❤️❤️❤️
Setelah selesai makan malam, aku pun memilih masuk kamar untuk melanjutkan pekerjaan yang belum rampung tadi di kantor. Aku tidak mengerti kenapa Farid masih menganggap apa yang kukerjakan tetap tidak sesuai dengan keinginannya.
“Kenapa, sih, dia selalu mencari kesalahanku? Ini salah, itu salah. Apa yang kukerjakan semua dianggap salah. Dia itu seperti singa yang ingin m e n e r k a m mangsanya.” Aku menggerutu sambil mencoba memeriksa di mana letak kesalahan pekerjaanku.
“Di mana ada singa?” Aku terkejut mendengar suara laki-laki yang selalu membuatku kesal. Kenapa dia secepat ini masuk kamar? Biasanya juga masih asyik menyaksikan acara televisi favoritnya.
“Singa apaan?” Aku berusaha untuk mengelak.
“Tadi aku dengar kamu sebut singa.” Ternyata pendengarannya dapat diandalkan.
“Nggak, kok. Mungkin kamu salah dengar.” Seperti biasa, aku selalu berusaha membela diri.
“Terserah, deh. Aku capek, mau istirahat.” Dia pun menghempaskan tubuh di tempat tidur.
Dasar laki-laki tidak memiliki perasaan. Dia hanya memikirkan diri sendiri. Bisa-bisanya dia istirahat, sedangkan aku masih harus berjuang untuk menyelesaikan apa yang diiginkan olehnya. Sampai kapan aku tetap bertahan menghadapi Farid?
Aku membayangkan, seandainya memiliki suami yang benar-benar mencintaiku ... mungkin saat ini, aku tidak akan berada di tempat ini. Ternyata kadang kenyataan tidak seindah harapan. Itulah yang terjadi sekarang.
“Kamu kenapa selalu menolak cowok yang menaruh hati padamu, Key?” Alea sejak dulu sangat sering menanyakan hal itu kepadaku.
“Aku nggak ngerti, Al. Entah kenapa sejak berpisah dengan Kenzo, hatiku tertutup untuk laki-laki lain.” Aku dengan jujur memberikan alasan kepada Alea karena dia adalah sahabat terbaikku.
“Untuk apa lagi, sih, mengingat laki-laki itu? Udah jelas banget kalau dia nggak ingat kamu lagi.” Alea selalu menyalahkan Kenzo.
Kenzo Alghifari adalah sahabatku saat SMP hingga SMA kelas satu. Namun, kami harus berpisah karena keluarganya memilih pindah ke kota Bandung. Dia meninggalkan aku yang masih tetap setia di kota kelahiranku, Tanjungpinang.
Sebenarnya, kami berdua tidak memiliki ikatan yang istimewa, tetapi aku dan Kenzo saling peduli dan perhatian satu sama lain. Sikap yang ditunjukkan kepadaku membuat diri ini merasa kalau laki-laki itu menyimpan perasaan lebih.
Akan tetapi, ternyata yang kupikurkan tidak sesuai dengan kenyataan. Setelah kami berpisah, Kenzo tidak pernah lagi menghubungiku. Sejak saat itu, aku menutup hati untuk laki-laki lain hingga tidak pernah memikirkan untuk menikah walaupun usia tidak muda lagi.
“Kamu kerja atau ngelamun?” Aku sangat terkejut mendengar suara Farid. Saat aku sedang memikirkan laki-laki lain, dia tiba-tiba menghancurkan lamunanku.
“Kamu ngagetin aku.” Aku kembali fokus pada kertas dan laptop yang ada di depanku.
“Bukannya kerja, malah bengong.”
“Iya, aku lanjutin lagi, nih. Oh, ya … kenapa kamu terbangun?” Aku tidak mengerti kenapa Farid tiba-tiba terbangun.
“Aku mimpi buruk.”
“Mimpi apaan?” Aku penasaran.
