Awan menyusuri lorong Rumah Sakit Peduli Kasih dengan tergesa-tega, setelah perawat menyebutkan nomor kamar yang di tempati Raya.
Tanpa berfikir panjang dia langsung menghampiri Meisya yang sedang sibuk dengan ponselnya di depan ruang rawat Raya."Bagaimana keadaan Raya?" Tanya Awan tergesa-gesa. Hampir saja dia menerobos pintu ruang rawat Raya jika Meisya tidak segera menghadangnya."Dia sedang tidur. Kau siapa nya Raya? Aku gak pernah lihat kau sebelumnya." Tanya Meisya sambil mengerutkan keningnya. Seingatnya Raya tidak punya saudara atau bahkan teman pria diluar kantor. Jika teman-teman kantor dia sudah pasti mengenalnya.Awan tersadar seketika, dia membuang nafas kasar sebelum menjawab pertanyaan Meisya."Herlambang, dari departemen keuangan." Jawab Awan."Bagaimana dengan Raya? Kenapa dia bisa pingsan?" Tanya Awan kembali, dia benar-benar merasa khawatir sekarang. Jika tidak mengingat ada Meisya disini, mungkin dia akan langsung masuk kedalam."Asam lambung." Jawab Meisya lemas."Asam lambung?""Iya, tapi masih nunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut. Itu anak terlalu gila kerja. Udah aku bilangin makan tepat waktu, masih aja ngeyel. Gak akan makan kalau kerjaan belum rampung. Akhirnya ya begini. Bisa-bisanya setahun ini udah lima kali dia keluar masuk sumah sakit. Cuma ini yang parah, sampai gak sadarkan diri tadi malam." Jelas Meisya. Awan terdiam dengan segala pemikirannya tentang Raya.Drtt... drtt..."Batalkan semua schedule saya hari ini." Ucap Awan langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu orang diseberang sana mengucapkan sepatah kata pun.Meisya menolehkan pandangan ke Awan dengan tatapan menyelidik. Departemen keuangan, tapi kok..."Kamu tidak masuk kerja?" Tanya Awan yang merasa risih dengan keberadaan Meisya disini. Dia tidak akan bisa masuk kedalam jika Meisya terus saja menjadi satpam didepan ruang rawat Raya."Kalok aku kerja siapa yang jagain Raya? Kau? Ogah ya, nanti kau apa-apain pulak anak orang." Ucap Meisya sewot. Meisya seolah memasang radar siaga 1, sebab gerak gerik Awan yang mencurigakan menurutnya.Walau hati nya sedikit dongkol melihat kekeras kepalaan Meisya. Tapi ada juga rasa lega dihatinya. Sepertinya dia bisa mengandalkan Meisya untuk menjaga Raya. Akhirnya dia mengalah dan memilih pergi."Dasar orang aneh." Umpat Meisya setelah Awan pergi meninggalkan tempat itu.Selang waktu setengah jam, tampak Awan kembali datang. Membuat Meisya memutar bola matanya malas."Mau ak ... " Belum sempat Meisya menyelesaikan kata-katanya, Awan sudah menyumpal mulut mulut Meisya dengan gorengan yang di belinya di kantin rumah sakit."Tu, kamu makan yang banyak. Biar kuat kamu jagain Raya." Ucap Awan sambil meletakkan bungkusan makanan di kursi kosong sebelah Meisya. Lalu kembali pergi dari pandangan Meisya."........"Sementara Meisya hanya melongo melihat tingkah Awan barusan, seperti orang terkena hipnotis saja."Kak Mei!" Panggil Raya dari dalam ruang rawatnya."Iya, Ray." Meisya langsung masuk kedalam melihat keadaan Raya."Mau minum." Rengek Raya pada Meisya."Ish... kau ini mengkek kali la. Tinggal ambil ajapun itu disebelah kau." Gerutu Meisya, pasalnya lagi sedang asik dengan bacaan novel onlinenya tapi malah di ganggu Raya hanya untuk ambil minum."Nah." Mesti mengomel dia tetap mengambilkan air minum untuk Raya."Makasih kak Mei yang baik hati, cantik, ramah tamah, tidak sombong, dan rajin menabung. Aamiin." Celoteh Raya."Pande kau muji memang. Udah sehat kau kalok kek gini. Yaudah pulang kita yok." Ajak