Home / Romansa / CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku / 241. Tekanan yang Belum Usai

Share

241. Tekanan yang Belum Usai

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2025-06-22 08:57:36

Bara duduk di sofa panjang di ruang kerja, jasnya tergantung di balik kursi, kancing kemejanya terbuka satu. Tatapannya kosong, seperti seseorang yang baru saja kehilangan arah, tapi tetap dipaksa untuk melanjutkan perjalanan.

Dalam hati, ia tahu ia tak bisa berlama-lama larut. Tapi kesedihan itu seperti genangan lumpur yang menahan pergelangan kaki—tak terlihat dalam, tapi cukup kuat untuk membuatnya tak bergerak.

Ditinggal Cheryl rasanya sakit, jauh lebih sakit dari yang pernah Bara bayangkan. Saat Cheryl pergi, ia memang tidak membawa apa-apa—selain seluruh rasa percaya Bara yang telah susah payah dibangunnya.

Dan, suara itu muncul lagi dalam benaknya. Suara Cheryl.

“Jadi hal yang mendesak dan penting bagimu saat ini adalah Baby?”

Nada suara Cheryl waktu itu tajam, menyayat. Bara mengerjapkan mata. Bahkan sekarang pun, pertanyaan itu masih terasa seperti cakar dingin yang menyayat dinding kesadarannya.

Saat itu, ia tak bisa menampik bahwa Baby terasa lebih penting. Kondisi mental B
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
May_maya🌸
teruslah berSANGKA BURUK pada papamu dan adikmu lain ibu itu Bara ..teruslah lakukan kesalahan sampai nanti akhirnya kau menyesal lagi krna tak pernah mau mendengarkan orang lain.. tetaplah menganggap dirimu paling benar dan paling kuat .. ga sabar pengen tau dirimu sekuat apa jika tau kebenarannya
goodnovel comment avatar
Heri Wanti
setelah baca sampai bab ini, ternyata diriku lebih menyukai karakter sofyan, terasa lebih realistis, dan memeng begitu seharusny, dan karakter yg paling gak disuka justru cheryl dan valen, pengembangan karakternya terlalu maksa tp suka sama ceritanya, gmn dunk, hahaha...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   252. Ternyata Dia Baik-Baik Saja

    Perut Cheryl tiba-tiba keroncongan, memecah keheningan ruangan mewah yang sempat membuatnya tertegun. Langit-langit tinggi, sofa empuk, dan pencahayaan hangat tak lagi menenangkan ketika rasa lapar mulai mencubit perutnya.Ia langsung melirik ke meja kecil di samping sofa, di mana sebuah panel interkom tertanam rapi di permukaan kayu mengilapnya. Lalu, ditekannya tombol interkom seperti yang Reno jelaskan sebelumnya.Klik. Tapi, tak ada suara balasan di sana. Hanya bunyi sistem menyala… lalu sunyi. Ia menekan lagi. Tetap tak ada jawaban.Cheryl menghela napas. “Ya udah deh, cari sendiri aja. Mas Reno pasti lagi sibuk ngurusin hal lain yang lebih penting. Lebih baik jangan diganggu,” gumamnya lirih, lalu bangkit dan mengambil tas kecilnya.Ia membuka pintu dan melangkah keluar dari Executive Suite, berjalan menyusuri lorong tenang yang terasa mewah sekaligus steril. Dinding-dinding bernuansa krem hangat dilapisi panel kayu elegan, sementara lantainya dari marmer putih mengilap, mema

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   251. Bukan Dokter Biasa

    Begitu mobil mereka berhenti di pelataran rumah sakit, Valen langsung keluar terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Cheryl. Meski suasana darurat menggantung di udara, gerak-geriknya tetap tenang dan terkontrol. Cheryl turun dengan cepat, menenteng tas kecilnya, sementara pandangannya menelusuri gedung tinggi berlapis kaca itu.Pintu lobi otomatis terbuka, dan di dalam, seorang pria berjas hitam sudah berdiri menunggu. Sosok itu adalah asisten pribadi sang dokter, ia segera menghampiri mereka begitu melihat Valen.“Dokter Joshua,” sapa Reno cepat sambil sedikit membungkuk hormat.“Reno.” Valen mengangguk singkat. Matanya bergerak cepat, menghitung waktu. “Bawa Cheryl ke ruanganku. Biar dia bisa istirahat di sana.”Reno segera menoleh ke Cheryl dan tersenyum sopan, memberi isyarat agar ia ikut dengannya nanti.Valen berbalik ke arah Cheryl. Suaranya menurun satu oktaf, lembut tapi tetap lugas, “Kamu bisa minta tolong Reno buat beli makan kalau lapar. Atau kalau kamu butuh apa-apa,

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   250. Obat Penenang Biologis

