Wanita dengan rambut ikat satu itu sedang menopang dagunya, memperhatikan rekan kerjanya yang sedang membereskan barang-barangnya. Ia sudah berada di sana sejak 10 menit yang lalu. “Keiraaaa…” panggil Yeeun.“Sabar, sedikit lagi aku akan selesai,” sahut Keira. Ia mempercepat gerakan tangan memasukkan setiap barang miliknya ke dalam tas hitam itu.Merasa sedikit bosan, Yeeun melihat ke arah meja kosong yang berada di tengah-tengah ruangan yanag sangat luas itu. Ia dapat melihat barang-barang yang ada di sana tertata dengan sangat rapi, termasuk beberapa tumpukan laporan yang berada di sisi kiri meja itu.“Keira…” panggil Yeeun untuk yang kedua kalinya.Keira menghela nafas. “Hmmm,” sahut Keira.“Kemana Tuan Walsh? Biasanya jam segini dia masih belum pulang,” tanya Yeeun.Benar, saat ini Yeeun berada di ruangan Navier karena hari ini ia akan pulang bersama Keira. Dan seperti yang ia katakan, meja Navier saat ini terlihat kosong yang mana hal itu merupakan hal yang cukup jarang terjadi.
Pria dengan kemeja merah gelap itu duduk pada salah satu kursi yang ada di meja makan yang cukup panjang itu. Kedua matanya masih belum puas melihat sekelilingnya yang terlihat begitu luar biasa khususnya ornament bergaya Eropa yang begitu indah, membuat ruang makan ini menjadi semakin mewah. Entah sudah berapa lama ia memperhatikan setiap sisi ruangan itu, ia tetap merasa tidak bosan.Tidak lama kemudian seorang wanita dengan pakaian pelayan dan pria dengan pakaian koki berjalan keluar dari dapur. Mereka membawa sebuah kereta kecil yang berisikan berbagai macam hidangan, mereka meletakkan satu persatu setiap makanan itu dengan hati-hati. Dan sebagai penyentuh yaitu sebotol wine merah yang di masukkan di dalam sebuah wadah berisikan es batu.“Tuan Peter, perkenalkan ini koki pribadi saya,” ucap Navier memperkenalkan pria itu.Pria itu menghadap Peter lalu membungkukkan badanya. “Perkenalkan Tuan, saya Castor. Dan malam mini saya menyajikan beberapa jenis makanan Italia dan Perancis. S
KLING!Lonceng kecil yang ada di samping pintu kaca itu berbunyi, menandakan seorang pelanggan yang baru saja masuk ke dalam tempat itu. Aroma kopi dan roti tercium dengan kuat dari dalam sana, membuat siapa saja yang masuk ke sana tergiur. Begitupun dengan pria yang saat ini menjadi pusat perhatian pegawai cafe itu.“Selamat datang Tuan!” sambut mereka secara bersamaan kepada pelanggan pertama mereka.Mereka saat ini sedang berbisik-bisik, melihat pelanggan mereka yang sedang melihat daftar menu yang mereka sajikan. Bagaimana tidak, kalau saat ini mereka mendapatkan pelanggan pertama yang begitu tampan. Terlebih lagi wajah tampan itu yang selama ini hanya dapat mereka lihat dari layar televisi maupun majalah saja. “Saya ingin memesan sepuluh ice coffee dan sepuluh macaron,” pesan Navier.“Baik Tuan, totalnya lima puluh Dollar.”Navier mengeluarkan ponselnya dan melakukan pembayaran via elektronik. Ia terlalu malas mengeluarkan uangnya dari dalam dompet.“Pembayaran anda sudah kami
Tukk... tukk… tukk…Pria dengan baju kaos hitam itu mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja kayu itu. Terdapat beberapa tumpukkan laporan yang menghiasi meja miliknya namun tak satupun dari laporan itu yang berhasil menarik perhatiannya. Mata birunya bahkan tidak tertarik untuk melihat ke arah kertas-kertas itu, sebab pikirannya yang saat ini benar-benar kacau.Selama ini baginya pekerjaan adalah hal yang paling penting di dalam kehidupnya hingga membuatnya mampu untuk berkutat dengan pekerjaan selama berjam-jamnya lamanya. Dan karena hal itu orang-orang menyebutnya sebagai workaholic, gila kerjaNamun saat ini julukan itu seakan-akan telah menghilang darinya dan itu karena satu orang wanita yang telah berhasil mengacaukan pikirannya. Tidak pernah di dalam hidupnya ia merasa seperti ini, ini yang pertama kalinya.Keira Asher.Yah, itulah nama wanita yang telah berhasil mengacaukan dan membuyarkan pikirannya. Tidak pernah sekalipun terlintas kalau wanita itu dapat mempengaruhi pikirinnya
