Home / Romansa / CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku / 7. Terpaksa Melihatmu Dari Dekat

Share

7. Terpaksa Melihatmu Dari Dekat

Author: Indy Shinta
last update Huling Na-update: 2024-12-16 16:50:50

“Keluar dari kamarku…!” Cheryl berteriak dengan wajah merah padam penuh emosi. “Pergi sana...! Aku nggak sudi lihat kamu lagi. Lagian ngapain sih kamu iseng banget masuk-masuk kamarku?" usirnya sambil menarik lengan Bara yang jatuh terlentang di atas ranjang akibat menghindari pukulan gulingnya yang tanpa ampun. 

“Oke-oke! Aku pergi… tapi kamu ikut.”

“Tidak akan!” bentak Cheryl, ia menarik lengan Bara semakin keras agar lekas menyingkir dari ranjangnya, ia bertekad mengusirnya. 

Akan tetapi, tubuh Bara yang jauh lebih besar dan kuat justru membuatnya kesulitan, tarikannya seolah tak berarti, yang ada Cheryl malah kehilangan keseimbangan hingga jatuh terjerembab tepat di atas tubuh Bara.

Seketika jarak di antara mereka lenyap. Kedekatan itu mengunci mereka berdua dalam sekejap. 

Cheryl terhenyak ketika merasakan buah dadanya menekan dada Bara yang bidang. 

Keduanya seketika saling menatap dalam kebisuan, jantungnya berdegup kencang bagai sedang berlomba. 

“Ka-kamu… baik-baik saja?” suara Bara yang biasanya tegas mendominasi tiba-tiba berubah serak dan gugup. 

Dan Cheryl, yang biasanya cerewet, mendadak seperti kehilangan seluruh kata-katanya. Gadis itu hanya mengangguk kikuk sambil cepat-cepat menyingkir dari atas tubuh Bara.

Setelah Cheryl berguling menjauh, mereka terdiam dalam kebisuan yang canggung. 

Cheryl duduk di ujung ranjang, berusaha menenangkan detak jantungnya yang belum juga berhenti berpacu. 

Sementara itu, Bara perlahan bangkit, duduk bersandar dengan napas yang tampaknya masih belum teratur, sepertinya ia juga belum pulih dari situasi canggung tadi.

Untuk beberapa saat, keduanya hanya saling melirik dalam keheningan. 

Cheryl merasakan wajahnya memanas, sementara pikirannya penuh dengan apa yang baru saja terjadi. Ia ingin berkata sesuatu untuk memecah suasana. Namun, kata-kata itu menguap begitu saja setiap kali ia mencoba membuka mulut.

Cheryl mengambil bantalnya yang teronggok di kaki ranjang, berpura-pura merapikannya. Ia berusaha bersikap biasa saja, mengabaikan gemuruh aneh dalam dadanya. 

Kejadian tadi membuatnya ‘terpaksa’ melihat wajah Bara dengan jarak yang begitu dekat. Setiap detail wajahnya ternyata memiliki daya tarik tersendiri. Hidungnya yang mancung, garis rahangnya yang tegas, sedikit belahan di dagunya, dan sorot matanya yang gelap tetapi lembut di saat bersamaan. 

Bara... rupanya jauh lebih tampan dari yang ia perhatikan secara sekilas lalu saja selama ini. Rambut hitamnya yang biasanya tersisir rapi terlihat sedikit berantakan, membuatnya tampak lebih santai dan manusiawi. Bahkan sekadar memikirkan itu membuat perasaan Cheryl jadi tak menentu, seperti ada yang menggelitik lembut di dalam dadanya.

Di sisi lain, Bara… sesekali melirik ke arah Cheryl. Dengan gerakan canggung, pria itu meraih ujung lengan kemejanya, menggulungnya hingga siku. Gerakan itu seperti dilakukannya tanpa sadar, seperti sebuah cara untuk mengalihkan pikirannya dari suasana aneh yang baru saja tercipta.

Mereka berdua masih terdiam, masing-masing seakan tengah tersesat dalam pikiran yang bergemuruh. 