    Suara dentuman audio dan layar raksasa menampilkan gambar-gambar gelap dengan musik mencekam. Lampu ruangan meredup. Cahaya dari layar memantul ke wajah-wajah penonton di dalam studio premium dengan kursi empuk berlapis kulit.Cheryl duduk di kursinya, bersandar ringan ke sandaran empuk. Menikmati film yang mulai berlangsung. Awalnya, Cheryl tampak santai. Ia menyandarkan punggungnya dengan nyaman ke kursi empuk yang bisa dimiringkan, kaki diselonjorkan sedikit, mata fokus pada layar. Setiap kali ada dialog lucu atau adegan ringan di awal film, bibirnya tersenyum, sesekali mengunyah popcorn.Tapi atmosfer mulai berubah perlahan. Warna di layar menjadi lebih gelap, musik latar terdengar rendah dan mendesis, seperti suara napas seseorang di dalam lorong. Adegan berganti cepat—kamera mengikuti langkah kaki si tokoh utama yang menyusuri rumah tua dalam kegelapan. Suara pintu berderit perlahan, cahaya dari senter gemetar, dan suara desahan samar terdengar dari kejauhan.Cheryl menggigit

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   249. Seperti Yang Kumau

    “Pintu teater satu telah dibuka—”Panggilan dari pengeras suara menggema pelan di seluruh lounge. Valen langsung bangkit berdiri, dan tanpa berkata-kata ia meraih tangan Cheryl. Menariknya pelan untuk berdiri. Gerakan yang mulus, alami, seperti sudah dilakukan ratusan kali. “Bentar-bentar, aku habisin dulu matcha-nya,” kata Cheryl sambil mengambil sisa minumannya. “Lumayan kan masih ada dikit,” katanya sambil menyedotnya santai. Lalu membuang wadahnya di tong sampah yang mereka lewati.“Cheryl, di dompet pacarmu ini ada kartu debit yang isinya bisa buat beli mobil mewah dan beberapa unit apartemen sekaligus. Jangan kayak orang susah,” bisik Valen sambil memindahkan gandengan tangannya ke pinggul Cheryl.Cheryl terkesiap. Tangan Valen terasa hangat di sana. Dan sentuhan itu… seperti seorang pria yang sedang mengklaim bahwa Cheryl adalah miliknya, dengan bangga dan percaya diri.Di dalam kepalanya, Cheryl sudah misuh-misuh.“Valen, ini naskahnya siapa sih? Sutradara mana yang ngasih

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   248. Perbaiki Aktingmu

    Langit senja mulai gelap saat langkah Valen dan Cheryl memasuki area mall mewah itu. Cahaya lampu dari butik-butik mahal memantul di lantai marmer, menciptakan kilau elegan yang menyambut kedatangan mereka.Mereka melangkah naik ke lantai atas lewat eskalator yang bergerak pelan. Studio bioskop premium menanti dengan lounge beraroma karamel dan kulit sofa baru. Di sekeliling, pengunjung lain duduk santai dengan wine atau kopi artisan di tangan.“Kita nonton film atau mau casting jadi sosialita nih?” celetuk Cheryl, mata mengerling ke arah para penonton yang berpenampilan seperti iklan majalah fashion.Valen menyeringai, meraih tangan Cheryl dan menggenggamnya. “Kamu tetap paling menyala di antara mereka semua.”“Menyala karena siapa pria yang sedang menggandengku sekarang. Ya, kan? Lihat aja di arah jam dua… cara perempuan itu melihatmu seperti sedang melihat mangsanya.”Valen bahkan sama sekali tak melirik ke arah yang sedang ditunjuk oleh Cheryl. “Nggak, kamu menyala karena kamu ngg

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   247. Simbol Kesempatan Kedua

    Si ibu berpenampilan ningrat itu menatap Sofyan sejenak—panjang dan penuh penilaian—sebelum akhirnya beralih kembali ke Baby. Pandangannya dingin, bukan seperti ibu yang baru saja menemukan anaknya yang hilang berhari-hari, tapi lebih seperti investor yang kecewa karena portofolionya anjlok.“Baiklah,” katanya akhirnya, suaranya berat tapi datar. “Istirahatlah yang benar. Jangan lagi bikin pusing orangtua dengan traumamu yang nggak selesai-selesai itu, Baby!”Ucapan itu meluncur begitu saja. Tanpa jeda, tanpa empati, tanpa sekadar lirikan simpati di matanya.Baby terdiam. Seolah kata-kata itu lebih menyakitkan daripada semua diagnosa dokter dan malam-malam penuh mimpi buruk yang ia alami.Sofyan tersentak. Rahangnya mengeras."Buset," batinnya melotot dalam hati. "Itu mulut apa comberan? Banyak yang bilang mulutku setajam silet, terus ibu ini setajam apa? Belati obsidian dari zaman Majapahit?"Ia nyaris reflek membuka mulut ingin membalas, tapi lagi-lagi satu lirikan dari Baby—yang ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status