Wanita itu terbaring di atas lantai beralaskan sebuah kardus, mata hazel-nya menatap debu-debu yang berterbangan. Sorot mata itu terlihat begitu kosong, tidak terlihat kehidupan disana seolah-olah jiwanya telah di renggut untuk selamanya. Ia bahkan sudah tidak memperdulikan luka yang menghiasi setiap tubuhnya, begitupun dengan kondisi tempat itu yang begitu kotor dan jauh dari kata layak.Ia bahkan sudah tidak sanggup untuk mengatakan apapun, sudah terlalu banyak kesedihan yang ia simpan di dalam hati hingga membuatnya mulai terbiasa dengan semua kesedihan yang ia rasakan.‘Nanti juga terbiasa.’Dulu ia sama selalu mengelak kata itu, namun sekarang ia telah membuktikan maksud dari kata itu sendiri. Membuktikan jika seberapa menyedihkan dan sakit suatu hal yang kita rasakan dapat menjadi hal yang ‘biasa’ saat kalian sering menghadapi hal tersebut. Hingga sampai ke titik dimana kalian tidak lagi merasakan apapun bahkan kesedihan.Layaknya Keira.BRAK!Pintu itu terbuka dengan keras, nam
BRAK!Navier menendang pintu itu dengan sekuat tenaga, membuat kunci pintu itu hancur dan terbuka dalam sekejap. Ia segera berlari masuk ke dalam rumah itu. “KEIRAAAAAAAA!” teriaknya dengan lantang.Mata birunya melihat ke sekeliling rumah itu. “KEIRAAAA!” teriaknya untuk yang kedua kalinya.Hingga tidak lama kemudian matanya melihat seorang pria paruh baya yang berjalan ke arahnya. Pria itu menatapnya dengan tatapan membunuh, tatapan yang begitu mengerikan. Merasakan bahaya, ia mundur beberapa langkah berusaha menjaga jaraknya dari pria itu.“Siapa kau? Beraninya kau masuk ke dalam rumahku tanpa meminta izin,” ucap Dylan dengan dingin.Navier menatap pria yang berada di hadapannya dari ujung kepala hingga ujung kaki, sebelum sebuah senyuman samar terukir pada bibirnya. “Tuan Asher?”Dylan mengerutkan kedua alisnya saat itu juga. “B-Bagaimana kau bisa tahu namaku?” bingungnya.Perasaan bingung saat ini menyelimuti hatinya. Tidak pernah terpikirkan kalau orang asing yang baru saja mene
Terlihat keramaian yang sedang mengelilingi rumah sederhana itu, juga terdapat beberapa mobil polisi yang tentunya hal itu berhasil merebut perhatian dan mengundnag rasa penasaran tetangga lainnya yang juga tinggal disana. Mereka mulai berbisik antar satu sama lain, mengira-ngira hal mengerikan apa yang telah terjadi di dalam rumah itu. Dan rasa penasaran mereka terjawab saat seorang pria paruh baya dengan baju yang berlumuran darah keluar dari rumah itu dengan kedua tangan yang di borgol bersama dua orang polisi yang berada di sisinya.Melihat hal itu sungguh membuat mereka terkejut bukan main, tidak meyangka kalau pria yang selama ini sangat ramah dan mereka kenal dengan baik merupakan pelaku utama dari kejadian mengerikan ini. Kehebohan pun semakin menjadi-jadi karena tidak melihat anak dari sang pelaku.“P-Permisi… boleh kami tau apa yang terjadi?” tanya salah satu warga kepada polisi.Polisi itu berbalik ke belakang. “Ah, tentu Nyonya. Pelaku telah menyiksa dan mengurung anak kan
Keira menatap langit-langit ruangan yang di dominasi oleh warna putih itu. Pikirannya melayang entah pergi kemana, dengan kedua tangan yang memegang selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Ia lalu mengangkat tangan kanannya ke udara, melihat tangannya yang di hiasi oleh beberapa perban.Sungguh sulit di percaya.Ia tidak menyangka hingga detik ini dirinya masih bertahan, melewati perilaku kejam yang di lakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Bahkan kemarin ia baru saja memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, namun siapa sangka? Kalau saat ini ia sedang bernafas dan terbaring di atas ranjang rumah sakit ini.Perlahan Keira menoleh ke samping kanannya, ia membalik tubuhnya dengan perlahan berusaha untuk tidak menimbulkan suara sedikitpun. Ia melihat Navier yang sedang tidur lelap, ia dapat mendengar nafas Navier yang begitu lembut dan teratur.Yah, ia memang berada di kamar rawat inap yang sama dengan Navier. Yang mana ranjangnya tepat berada di samping ranjang Navier. Tidak pernah terbaya