“Mimpi ketemu kamu.”
Aku tidak tahu apakah harus kesal atau bahagia. Satu hal yang membuatku ingin tertawa adalah, walaupun Farid tidak menganggapku sebagai istri, tetapi ternyata aku mampu memasuki alam bawah sadarnya. Ini benar-benar lucu.
“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” Ternyata dia menyadari senyumanku.
“Nggak apa-apa.”
“Jangan bilang kalau kamu bahagia karena berhasil masuk dalam mimpiku.”
“Kamu baperan banget, sih. Udah, ah, aku mau lanjut kerja lagi.” Aku pun mengakhiri pembicaraan dengannya. Dia kembali terpejam, lalu menutup tubuhnya dengan selimut.
Sementara aku harus tetap berkutat dengan pekerjaan yang menguras pikiran. Aku berharap, setelah menyelesaikan apa yang diminta Farid, tidak ada lagi kesalahan seperti sebelumnya.
❤❤❤
Aku tidak menyadari kalau ternyata pagi telah kembali menyapa. Aku bingung karena sekarang sedang berada di tempat tidur. Padahal sesuai dengan perjanjian saat awal menikah dua bulan yang lalu, aku harus tidur di sofa, sedangkan Farid di ranjang.
Akan tetapi, kenapa kali ini berbeda dari biasanya? Siapa yang memindahkan aku ke tempat tidur? Aku sangat ingat tadi malam masih sibuk menyelesaikan pekerjaan yang diinginkan Farid. Apa mungkin laki-laki itu yang melakukan ini kepadaku?
Aku harus menepiskan pikiran itu. Tidak mungkin seorang Farid yang berhati dingin tiba-tiba menunjukkan perhatian kepada wanita yang tidak dia cintai. Aku tahu selama ini, dia hanya ingin mempersulit keadaanku.
“Kamu udah bangun?” Seperti biasa, Farid selalu berhasil membuatku terkejut. Dia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kaus putih dan celana panjang hitam.
“Aku ….” Aku tidak tahu harus berkata apa setelah melihat Farid pagi ini. Aku pun beranjak dari tempat tidur, lalu menuju kamar mandi.
“Mandinya yang cepat, pagi ini ada klien yang ingin bertemu.” Aku mendengar suara Farid.
Aku sangat kesal kalau mengingat sikap yang ditunjukkan Farid. Dia selalu saja mengatur kehidupanku. Harus inilah, harus itulah. Dia seolah-olah tidak ingin melihatku bersantai walaupun hanya sebentar saja.
Sikapnya di rumah dan di kantor tetap sama. Kadang aku berpikir, apa mungkin Farid sengaja melakukan semua itu kepadaku agar segera menjauh darinya? Jika itu memang benar, haruskah aku memilih untuk mengakhiri hubungan ini?
“Lama banget mandinya. Ayo cepetan!” Aku mendengar teriakan Farid.
“Aku udah siap, nih, mandinya. Kamu keluar dulu, aku lupa bawa baju ganti!” Aku pun membalas teriakannya.
“Ini kamarku! Siapa yang memberikan hak padamu untuk mengusirku dari kamarku?” Jawaban yang Farid ucapkan benar-benar membuatku makin kesal.
“Aku nggak mungkin keluar dari sini hanya mengenakan handuk!”
“Ya, udah … aku keluar. Aku tunggu di meja makan!” Aku merasa lega setelah mendengar balasan darinya, dia bersedia keluar. Aku pun membuka pintu kamar mandi perlahan lalu melangkah memasuki kamar.
Aku segera mengenakan pakaian untuk ke kantor, lalu setelah itu segera berjalan keluar menuju meja makan. Kedua mertuaku, Farid, dan Nayla—adik bungsu Farid, telah menikmati sarapan. Aku merasa bersalah karena bangun kesiangan.
“Pagi, Pih, Mih, dan Adikku.” Aku memegang pundak Nayla, kami berdua pun saling mengembangkan senyuman.