Cheryl menghela napas panjang, berusaha keras menahan diri agar tak terpesona oleh ketampanan Bara. 

“Huh, ganteng sih ganteng… tapi egoisnya kebangetan! Apa bagusnya?” Cheryl menggerutu dalam hati. Meski demikian, rona di pipinya tetap membara.

Bara akhirnya berdeham, seolah mencoba memecah kebisuan. “Jadi… aku diusir? Beneran harus cabut sekarang?” tanyanya dengan nada ringan, mencoba menetralkan suasana.

Cheryl menatapnya sekilas. “Iya… sebelum aku benar-benar melemparmu, bukan pakai guling lagi, tapi pakai kamus tebalku,” balasnya dengan suara yang kembali sengak.

Bara mengangkat kedua tangan ke atas kepalanya, seolah menyerah. “Baiklah, mungkin kamu lagi butuh ‘me-time’ sama…,” dia melirik guling bergambar wajah idol K-Pop yang tadi dipakai Cheryl untuk menyerangnya, “…ayang Jungkook-mu.”

Deg!

‘Ayang Jungkook’… sebutan itu biasanya dipakai Pak Bondan untuk menggoda Cheryl. 

Kini, mendengar Bara menggunakan sebutan yang sama untuk meledeknya, membuat hati Cheryl tiba-tiba bergetar dalam kehangatan. Tiba-tiba dia… sangat merindukan kehadiran bapak yang sudah tiada! 

“Halah… nangis lagi.” Bara geleng-geleng kepala melihat air mata kembali menetesi pipi Cheryl. Tak salah ia menyebut gadis itu cengeng, bukan? Mudah sekali menangis.

“Oke. Kukasih kamu tambahan waktu tiga hari,” lanjut Bara, mengabaikan isak tangis Cheryl. “Kemasi barang-barang yang mau kamu bawa ke rumahku. Kalau butuh bantuan, bilang aja ke Sofyan. Telepon dia. Nanti biar dia kirim orang buat bantu-bantu kamu.”

Sambil menyeka air mata di pipinya, Cheryl menjawab tegas, “Sudah kubilang, aku nggak mau pindah ke rumahmu. Ini rumahku, aku akan tetap di sini.”

Bara menatapnya dengan mata menyipit, mencoba mengurai makna di balik keras kepalanya itu. “Cheryl, kamu nggak capek ya, terus-terusan aja ngeyel?”

“Kamu juga nggak ada capek-capeknya ya? Ngeyel terus nyuruh aku pindah ke rumahmu?”

Bara menarik napas panjang, menyadari gadis di hadapannya tak hanya keras kepala, tapi juga tak kenal lelah dalam memperjuangkan keinginannya.

Di tengah ketegangan yang mulai terjadi, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu ruang tamu. Cheryl dan Bara saling berpandangan sesaat.

“Siapa sih yang datang malam-malam begini?” Cheryl bergumam sambil bangkit menuju ruang tamu dan membuka pintunya.

“Eh, Pak Asep?” Cheryl mencoba tersenyum, meski hatinya tiba-tiba saja gelisah. 

Pak Asep adalah pemilik rumah yang sudah 15 tahun ini ia tempati bersama mendiang bapaknya.

Perasaannya tiba-tiba tidak enak. Ia tahu, Pak Asep datang pasti bukan untuk sekadar mengucapkan belasungkawa, sebab mereka sudah bertemu saat pemakaman bapaknya, seminggu yang lalu.

“Mari... masuk, Pak."

“Terima kasih, Neng. Maaf ya... saya datangnya kemalaman, sebenarnya saya baru balik dari Bandung... nengokin anak yang lagi kuliah di sana. Padahal pengen bisa ikut tahlilan di sini, tapi malah kena macet parah tadi. Sampai sini ternyata malah udah bubar acaranya."

Setelah berbasa-basi, Pak Asep akhirnya menjelaskan maksud kedatangannya.

