Share

CEO Tampan itu Suamiku
CEO Tampan itu Suamiku
Penulis: Nova Irene Saputra

Perasaan Keyra

❤️❤️❤️

“Dasar nyebelin!” gerutuku di dalam ruangan kerja.

Aku sangat kesal kepada laki-laki yang berada di samping ruangan kerjaku di kantor. Aku tidak mengerti kenapa harus berstatus menjadi istrinya. Hati pria itu keras seperti baja, dingin bak batu es. Terus terang, awalnya aku sama sekali tidak pernah berharap untuk menjadi pendamping hidupnya.

Hampir setiap hari sikapnya selalu membuatku ingin mengacak-acak rambutnya. Seenaknya dia memberikan perintah kepadaku seperti karyawati lainnya. Tidak adakah sedikit terlintas di benaknya kalau aku ini adalah istrinya?

Istri? Kenapa tiba-tiba aku merasa geli membayangkan kata itu? Sejak kapan aku setuju dan ikhlas menerima dirinya sebagai suamiku? Tidak sama sekali. Menikah dengannya adalah hanya semata-mata karena ingin bebas dari perjodohan yang direncanakan Papa dan Mama.

“Kamu harus menikah dengan Rama. Dia pasti akan memberikan segalanya untukmu.” Papa memaksaku beberapa bulan yang lalu untuk menikah dengan tuan tanah yang ada di desa tempat tinggalnya.

“Key nggak mau, Pah. Laki-laki itu lebih pantas menjadi ayah untuk Key.” Aku dengan yakin menolak permintaan Papa.

“Jika kamu tidak bersedia menikah dengan Rama, Papa kasih kamu waktu dua bulan agar segera menikah. Ingat, umur kamu tidak muda lagi. Kasihan adik kamu harus menunggu kakaknya duduk di pelaminan. Kamu tahu sendiri kalau dia sudah berencana menikah dengan pasangannya.” Papa panjang lebar memberikan penjelasan yang membuatku bingung.

“Tapi, Pah … Key nikah sama siapa?” Aku tidak terima dengan keputusan Papa.

“Kok, nanya Papa? Atau kamu mau tetap menikah dengan Rama saja?” Papa kembali menyebut nama laki-laki yang usianya terpaut dua puluh tahun dariku.

Siapa juga yang bersedia menjadi istri untuk duda yang bernama Rama? Aku benar-benar tidak dapat membayangkan harus hidup dengan laki-laki yang pantas menjadi ayahku. Papa sangat tega terhadap putri sulungnya ini.

Aku pun bingung harus menikah dengan siapa. Bagaimana mungkin dalam waktu dua bulan ini, aku mampu menemukan laki-laki yang bersedia mengajakku bersanding di pelaminan? Sudah bertahun-tahun lamanya, aku tidak memikirkan yang namanya kekasih.

Kriiing! Kriiing!

Suara telepon di meja kerja selalu berhasil mengagetkan diriku. Entah kenapa benda itu sering mengeluarkan suara saat hati ini sedang gundah gulana. Ingin rasanya menempatkannya di tempat yang jauh dariku supaya terbebas dari bunyi yang dikeluarkan.

Aku pun meraih gagang telepon lalu mengangkatnya. “Halo.” 

“Ke ruangan saya sekarang!” Ternyata makhluk menyebalkan itu kembali memerintah diriku. Siapa lagi kalau bukan Farid, laki-laki yang berstatus sebagai suamiku.

“Baik, Pak.” Aku pun menutup telepon lalu melangkah menuju ruangannya.

“Maksudnya apa, nih?” Farid melemparkan berkas yang tadi aku serahkan kepadanya dengan kasar.

“Ada apa, Pak?” tanyaku penasaran.

“Lihat kerjaan kamu, nggak ada yang benar! Kamu bisa kerja, nggak?” Pertanyaannya membuatku ingin berbuat kasar kepadanya.

Aku sudah mengerjakan apa yang diminta tadi pagi, tetapi tidak tahu kenapa laki-laki itu justru menganggap pekerjaanku tidak benar. Farid selalu saja membuatku kesal dan tidak mengerti apa yang dia pikirkan. Dia sungguh menyebalkan.

“Tapi saya sudah menyiapkan semua yang Bapak minta.” Aku tetap berusaha membela diri.

“Siap apa seperti ini? Siap untuk dibuang?” Kalimatnya membuat dadaku terasa sesak. Apa yang kulakukan tidak dihargai sama sekali.

“Saya minta maaf, Pak. Izinkan saya memeriksanya kembali.” Aku pun mengambil berkas tersebut lalu meminta izin keluar dari ruangan Farid.