Meisya."Hahaa... Ayok dengan senang hati." Sahut Raya sambil berpura membenahi barang-barangnya yang berserakan di atas tempat tidur nya. Dia justru senang sekali jika diizinkan pulang beneran.Tokkk!!Satu ketukan renyah dari kepalan tangan Meisya mampir dengan sempurna di kepala Raya. Membuat Raya meringis namun tertawa renyah karenanya."Gadak cerita pulang kau sebelum dapet izin dari dokter. Gak mau aku ya bolos lagi cuma gara-gara jagain kau dirumah sakit ini." Ucap Meisya barbar namun penuh dengan rasa kasih. Raya yang diomelin hanya terkekeh geli melihat ekspresi wajah Meisya."Oh, ya. Tadi pagi ada cowok yang datang jenguk kau, kek panik gitu. Gebetan baru?" Goda Meisya."Siapa?" Tanya Raya heran, pasalnya dia tak merasa punya teman dekat lelaki disini."Herlambang.""Oh... Anak departemen keuangan. Baru kenalan semalam." Jawab Raya jujur."Kok dia bisa tau ya kau masuk rumah sakit?" Tanya Meisya sambil mengupaskan buah apel untuk Raya."Mana ku tau. Kak aku gak mau makan itu." Rengek Raya."Gak usah bandel kau ya. Gara-gara kau aku bolos kerja hari ini. Jadi kau nurut sama ku. Kau makan ini habiskan. Habis itu kau minum obatmu. Kalok gak nurut kau ku tinggal kau disini sendiri nanti malam, biar di kawani suster ngesot." Ancam Meisya yang membuat Raya bergidik ngeri.Raya pun memakan buah apel itu sambil memainkan HP nya. Dia mendapati satu pesan yang belum terbaca dari nomor asing."Hi!""Iya, hi. Dengan siapa?" Balas Raya sopan.Tak perlu menunggu sampai seabad, pesan dari Raya langsung centang biru."Herlambang.""Oh. Kak Mei bilang, tadi pagi kamu kesini? Tau dari mana aku masuk rumah sakit?""Sudah aku bilang, jangan banyak tanya. Ikuti saja alurnya.""Hihii... Kamu ini, udah kaya Delan aja." Balas Raya."Siapa, Delan?""Ishh... Kudet. Ituloh film layar lebar yang menceritakan kisah cinta anak SMA.""Oh.. Gimana?"Tanya Awan tanpa mau melanjutkan kisah si Delan yang mungkin tak akan ada habisnya itu."Apanya?""Ya kamu, udah baikan?""Udah. Tapi gak dikasi pulang sama kak Mei.""Bagus!""Kok gitu?""Ya biar kamu pulih total.""Hihii... Iya.""Besok kalau kakak mu itu gak ada, kabari aku.""Mau apa?""Ya, jagain kamu lah.""Ish... modus.""Cepat sembuh, aku gak semangat kerja kalo gak ada kamu di kantor. *emoticon senyum*"Raya pun ikut tersenyum setelah membaca pesan terakhir dari Herlambang alias Awan. Lalu menyimpan kembali HPnya ke atas meja di samping kasur nya.Brakk!!Tiba-tiba saja pintu ruang rawat Raya terbuka dengan keras, membuat Raya dan Meisya terkejut dan kompak mengalihkan pandangan ke arah pintu."Raya!!"Raya termangu melihat seorang wanita setengah baya yang tujuh tahun terakhir tak pernah ditemuinya. Seorang wanita yang selalu menganggap nya sebagai putri kandungnya. Kini wanita itu berdiri tepat di depan pintu ruang rawat nya. "Ma... mama?" Panggil Raya sambil menitikkan setetes cairan bening di matanya. Seluruh kerinduannya seakan ikut tumpah bersama titikan air yang kian menderas di pelupuk matanya. Wanita yang di panggilnya mama itu langsung mendekati Raya dan memeluk erat tubuh gadis itu. Menghujani wajah gadis mungil itu dengan kecupan-kecupan yang sedikit agresif membuat Raya kewalahan menahan kepalanya agar tak kesana-kemari seperti bola pingpong. Kemudian dia berhenti setelah melihat Raya yang sudah berantakan akibat ulahnya sedang menatapnya bingung. "Mama dikabari sama Bunda, kalau kamu masuk rumah sakit. Kebetulan mama ada acara arisan disini. Jadi mama langsung nyamperin kamu." Jelas mama Awan yang menyadari arti tatapan dari Raya. Tadi pagi setelah dia mendapat izin