“Saya cuma sebentar kok, apalagi ini sudah malam. Jadi begini, Neng Cheryl… saya ingin membicarakan soal sewa rumah ini.” Pak Asep berhenti sejenak, kemudian melanjutkan dengan nada serius. ”Sudah dua tahun... Pak Bondan belum melunasi biaya sewa rumah ini.”

Mata Cheryl melebar, terkejut mendengar penuturan itu. “Dua… dua tahun, Pak?”

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Indy Shinta
apanya yg tanpa lanjutan. udah tamat malah sekarang :)
goodnovel comment avatar
Remince Silalahi
bagus tapi cuma tergolong tanpa lanjutan
goodnovel comment avatar
Almira Nabila Aqila
ceritanya bagus
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   TAMAT

    Pagi itu begitu bening.Cahaya matahari menyusup lembut di antara pepohonan, menimpa hamparan rumput hijau yang masih berembun. Udara terasa segar, membawa aroma bunga melati dan mawar putih yang menghiasi setiap sudut taman tepi danau tempat akad nikah akan berlangsung.Tak ada gemuruh musik keras, hanya denting lembut orkes akustik yang mengalun dari pengeras suara kecil. Suasananya begitu sakral dan menenangkan, seperti pagi yang berdoa.Di tengah taman, sebuah meja akad sederhana berdiri.Terbalut kain putih gading dengan sentuhan eucalyptus segar di setiap sisinya. Di depan meja itu, Bara duduk mengenakan jas putih gading berpadu peci senada. Wajahnya teduh, namun ada ketegangan kecil yang tak bisa ia sembunyikan. Hari ini, ia akan menjemput wanita yang selama ini menjadi doa dalam setiap langkahnya.Di sisi lain, Tuan Sigit duduk berwibawa di kursi kehormatan bersama Tuan Wishnu. Beskap krem muda yang mereka kenakan berpadu dengan senyum tipis di bibir keduanya yang jarang terl

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   355. "Kayak Drama India... Persis Banget!"

    Di sebuah ballroom hotel bintang lima, musik orkestra mengalun pelan, membungkus suasana dengan kemewahan yang memukau. Sebuah pesta yang jelas dirancang bukan hanya untuk merayakan cinta, tetapi juga untuk menunjukkan kuasa dan nama besar konglomerat yang sedang menikahkan putranya.Para tamu hadir dengan busana terbaik mereka. Pria berjas hitam yang rapi, wanita bergaun malam anggun. Berlian dan mutiara saling beradu cahaya di bawah lampu gantung kristal yang elegan. Pelaminan berdiri megah, berlatar dinding bunga putih yang dirangkai sempurna, seperti simbol kemurnian dan keabadian.Bara berdiri memasuki gedung itu, mengenakan setelan formal yang membuatnya tampak lebih berwibawa dari biasanya. Ia menggandeng Cheryl di sisinya. Malam itu bukan sekadar undangan pesta. Bagi Bara, itu saatnya mempublikasikan hubungannya dengan Cheryl pada dunia.”Sementara bagi Cheryl, genggaman tangan Bara terasa seperti pernyataan cinta yang paling lantang. Bahwa pada akhirnya, lelaki itu membiark

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   354. Meraih Restu

    Bara duduk tegak di depan meja besar berlapis kayu jati itu, mencoba menjaga ketenangan di tengah udara ruangan yang terasa berat. Di sampingnya, Cheryl duduk kaku, jari-jarinya dingin dan sedikit bergetar di dalam genggamannya. Bara merasakannya jelas, getar halus itu seolah menyelusup ke nadinya sendiri, menyatukan kegelisahan mereka dalam satu denyut yang sama. Ia menatap wajah Cheryl sekilas, melihat mata bening itu berusaha tegar meski bayangan gugup tampak jelas di sana.Bara mempererat genggaman tangannya, ibu jarinya mengusap lembut punggung tangan Cheryl. Sebuah isyarat halus bahwa ia siap pasang badan untuk melindungi cinta dan masa depan mereka berdua.Sementara di hadapan mereka, Tuan Sigit duduk bersandar di kursinya yang tinggi, menatap keduanya bergantian dengan sorot mata tajam namun tenang. Ekspresinya sulit ditebak, antara menimbang, menilai, atau sekadar mengamati dari balik wajahnya yang nyaris tanpa emosi. Garis-garis usia di wajahnya tak mampu menyamarkan wib

