Kenano tidak habis pikir dengan ibunya tersebut. Apa susahnya menerima seorang Arsan? Toh dia baik?
“Apalagi yang dibutuhkan? Bukannya bertanggung jawab lebih dari pada segalanya? Ah, Mama memang sangat payah.” Zahwa tertawa mendengar celoteh anaknya. Ya, Keano memang lebih dapat berpikir dewasa dari pada usianya. Kekerasan hidup yang ditunjukkan oleh Zahwa dan didikannya untuk mandiri membuat Keano dapat berpikir lebih logis dan lebih bijak dari pada usianya.
“Kau tidak mengenal mama ternyata.” Keano memicingkan matanya.
“Are you kidding? I know you very well enough. Sembilan bulan lebih dalam perutmu, dilanjut sepuluh tahun? Masih sanksi untuk mengakui bahwa aku sangat memahami, Mama?” Keano menyenderkan tubuhnya di dinding, sedangkan Zahwa mengambil kemoceng untuk membersihkan ruangan.
“Aku bantu.” Zahwa memberikan kemoceng itu. Wanita itu m
“Apalagi yang dibutuhkan? Bukannya bertanggung jawab lebih dari pada segalanya? Ah, Mama memang sangat payah.” Zahwa tertawa mendengar celoteh anaknya. Ya, Keano memang lebih dapat berpikir dewasa dari pada usianya. Kekerasan hidup yang ditunjukkan oleh Zahwa dan didikannya untuk mandiri membuat Keano dapat berpikir lebih logis dan lebih bijak dari pada usianya.“Kau tidak mengenal mama ternyata.” Keano memicingkan matanya.“Are you kidding? I know you very well enough. Sembilan bulan lebih dalam perutmu, dilanjut sepuluh tahun? Masih sanksi untuk mengakui bahwa aku sangat memahami, Mama?” Keano menyenderkan tubuhnya di dinding, sedangkan Zahwa mengambil kemoceng untuk membersihkan ruangan.“Aku bantu.” Zahwa memberikan kemoceng itu. Wanita itu memang terbiasa bersih-bersih pada malam hari kalau tidak lelah. Keano selalu membantunya. Zahwa mengambil sapu dan juga p
Zahwa melaju ke ruang rapat. Dia memberikan semua bahan yang tadi sudah diperbanyak ke semua meja. Setelah semuanya selesai, dia mengembuskan napas lega. Datanglah orang pertama. Biasanya Arsan akan datang tepat setelah dia masuk ruangan rapat dan membantunya. Tapi hari ini tidak ada dia. Maka yang datang adalah Angkasa. Dia seorang Direktur Pemasaran yang juga care dengan Zahwa. Bedanya lelaki itu hanya menyukai Zahwa karena jinerjanya saja, tidak ada embel-embel ingin memiliki seperti Arsan. “Ah, Zahwa. Kau selalu sempurna melakukannya. Masih butuh bantuan?” tawar Angkasa. “Pak Angkasa, kuanggap itu pujian. Belum ada yang harus Bapak bantu. Jika ada, hanya doakan saya tidak grogi sehingga melakukan kesalahan fatal.” Angkasa tertawa renyah mendengarnya. Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari dirinya itu duduk di barisan kursi depan. Ruang rapat itu berbentuk later U. Angkasa duduk di sebelah kiri, paling dekat dengan LCD.
Zahwa melaju ke ruang rapat. Dia memberikan semua bahan yang tadi sudah diperbanyak ke semua meja. Setelah semuanya selesai, dia mengembuskan napas lega. Datanglah orang pertama. Biasanya Arsan akan datang tepat setelah dia masuk ruangan rapat dan membantunya. Tapi hari ini tidak ada dia. Maka yang datang adalah Angkasa. Dia seorang Direktur Pemasaran yang juga care dengan Zahwa. Bedanya lelaki itu hanya menyukai Zahwa karena jinerjanya saja, tidak ada embel-embel ingin memiliki seperti Arsan.“Ah, Zahwa. Kau selalu sempurna melakukannya. Masih butuh bantuan?” tawar Angkasa.“Pak Angkasa, kuanggap itu pujian. Belum ada yang harus Bapak bantu. Jika ada, hanya doakan saya tidak grogi sehingga melakukan kesalahan fatal.” Angkasa tertawa renyah mendengarnya. Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari dirinya itu duduk di barisan kursi depan. Ruang rapat itu berbentuk later U. Angkasa duduk di sebelah kiri, paling dekat dengan LCD.Zah