Mama Awan menunggu kalimat selanjutnya dari Raya dengan penuh harap. "Dia apa kabar, ma?" Tanya Raya ragu-ragu. Dia penasaran, malu, juga ada rasa takut jika menanyakan kabar Awan sekarang. Dia penasaran, seperti apa rupanya seorang lelaki yang selalu dia rindukan itu. Dia malu, karena harus bertanya langsung kepada mama yang bersangkutan yang notaben nya mengetahui masa lalu mereka. Dia takut, jika dia mendapati kenyataan bahwa sudah ada orang lain yang menggantikan posisinya di hati Awan. "....." Mama Awan kehabisan kata-kata. Dia pikir Raya akan sedikit menyadari keberadaan Awan dalam sosok Herlambang. Ternyata dia berharap terlalu tinggi. Di gedung RK CompanyTampak mama Awan baru saja tiba dan langsung berjalan menuju ke lift setelah disambut oleh Albert di depan pintu utama atas perintah Awan. "Halo, tante. Apa kabar?" Sapa seorang wanita muda dengan mengenakan pakaian kursng bahan. Lelaki hidung belang pasti akan langsung meneteskan liurnya jika melihat wanita itu. "Ngapai
"Papa!" Teriak seorang gadis kecil berusia enam tahun, begitu melihat Awan memasuki pintu utama gedung RK. Sejak pukul tujuh anak itu sudah berada disana, duduk manis di sofa sambil memainkan gadget nya. Sesekali dia melirik ke arah pintu utama menantikan kehadiran Awan disana. Teriakan gadis itu tak dihiraukan oleh Awan, dia terus saja melangkahkan kaki nya hingga akhirnya gadis kecil itu berlari mendekatinya dan memeluk erat sebelah kaki nya. Membuat langkah nya terhenti. "Papa! Kenapa papa tidak mendengarkan ku?" Tanya gadis itu sambil memanyunkan bibirnya dan melepas pelukannya di kaki Awan kemudian menyilangkan kedua tangannya di dada. Awan yang tidak merasa itu adalah dirinya, hanya diam tanpa bereaksi apapun. Kemudian Albert maju ke depan, dan berbicara dengan lembut kepada gadis itu. "Dimana ibu mu?""Disana!" Seru anak itu sambil menunjuk ke arah wanita yang sedang berdiri di depan receptionis. "Ada apa sayang?" Tanya wanita itu mendekat, dan memeluk tubuh mungil putriny
Hari ini adalah pertama Raya masuk kerja setelah cuti tiga hari karena dirinya harus dirawat dirumah sakit. Selama tiga hari itu pula, mama nya Awan selalu menemani dan menjaganya. Hingga menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi dalam diri Raya bahwa Awan akan menerima nya lagi jika saja mereka bertemu. Namun sepertinya Raya harus mengubur dalam-dalam segenap fikirannya itu. Sebab hari ini dia kembali di hadapkan kepada kenyataan yang sangat mengejutkan bathinnya. Herlambang yang perlahan mulai masuk ke dalam hatinya dan diterima dengan baik didalam sana sebagai seorang teman, ternyata adalah Awan. Orang yang selalu dia rindukan dalam tujuh tahun terakhir. Betapa bodohnya dia tidak menyadari ini sejak awal. Memang tampak sedikit perbedaan, Awan yang ada dalam ingatannya adalah seorang anak SMA dengan tubuh sedikit berisi, namun tidak terlalu gemuk, berkulit putih, bentuk wajah oval, dan potongan rambut cepak yang di sisir ke atas gaya khas anak SMA. Sedangkan lelaki yang mengaku b