Dasar suami tidak punya perasaan, tahunya memerintah dan membentak saja. Salahku apa harus menikah dengan laki-laki seperti dia?

❤❤❤

“Key, aku ada kabar gembira, nih,” ucap Alea, dua bulan yang lalu. Dia merupakan sahabat terdekatku sejak duduk di bangku SMA.

“Kabar apaan?” tanyaku ingin tahu.

“Saudari papaku lagi cari menantu.” Alea dengan semangat memberikan kabar tersebut.

“Apa hubungannya denganku, Al?” tanyaku saat itu.

“Jelas ada, dong. Bukannya kamu cerita mau cari pendamping hidup karena desakan orang tua?” Alea mengingatkan kepedihanku kala itu.

“Oh, iya … aku hampir lupa, Al.”

“Kamu nggak bakalan kecewa, deh. Dia kakak sepupuku, cakep.”

“Tapi dia mau, nggak, nikahin aku?” Aku ragu dengan rencana Alea.

“Tenang aja. Semua bisa diatur. Dia sudah janji tidak akan menolak jika dicarikan jodoh untuknya. Tapi ….” Alea tiba-tiba menjeda.

“Tapi kenapa, Al?” Aku bingung melihat perubahan wajah Alea.

“Dia super dingin, cuek, dan egois. Apa kamu sanggup menghadapi cowok seperti itu?” 

“Aku juga nggak tahu, Al. Tapi aku akan berusaha karena aku nggak mau dinikahkan papaku dengan cowok yang pantas menjadi ayahku. Lebih baik hidup bersama cowok dingin, cuek, dan, egois daripada laki-laki tua.” Aku sangat yakin mengucapkan pernyataan itu kepada Alea.

“Okeh, deh. Nanti aku pertemukan kamu dengan Tante Laras. Beliau orang baik. Kamu pasti nggak akan nyesal memiliki mertua seperti dirinya.”

“Apaan, sih. Mikirnya kejauhan. Beliau mau, nggak, punya menantu sepertiku?”

“Pasti mau, dong. Siapa, sih, yang nggak mau memiliki menantu cantik?”

“Cantik tapi nggak laku, itu kata adikku. Ha-ha-ha!”

Beberapa hari kemudian, aku pun bertemu dengan Tante Laras. Entah kenapa, wanita paruh baya tersebut langsung tertarik ingin menikahkan aku dengan putranya. Beliau pun menyampaikan akan segera menemui orang tuaku.

Tidak butuh proses panjang, sebulan kemudian, aku resmi menikah dengan anak Tante Laras, Farid. Wanita tersebut sekarang aku panggil dengan sebutan “Mami”. Dia sangat baik dan pengertian, aku merasa menjadi perempuan paling beruntung memiliki mertua seperti beliau.

Walaupun Farid bersikap dingin kepadaku, tetapi aku masih memiliki mertua dan adik ipar yang perhatian. Mereka yang telah membuatku untuk tetap bertahan menjadi istri Farid. Kalau mengingat perlakuan laki-laki itu, rasanya ingin berhenti menjadi pendamping hidupnya.

Dua bulan menjadi istri Farid, membuatkup menemukan keluarga baru yang berhati baik. Pria itu terdiri dari tiga bersaudara. Dia memiliki kakak dan adik perempuan. Farid merupakan anak laki-laki satu-satunya.

Kakak perempuannya yang bernama Cindy, tinggal bersama suaminya. Sementara adik bungsu masih berstatus sebagai mahasiswi dan sekarang sedang duduk di tingkat dua. Dia gadis manja, tetapi sangat sayang kepadaku.

“Gimana suasana di kantor, Sayang?” tanya mami mertua kepadaku. Saat ini kami sedang menikmati makan malam bersama.

“Seperti biasa, Mih. Berusaha membantu pekerjaan Farid.” Aku melirik ke arah laki-laki itu.

“Nggak kerasa, ya, kamu udah dua minggu bantu Farid di kantor.” Papi mertua membuka suara.

“Bantu merusak pekerjaan Farid, Pih,” ucap Farid. Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki itu.

Farid menghentikan makannya lalu dia pun beranjak menuju ruang keluarga. Entah kenapa laki-laki itu selalu mencari kesalahanku, padahal aku sudah berusaha membantunya mengurus pekerjaan sesuai dengan permintaan mami mertua.

Mampukah aku untuk tetap bertahan menjadi istri Farid? Apakah keputusanku sudah tepat memilihnya sebagai suami?Apa yang harus aku lakukan?

============

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
semangat key.........
goodnovel comment avatar
Ratna Rapida Purba
trs lanjut
goodnovel comment avatar
Ozzy Ken
Berusaha cari jalan cara yg akan menjadj lebih baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status