“Pagi, Sayang. Ayo sarapan dulu baru pergi ngantor.” Mami mertua selalu bersikap manis kepadaku. Sikapnya tersebut membuat aku luluh hingga kadang lupa dengan apa yang Farid lakukan.
Seperti biasanya, aku menikmati sarapan pagi ini bersama keluarga Farid. Setelah itu, aku dan Farid berpamitan, lalu kami menuju mobil yang telah terparkir di depan rumah. Terus terang, hati ini masih penasaran kenapa tadi aku berada di tempat tidur.
“Aku boleh nanya, nggak?” Aku membuka pembicaraan setelah berada di mobil, dan kami sudah meninggalkan rumah orang tua Farid.
“Mau nanya apa?” Seperti biasa, nada bicara Farid tidak pernah lembut.
“Kenapa saat bangun tadi, aku di tempat tidur?” Akhirnya aku menanyakan apa yang ada dalam pikiran.
“Mana kutahu. Mungkin kamu sengaja mengusirku karena d e n d a m.” Dia memberikan alasan yang tidak masuk akal.
“D e n d a m kenapa?”
“Hanya kamu yang tahu.”
Aku masih berpikir keras dengan apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa aku berada di tempat tidur tadi saat bangun? Aku melirik ke arah Farid, tiba-tiba pandanganku tertuju pada lehernya, terdapat goresan seperti bekas cakaran. Ada apa dengan Farid?
==============
❤️❤️❤️Aku ragu untuk menanyakan apa yang terjadi terhadap Farid. Aku dapat membayangkan jawaban apa yang akan dia berikan. Selama ini, dia hanya berusaha menyalahkan wanita yang tidak diharapkan ini. Mungkin sebaiknya aku tidak perlu bertanya tentang goresan yang ada di lehernya.“Kenapa lihatin aku? Merasa bersalah?” Ternyata Farid menyadari lirikanku.“Merasa bersalah? Maksudnya apa?” Aku tidak mengerti dengan apa yang dia ucapkan.“Kamu nggak ingat dengan apa yang kamu lakukan padaku?” Aku makin bingung.“Apa yang kulakukan padamu?”“Kamu benar-benar nggak ingat?”Aku berusaha mengingat apa yang terjadi tadi malam. Ya, aku menyelesaikan pekerjaan yang diinginkan Farid. Setelah itu aku tidak mengingat apa-apa lagi. Namun, satu hal yang paling membingungkan adalah ketika aku terbangun, kenapa di tempat tidur Farid?“Aku nggak ingat. Ada apa sebenarnya?” Aku makin penasaran.Farid tiba-tiba menghentikan kendaraan roda empat miliknya di tepi jalan. Entah apa yang dipikirkan laki-laki
❤️❤️❤️Aku tidak mengerti kenapa Farid selalu saja ingin menyakiti dan menyalahkanku. Mengingat sikap yang dia tunjukkan selama ini, ingin rasanya menyudahi hubungan di antara kami. Mungkin dia tidak tahu bahwa aku tetap bertahan menjadi istrinya, itu semata-mata karena mengingat perhatian dan kebaikan keluarganya.Farid berdiri dari tempat duduknya, lalu menghampiriku. Dia menatapku sangat dekat sambil memegang kuat lenganku. Entah apa yang ada dalam pikiran laki-laki itu. Dia benar-benar membingungkan.“Jawab pertanyaan saya!” Farid kini telah membuatku kesal, lenganku terasa sakit.“Itu pertanyaan yang tidak perlu untuk dijawab.” Aku tetap tidak ingin memberitahukan tentang Kenzo kepadanya.“Apa kamu benar-benar ingin menguji kesabaran saya?” Farid makin kuat m e n c e k a l lenganku.“Sakit, Pak. Lepasin!” Aku berusaha menjauhkan tangannya dari lenganku, tetapi tidak berhasil.“Saya tidak akan lepasin sebelum kamu jawab pertanyaan saya! Siapa Pak Kenzo untuk kamu?” Dia kembali men
