Share

51. Teman Lama

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2025-02-03 23:42:07

Cheryl melangkah keluar dari lift dengan kepala tegak, meski hatinya masih bergemuruh dengan emosi yang baru saja menyerbunya.

Lobi gedung perkantoran elite itu dipenuhi oleh orang-orang berpakaian rapi, lalu lalang dengan langkah cepat, seakan dunia mereka begitu terencana dan terstruktur.

Ketukan sepatunya menggema ringan di atas lantai marmer yang mengilap. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengusir kepahitan yang masih tersisa di dadanya. Tidak ada gunanya lagi memikirkan apa yang terjadi di dalam lift tadi. Ia harus melangkah maju.

Namun, sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Cheryl?"

Ia menoleh.

Seorang pemuda berdiri tak jauh darinya, mengenakan kemeja putih yang lengannya sedikit tergulung hingga siku, dipadukan dengan celana bahan gelap yang memberi kesan profesional tetapi tetap santai. Rambutnya yang sedikit berantakan memberi kontras dengan penampilannya yang rapi, seakan kebiasaannya di masa sekolah dulu masih melekat.

"Axel?" Cheryl sedikit terkejut.

Lelaki muda d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   199. Catatan Penting

    Bara baru saja melirik layar monitornya ketika lengan halus Cheryl melingkar di belakang lehernya. Aroma tubuhnya langsung menyusup ke hidung Bara, memancing reaksi spontan dalam otot-ototnya yang tadi tegang karena konsentrasi.“Baiklah, Pak Bos.” Suara Cheryl terdengar lembut dan genit di telinganya, sebelum bibirnya mengecup pipi kanan Bara dengan manis. “Silakan lanjutkan pekerjaan Anda.”Bara menoleh, matanya menangkap kilau jenaka dan hangat dalam sorot mata Cheryl. Kelembutan wanita itu selalu berhasil merontokkan tekanan yang menggumpal di kepalanya.“I love you,” tambah Cheryl saat mata mereka saling bertatapan, suaranya seperti alunan nada yang hanya diciptakan untuk menggoda jiwanya.Tatapan Bara melembut. Dengan satu gerakan tenang, ia menarik dagu Cheryl dan mengecup pipinya sekilas. “I love you more,” gumamnya dalam nada dalam dan rendah, terdengar seperti pengakuan dari dasar hatinya yang terdalam.Cheryl tertawa pelan, melangkah mundur.“Sayang. Kalau kamu sudah selesa

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   198. Begitu Berarti

    Udara di ruang kerja Bara masih hangat oleh jejak-jejak gairah. Aroma tubuh Cheryl, samar-samar bercampur dengan wangi kulit sofa dan parfum maskulin Bara, menciptakan atmosfer yang liar dan memabukkan.Tubuh Cheryl masih berada dalam pelukan Bara, pipinya menempel ringan di dada bidang pria itu, yang mulai tenang dari debar memuncak barusan.“Gila…,” bisik Cheryl, senyumnya terlukis lelah tapi puas. “Kita akhirnya... betul-betul melakukannya di sini.”Nada suaranya rendah, sedikit serak, dan entah kenapa terdengar begitu menggiurkan di telinga Bara.Bara menunduk, bibirnya mengecup lembut sudut bibir Cheryl yang terlihat penuh. “Seru, kan?” gumamnya, senyum nakal terbit di wajah tampannya.Cheryl hanya tertawa kecil, sebelum menghela napas dan mendorong pelan dada bidang itu. “Katanya… waktumu sempit? Banyak yang harus kamu urus untuk Apex. Kamu harus siap-siap rapat, kan?”Bara memutar mata malas, masih ingin menahan Cheryl dalam pelukannya, namun wanita itu sudah bangkit dari sofa

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   197. Obat Stres Terbaik

    Bara duduk di balik meja kerjanya. Tangannya bertumpu pada pelipis, sementara layar laptop di depannya menampilkan grafik, tabel, dan catatan analisa yang tak henti bergulir. Laporan dari direktur keuangan, staf ahli strategi pasar, hingga konsultan merger terpampang jelas, menunggu untuk ditindaklanjuti.Namun matanya kosong. Fokusnya buyar. Pikirannya tidak betul-betul tertuju pada pekerjaan. Dia mencoba menyusuri data: skenario tanpa buyback, angka-angkanya jelas menunjukkan tekanan leverage yang tinggi dalam jangka menengah. Opsi kedua, buyback total, secara teori akan menenangkan pasar, tapi memperkecil likuiditas. Sementara skema ketiga, buyback parsial disertai narasi penguatan pasar, masuk akal, tapi sangat bergantung pada timing dan sentimen publik.Logikanya memetakan semua itu, seperti biasa. Cepat, dingin, presisi. Tapi emosinya? Berantakan.“Sial,” gumamnya, setengah menggeram. “Istriku… betul-betul keras kepala.”Matanya berpindah sejenak ke sisi meja, di mana ponselnya