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   353. Plan B

    Cheryl baru saja selesai mandi dan membuka lemari pakaian. Ia tersenyum kecil melihat semua bajunya masih tersusun rapi, meski ia sudah lama sekali pergi. Aroma pewangi pakaian menyergap lembut ketika ia menyibak deretan kain.Bara rupanya memerintahkan para pelayan untuk mencuci dan menyetrikanya secara rutin, seolah percaya bahwa pemilik pakaian itu akan kembali suatu hari nanti.Cheryl mengambil sepasang piyama lamanya, mengenakannya, lalu membuka laci meja rias. Senyumnya merekah melihat hair dryer lamanya bahkan masih tergeletak di sana juga, masih di tempat yang sama seperti dulu.“Ah, Bara…” gumamnya lirih. “Kamu benar-benar menjaga semuanya.”“Bukan cuma barang-barangmu yang kujaga, Sayang. Tapi juga hatiku… selalu kujaga untukmu. Aku milikmu, kan?”Suara berat itu datang dari belakang.Cheryl menoleh.Bara berdiri di ambang pintu rahasia yang menghubungkan kamar mereka, mengenakan kaus tipis, rambutnya sedikit berantakan, dan tatapan mesra yang terlalu sulit untuk diabaikan.

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   352. Sang Dalang

    Cheryl memandang bangunan megah dan anggun, yang berdiri kokoh di hadapannya. Ada getar rindu bercampur gugup, dan perasaan tak percaya bisa kembali ke tempat ini lagi… rumah besar milik Bara.“Aku bisa jalan sendiri,” tolaknya, saat Bara hendak menggendongnya keluar dari mobil.“Memang bisa, tapi lagi nggak aku bolehin.” Lelaki itu tetap menggendong Cheryl, seolah dunia bisa runtuh kapan saja jika ia melepaskannya lagi.Dengan langkah penuh kebahagiaan yang tak bisa disembunyikan, Bara membawa Cheryl melintasi pintu utama rumahnya. Udara di dalamnya tercium harum lembut, aroma bunga lily dan kayu cendana, menyambut mereka seperti pelukan hangat yang sudah menunggu.Para pelayan berdiri berjajar di lorong, menunduk sopan.“Selamat datang kembali, Nona Cheryl.”Cheryl menatap sekeliling, tak menyangka akan disambut dengan penuh persiapan begini. Sementara itu Bara tersenyum kecil, matanya melirik Mimi yang berjalan mendekat dengan khas aura keibuan yang menenangkan. Seperti biasa,

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   351. Mencintaimu Dengan Seluruh Hidupku

    Dalam udara malam masih terasa pekat oleh asap dan bau hangus, Cheryl membiarkan Bara menggendong tubuhnya. Kepalanya terkulai di dada bidang lelaki itu, merasakan dentum jantung yang berpacu cepat. Bau asap, keringat, dan samar wangi parfum maskulin dari tubuh Bara berpadu, menelusup ke hidungnya, membangkitkan setiap memori tentangnya yang selama ini coba ia kubur. Oh. Pria ini… ternyata benar-benar masih mengejarnya. Menyusulnya dengan napas yang tersengal, dengan tekad yang menggila. Ya. Cheryl tadi melihat sendiri bagaimana Bara menembus garis polisi, menerobos asap, dan berteriak memanggil namanya seolah dunia akan runtuh jika tak menemukannya.Ia masih bisa mendengar gema itu di telinganya, suara Bara yang berteriak keras… “CHERYL!”Suara parau yang tercabik di antara sirine dan teriakan orang, tapi entah kenapa justru menjadi satu-satunya suara yang menenangkan. Suara yang menembus hiruk-pikuk malam dan langsung menghantam jantungnya. Membuat napasnya tercekat, membuatnya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status