❤️❤️❤️Aku menunduk karena tidak sanggup melihat tatapan Farid. Dia tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Dia selalu mampu membuatku merasa ketakutan jika menyaksikan perubahan di wajahnya. Jantungku berdetak lebih kencang.“Siapa teman yang dimaksud Alea?” Begitu pertanyaan yang dia lontarkan kepadaku.“Teman siapa?” Aku memberikan jawaban sambil tetap menunduk.“Teman yang meminta nomor ponselmu.”“Nggak ada.”“Jangan bohong. Tadi kamu terkejut, dan menyindirku. Lihat aku!” Dia menaikkan suara satu oktaf, kemudian mengangkat wajahku.“Aku nggak bermaksud menyindirmu, itu kenyataan. Aku dan kamu tahu kalau pernikahan kita terjadi bukan karena cinta.” Aku tiba-tiba tidak bersikap formal lagi kepadanya seperti biasa kalau sedang berada di kantor.“Jadi, menurut kamu kalau menikah tanpa cinta, kamu bebas memberikan nomor ponsel kamu ke semua orang?” Farid makin mendekatkan wajahnya.“Bukan aku yang kasih, tapi Alea.”“Itu artinya kalau kamu dekat dengan orang itu. Siapa dia?” Dia kemb
🏵️🏵️🏵️ Aku tidak dapat mengelak sekarang, karena ponsel masih berada di dekat telingaku. Farid berjalan makin mendekat ke arahku, tatapannya sangat tajam, seperti orang yang ingin melampiaskan kemarahan. Tidak tahu apa yang akan laki-laki itu lakukan sekarang. Aku pun berdiri lalu segera mengakhiri panggilan masuk dari Kenzo, kemudian memasukkan ponsel ke laci meja kerja. Aku berharap agar Farid tidak bertanya tentang siapa yang telah meneleponku. Kalau sampai dia tahu, entah apa yang akan dia katakan. “Kamu mengabaikan telepon dariku? Sesibuk apa kamu?” Farid mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Aku ....” “Apa yang kamu lakukan, Key? Kamu mengabaikan telepon dari suamimu hanya karena sedang menerima telepon orang lain? Kamu pikir aku tidak menyadari kalau kamu sedang menelepon tadi!” Farid berbicara kepadaku sangat keras. “Kenapa kamu selalu membentakku?” Aku sangat sedih mendengar hardikannya. “Kamu yang memaksaku berbuat seperti itu.” “Kamu tidak mengerti dengan apa yang kur
🏵️🏵️🏵️ “Maaf, kali ini aku tidak akan menjawab pertanyaanmu. Kamu nggak perlu tahu siapa laki-laki yang aku cintai.” Aku menolak menjawab pertanyaannya. “Kalau kamu mencintainya, kenapa kamu tidak menikah dengannya?” “Itu yang akan aku lakukan jika kamu mengakhiri hubungan kita. Ceraikan aku, Rid.” Kata perpisahan itu dengan mudah keluar dari bibirku. Farid tiba-tiba menepi lalu menghentikan mobilnys. “Apa yang kamu katakan, Key? Permintaan apa ini?” Dia memegang kedua lenganku. “Bukankan kamu akan bahagia jika kita berpisah? Kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu tidak mengharapkan diriku.” Aku selalu mengingatkan apa yang pernah dia ucapkan. “Aku nggak akan menceraikanmu.” Kalimat itu membuatku tidak mengerti dengan apa yang Farid pikirkan saat ini. “Mau kamu apa? Aku mohon, jangan siksa aku seperti ini. Kita tidak mungkin bertahan dengan hubungan palsu ini.” “Hubungan kita tidak palsu. Pernikahan kita sah di mata agama maupun hukum.” “Tapi hubungan yang kita jalani tida