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   196. Merangkul Ego

    Di sebuah area tangga darurat di lantai 20-an Apex Tower, suara langkah kaki nyaris tak terdengar di tempat itu. Hanya desau angin dari ventilasi dan isakan lirih yang memecah keheningan.Cheryl duduk di anak tangga ketiga dari atas, tubuhnya membungkuk, wajahnya tersembunyi di atas kedua lutut. Bahunya naik-turun, terguncang oleh tangis. Tangannya menggenggam tisu yang setengah basah, kusut, sementara beberapa helai rambutnya menempel di pipi yang basah oleh air mata.Bukan tangisan keras yang meledak-ledak, tapi tangisan yang tertahan, dalam, penuh sesak. Seperti tangisan seseorang yang terlalu lama memendam rasa sakit tanpa tahu cara meluapkannya."Aku nggak boleh ngopi sama Axel, katanya? Kenapa? Takut Bara marah?" gumamnya, suaranya serak dan getir. "Tapi nggak ada yang takut kalau aku marah? Apa cuma Bara yang berhak marah? Karena dia kaya? Karena dia punya segalanya, terus bebas marah? Sedangkan aku yang nggak punya apa-apa… nggak berhak marah, ya?"Suaranya menggema kecil di

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   195. Resah

    Bara melangkah cepat, setengah berlari, sangat tergesa-gesa, seperti hendak menghadiri rapat dewan darurat yang akan menentukan nasib perusahaan yang sedang di ambang krisis.Beberapa pegawai yang berpapasan refleks menunduk memberi hormat, tapi pria itu tak menoleh, apalagi membalas. Tatapannya tertuju lurus, tajam seperti panah yang telah dikunci pada satu sasaran: lift VIP.Para pegawai saling melempar pandang. Wajah sang CEO yang biasanya dingin dan tenang, kini dipenuhi ketegangan. Lengan kemeja panjangnya digulung hingga ke siku, dasinya sedikit kendur, dan rambutnya sedikit acak-acakan karena ia telah berkali-kali menyugar rambutnya. Itu semua tanda bahwa sang CEO terlalu sibuk untuk sekedar memperhatikan penampilannya, yang biasanya selalu terjaga rapi dan tanpa cela.Dalam situasi Apex yang sedang rawan, pemandangan ini tampak seperti isyarat siaga satu. “Lihat. Pak Bara nggak pernah kelihatan kacau seperti itu.”“Iya, kelihatannya tegang banget. Belum pernah aku melihatnya

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   194. Belum Pernah Sepanik Ini

    Cheryl keluar dari ruangan Bara dengan hati terbakar panas. Sakit bukan main. "Oh. Dia tetap makan siang dengan Baby,” gerutunya. Sialan. Bara jelas-jelas sudah membaca pesannya, tapi lelaki itu tak menggubris. Tak menghargai perasaannya.“Adik mana coba yang suka gerayangan mesra ke kakaknya sendiri? Mana kakaknya juga kelihatan nyaman-nyaman aja. Keterlaluan," geramnya.Langkah Cheryl menghentak cepat di lorong. Tumit sepatunya beradu keras dengan lantai kantor yang dingin. Napasnya memburu karena emosi yang mendidih dalam dada.Bahkan ia sama sekali tak menoleh ke meja Nina. Lupa untuk berbasa-basi pada sekretaris Bara yang gila hormat itu.Nina yang melihat Cheryl melintasinya begitu sapa langsung mendongak dari balik layar komputernya. Senyumnya yang sudah setengah terbentuk langsung menguap. Matanya menyipit, bibirnya manyun tak terima.“Gila ya? Cuma asisten pribadi doang… yang tugasnya nggak jauh beda sama pembantu, tapi sombong banget sama aku yang jelas-jelas sekretarisnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status