"Kak!" Panggil Raya saat dia dan Meisya sedang menyantap makan siang mereka di kantin. "Hmm..." "Kira-kira kalo laki-laki udah beristri terus masih care sama kita, itu kenapa ya?" Tanya Raya dengan polosnya. Jelas saja pertanyaannya itu mengusik pendengaran teman-teman sejawatnya yang juga sedang makan di sekitarnya. Meisya buru-buru menghabiskan makanan yang baru saja di masukkannya ke dalam mulut, sebelum dia menjawab pertanyaan dari Raya."Paok kau lah, Ray! Makanya ku bilang dari dulu, mencewek kau. Biar gak bodoh kali jadi orang. Biar ada pengalamanmu sikit menghadapi buaya." Oceh Meisya panjang kali lebar, membuat mereka semua yang ada disitu menertawakan kebodohan dalam pertanyaan Raya. Raya yang tak terima di tertawakan hanya bersungut sambil memajukan bibirnya lima senti meter. Dan kembali melahap makanannya. "Aku kan nanyak loh we. Kalian ini sensi kali sama ku." Jawab Raya dengan menggunakan logat Meisya. Membuat teman-temannya kembali tergelak karena ulahnya. "Makany
Degg!! Tiba-tiba saja jantung Raya seperti mendadak berhenti setelah mendengar pertanyaan Meisya. Sejujurnya dia menginginkan itu adalah berita palsu. Namun mau bagaimana lagi, yang menyampaikan informasi itu adalah orangnya sendiri. Bahkan Awan mengatakan kalau dia tidak memiliki hubungan apapun dengan Raya sekarang. Raya tertawa kecil. dalam hatinya setelah memikirkan ini. Dia sempat merasa diatas angin setelah menghabiskan tiga hari dirumah sakit bersama mama Awan. Dengan segala cerita dan ocehan mama nya seolah mendatangkan kembali kenangannya tujuh tahun yang lalu. Dia pikir semua akan baik-baik saja. Dan dia tinggal menunggu waktu untuk kembali menjalin kasih dengan Awan. Ternyata dia salah. Kenyataan yang dia terima pagi ini benar-benar menghempaskan dia dari udara dengan ketinggian yang mungkin mencapai puncak gunung himalaya diatas permukaan laut hingga kedasar bumi. Namun bukan Raya namanya jika dia tidak bisa menyembunyikan segala kekacauan didalam hatinya dari orang lain
"Ayah?" Panggil Raya heran. Bagaimana ayahnya bisa terdampar di gedung ini. Ayah pun maju dan mendekati putri nya kemudian memasukkan Raya kedalam rangkulannya sambil tangan kanannya mengusap lembut kepala Raya. "Ternyata ini yang buat kamu betah dan jarang sekali mau pulang kerumah?" Goda Ayah sambil mengecup kecil pucuk kepala Raya. "Ishh... Apaan sih, Yah. Mana ada. Aku juga baru ketemu dia disini." Jawab Raya jujur pada ayahnya. "Masak?" Tanya ayah sambil menaikkan kedua alisnya seolah tak percaya dengan jawaban Raya. Raya hanya menjawab dengan anggukan kepalanya. "Eh, ayah kok bisa ada disini? Ayah kok gak ngabari Raya ayah lagi di Bali. Terus ayah nginap dimana tadi malam?" Tanya Raya beruntun membuat Awan dan Ayah terkekeh geli melihatnya. Ayah semakin mengeratkan rangkulannya pada anak gadisnya ini, sebab selain gemas dengan kelakuannya dia juga sangat merindukannya. Jika saja Awan tidak mengabari mereka kalau dia bersama Raya dan berjanji akan selalu mengawasinya. Mungki
'Datang ke ruanganku sekarang juga.' Awan mengirim pesan kepada Raya. Sebab sudah beberapa kali dia mengirim Albert untuk memanggilnya, namun tak diindahkan oleh Raya. Rasanya dia ingin menghampiri Raya sekarang juga dan menyeretnya kedalam ruangannya. Namun dia sedikit malu mengingat tak sedikit karyawannya yang melihat peristiwa sepatu terbang dua hari yang lalu. Bagaimana pun juga dia adalah CEO disini, tentu dia tetap harus menjaga imagenya. Terlebih seluruh karyawan sudah menamainya dengan CEO galak. Satu jam sudah dia menunggu balasan pesannya tapi tak kunjung ada. Hingga kesabarannya untuk menunggu sudah habis. Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Raya. Drttt... drttt... drttt... "Mau apalagi sih ini CEO galak! Gak mutu banget, udah punya binik juga masih doyan aja gangguin orang."Omel Raya begitu melihat nama Herlambang terpampang di layar handphone nya."Ah, aku lupa mengganti nama manusia ini. Ganti jadi apa ya?" Ucap Raya sambil meletakkan satu jari nya di dagu da