🏵️🏵️🏵️ “Makanya jangan ngeyel. Aku udah minta kamu tidur di sana, eh, malah diam aja.” Farid menunjuk ke arah tempat tidur. “Tapi nggak harus dengan cara kasar. Kamu selalu saja ingin menyakitiku.” Farid pun duduk di sofa. Sementara aku langsung berdiri lalu melangkah hendak menuju tempat tidur. Akan tetapi, sebelum aku jauh melangkah dari hadapan Farid, dia meraih tanganku. Aku pun berhenti. “Aku minta maaf, Key.” Sungguh, aku tidak mengerti dengan sikapnya. “Untuk apa minta maaf? Bukannya kamu ingin selalu menyakitiku dari awal kita menikah? Aku tahu kalau kamu sengaja melakukan itu karena kamu tidak mengharapkanku. Kamu nggak perlu melakukan itu lagi, aku sudah ikhlas jika harus berpisah denganmu.” Aku makin yakin untuk mengakhiri hubungan kami karena saat ini Kenzo telah kembali. Tiba-tiba Farid menarikku hingga terduduk di sampingnya. “Kenapa kamu harus mengucapkan kata perpisahan padaku? Aku akan mengingatkan kamu kalau aku tidak akan menceraikanmu. Ingat itu.”
🏵️🏵️🏵️ “Waktu kamu tertidur malam itu di meja kerja, aku menggendongmu ke tempat tidur ini. Tapi kamu meronta hingga kukumu mengenai leherku.” Akhirnya, Farid memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi malam itu. Aku merasa terharu mendengar penjelasan Farid. Ternyata sebelum aku dan dia bertemu Kenzo, dirinya sudah menunjukkan perhatian. Namun, aku justru tidak menyadari apa yang dia lakukan. Kuku panjangku telah melukai leher Farid, tetapi dia tidak memberitahukannya saat itu kepadaku. Selama ini, aku menganggap kalau dia hanya berusaha untuk menyakiti dan melukai perasaanku, ternyata pemikiran itu salah. “Aku tidur di sofa aja,” ucapku mengalihkan pembicaraan lalu melepaskan genggamannya. “Nggak boleh. Kamu tetap tidur di sini. Biar aku aja yang tidur di sana.” Dia melihat ke arah sofa. “Jangan. Tadi kamu bilang nggak nyaman.” “Nggak apa-apa. Aku akan belajar.” “Aku nggak mau. Biarkan aku tidur di sofa.” Aku masih tetap bersikeras. Tiba-tiba Farid menarik tubuhku dal
🏵️🏵️🏵️ Jika ada yang bertanya bagaimana perasaanku saat ini, aku tidak akan mampu memberikan jawaban. Di satu sisi, Farid suamiku. Sementara di sisi lain, sang pujaan hati kini ada di depan mata. Kenapa Farid dan Kenzo harus datang bersamaan? Aku sangat tahu kalau Farid tidak menyukai Kenzo semenjak dia mengetahui bahwa laki-laki itu orang yang aku cintai. Yah, walaupun sampai detik ini, aku tidak mengerti kenapa Farid mengetahui kenyataan itu. “Pak Kenzo di sini juga.” Farid mengembangkan senyumnya di depan Kenzo. “Iya, Pak. Saya ingin bertemu teman lama. Tapi ternyata teman yang lain di sini juga.” Kenzo melihat ke arahku. “Pak Kenzo mengenal mereka berdua?” Farid melihat ke arahku dan Alea. “Iya, Pak. Kami sudah lama saling mengenal.” Kenzo telah membuka kebenaran, padahal sebelumnya Farid tidak tahu kalau aku dan Kenzo merupakan sahabat lama. “Ooo … ternyata sahabat lama. Tapi waktu Pak Kenzo bertemu Keyra di kantor saat itu, tidak menunjukkan kalau kalian sahabat lama.”