Melihat Andra yang tidak tepuk tangan, moderator mennayakan apakah yang harus diperbaiki dari presentasi hari ini. “Tidak ada. Mungkin bisa ditutup dan melakukan langkah selanjutnya.” Andra memilih untuk mengakhrinya karena dia sudah sangat penasaran dengan siapa sosok wanita di depannya? Akhirnya mereka bubar. Damian masih terpaku di tempatnya, sampai sebuah telepon mengekutkannya. Lelaki itu keluar dari ruangan.“Zahwa, kau melakukannya dengan sangat bagus.” Angkasa memberikan selamat dan menjabat tangannya.“Ah, ini berkat bantuan dari tim. Sekarang setelah ini tinggal bagian Bapak yang mengeksekusi.” Angkasa setuju. Mereka berbincang bersama, sampai sebuah telepon masuk dan menderingkan ponsel Zahwa.“Iya, Ibu. Dengan saya sendiri.” Angkasa pamit untuk meninggalkan Zahwa terlebih dahulu. Dia tidak mau menguping privasi Zahwa. Wanita itu mengangguk dan mempersilakan Angkas untuk meninggalkannya.“Oh
“Oh, baiklah jika begitu. Kita bertemu di pengadilan!” Zahwa bangkit dan menarik tangan putranya. Dia baru melepaskan setelah sampai di parkiran. Wanita itu membukakan pintu untuk sang putra. Sedangkan Damian hanya diam dan memandang punggung wanita itu meninggalkan kafe itu.“Masuk, Sayang.” Zahwa berputar untuk sampai di ruang kemudi. Mereka melaju dalam diam sampai Keano buka suara.“Ma, Keano nggak salah. The spoiled child who went ahead, Ma.” Kenao terlihat mmbela diri.“Mama tahu. Makanya membelamu.” Zahwa tersenyum untuk menyembunyikan kegundahannya. Bukan, bukan dia tidak tahu. Dia tidak mau lagi bermasalah dengn keluarga Dawson. Dia sangat paham putranya tidak bersalah. Keano adalah anak yang sangat patuh dan dewasa. Tidak mungkin dia membuat masalah jika tidak didahului.“Ma, lebih baik aku minta maaf saja sama mereka. Dari pada ha
Esok harinya berjalan seperti biasa. Keano sekolah dan Zahwa ke kantor. Di sekolah, Keano lebih banyak diam dan bermain di lapangan. Malas banget harus berurusan dengan Gladis. Walaupun kemarin sudah ada pertemuan antara dirinya bahkan para orang tua, tapi wanita itu tetap saja mengganggunya.“Keano!” Lelaki kelas lima itu menoleh ke arah sumber suara.“Ada apa Alicia?” Keano membiarkan bolanya pergi. Dia mendekati gadis itu ke pingir lapangan. Lelaki itu meraih botol air mineral yang disodorkan oleh Alicia. Ya, Alicia dan Keano berteman sejak masih TK.“Gue denger Lo dan Gladis berantem lagi?” Keano tersenyum kecut sambil menutup botol air mineral itu.“Biasa anak manja.” Alicia menoleh ke arak Keano yang baru saja duduk di dekatnya dengan kaki yang diluruskan.“Emang, ya? Gadis itu pingin tah, ihhh ... gue bener-bener gedeg banget lihat tuh anak sok kaya sendiri.” Keano hanya menggidigka
“Ganteng buat apa kalau jutek?” Zahwa berjalan mendahului Ingrid. Dia langsung berjalan jenjang menuju ke lift. Dada Zahwa sangat kencang berdetak mendengar Andra yang memanggilnya. Bukan karena dia takut ditegur tentang dirinya yang tidak menunduk. Namun lebih dari pada itu. Dia takut jika Andra mengenalinya.“Za, Lo dipanggil Pak Andra ‘kan? Kenapa masih di sini?” Ingrid yang tertinggal di belakang sudah sampai di kubikelnya.“Hufff, gue nggak akan datang. Ya kali karena gue nggak mau nunduk dia jadi hukum? Gila hormat banget dia.” Zahwa menolak untuk ke ruangan Andra. Jujur dia ingin resign, akan tetapi ini sangat menyesakkan dada. Jika dia mengenalinya, maka secara otomatis dia akan lari kembali. Tidak mau lagi berurusan dengan keluarga Dawson.“Ih, berani banget kamu menolak si ganteng. Dia ‘kan bos kita, Za. Suka-suka dia mau ngapain aja. Kita sebagai bawahan tinggal nurut. Kau ‘kan bisa minta maaf sama dia.” Zahwa mengedikkan
Zahwa menarik napasnya sehalus mungkin agar tidak terdengar oleh lelaki itu. “ Ah-e, anu mana mungkin saya berarani, Pak.” Zahwa sudah tidak tahu bagaimana harus bersembunyi. Jika mungkin, kali ini dia akan berlari ke hutan Amazon sehingga tidak ada satu pun yang dapat menemukannya.“Zahwa Almira, kau tidak ingat padaku, Ra? Ke mana selama ini? Aku mencarimu ke semua tempat. Tapi jejakmu menghilang. Kenapa?” Zahra menelan air ludahnya sangat susah. Dia membetulkan kaca mata tebalnya. Dia tidak percaya jika Andra mengenalinya.“Aku tidak ke mana-mana. Kontrakku dengan Media Tour habis jadi pulang kampung,” bohong Zahra.“Aku mencarimu ke Semarang. Tapi tidak pernah kau kembali.” Zahwa mati kutu. Dia tidak bisa beralasan lagi.“Apa kau sengaja menghilang? Kenapa? Kakakku sudah menodaimu, seharusnya dia bertanggung jawab. Tapi kau memilih menghilang.