan GPS karena tid
Mobil Sports Lamborghini kebanggaan Darell segera melaju meninggalkan kantor Maxwell Group. Ia akan menuju cafe Red Mapple yang biasa dijadikan tempat hang out bersama teman-temannya.Sebenarnya di lobby kantornya sendiri sudah disediakan tempat untuk menjamu tamu yang datang. Dengan tata ruang berdesain minimalis dan modern serta fasilitas snack bar lengkap dengan kopi, teh dan air mineral. Sedangkan untuk tamu VIP tentu saja akan dijamu khusus oleh Darell sendiri, sesuai dengan kebutuhan tamunya.Karena pertemuannya kali ini bersifat pribadi dan rahasia, tentu saja Darell memutuskan untuk tidak melakukannya di kantor. Tak ingin ada yang mengetahui perihal rencananya, setidaknya sampai waktunya tiba.Sambil tersenyum, Darell memegang kemudi mobilnya dan bergumam, "Sebentar lagi tiba saatnya Kirana."Ia pun terus melaju sampai berhenti tepat di parkiran khusus VIP. Kunci mobilnya segera diserahkan pada petugas valle
Juwita terlihat sibuk saat Darell masuk ke dalam ruangannya. Sekretaris yang menggulung rambutnya itu hanya mengangguk menyapa saat melihat Darell, tanpa menyunggingkan senyum genit yang biasa ia sajikan.Sekilas Darell melirik apa yang dikerjakan oleh Juwita. Monitor computernya menunjukkan email yang harus diperiksa olehnya."Hmm, good girl," gumam Darell namun berhasil membuat Juwita menoleh dan berdiri menatapnya."Bapak perlu sesuatu?" tanyanya formal, sikap yang selalu ditunjukkan tiap kali berada di luar ruang kerja Darell."Tidak, ya sudah lanjutkan lagi pekerjaanmu. Oiya, tolong untuk jadwalku dua hari lagi kamu atur ulang. Aku baru bisa ditemui setelah jam makan siang ya!""Baik Pak!"Juwita pun kembali menekuni pekerjaannya sambil tersenyum begitu Darell masuk ke dalam ruangan. Seyuman yang sangat misterius.  
"Huuh sial nasib gue, di hari pernikahan gue harus ngerasa kayak gini. Gini kali ya nasib cewek yang dikawin kontrak. Nggak ada harganya sama sekali," Jenny berjalan menyusuri apartemen sambil bergumam penuh kekesalan.Beruntung selasar apartemen sedang tak ada orang. Jadi Jenny tak perlu merasa malu berjalan tergesa-gesa dengan kebaya pengantin yang masih melekat erat di tubuhnya yang ramping."Huh awas kamu Darell, aku bakal bikim kamu benar-benar jatuh cinta padaku."Dengan kasar Jenny membuka pintu apartemennya dan melemparkan selop tingginya ke sembarang arah. Batinnya dipenuhi perasaan dongkol.Ia sangat mengerti kalau statusnya hanyalah istri kontrak Darell. Dia tahu kalau sewaktu-waktu CEO Playboy itu membutuhkan dirinya untuk menemani ia harus siap. Namun tak pernah ia menyangka kalau Darell akan mengusirnya dari kediamannya satu jam setelah mereka resmi menjadi pasangan suami istri.
Darell keluar dari kamar tidurnya. Ia akan melakukan olahraga ringan di mesin threadmill sebelum berangkat ke kantor.Sejenak ia melirik ke arah sofa tempat Jenny tertidur terbungkus selimut sebatas leher."Nekat juga anak ini," gumamnya dan mulai berlari di atas treadmill dan menimbulkan suara hentakan kaki yang membangunkan Jenny."Uuuh siapa sih berisik banget," keluh Jenny yang terpaksa bangun dari tidurnya.Perempuan yang baru menikah itu pun menoleh ke belakang, dan mendapati suaminya yang tengah berolahraga. Wajahnya yang mengantuk perlahan-lahan berubah cerah dan ia segera bangun mendekati Darell."Sayang," panggilnya namun tak digubris oleh Darell yang ternyata masih mengenakan headset.Merasa diabaikan, Jenny pun segera menekan tombol off pada mesin treadmill Darell."Apaan sih loe!" keluh Darell melepas headset."Kenapa sih kamu nyuruh ak
Pagi ini, kesibukan hadir di rumah keluarga Maxwell. Bukan hanya anggota keluarga dan pekerja tapi ada beberapa orang luar yang datang. Petugas catering, dekor dan juga teknisi yang akan mengatur perangkat elektrik.Di kamar Kirana sendiri tiga orang wanita tengah sibuk merias wajah dan menata rambutnya. Jelas Kirana yang tak terbiasa dengan perlakuan seperti ini merasa canggung. Kulit dan rambutnya terasa sedikit berat karena belum terbiasa.Hari ini adalah hari istimewa baginya. Keluarga besar Maxwell akan memperkenalkan dirinya sebagai calon istri Darell di depan kerabat dan rekan bisnis mereka.Rasa gugup tak juga menjauh dari Kirana, meski semalam ia sudah belajar menyesuaikan diri dengan sepatu tumit tinggi pemberian Mom. Entahlah semenjak bangun tidur tadi ia merasa tidak tenang. Sepertinya takut kalau ia akan menjadi bahan tertawaan tamu-tamu orang tua Darell karena tak terbiasa dengan kemewahan yang melekat pada tubuhnya.Dengan bantuan perias, Kiran