The Plaza hotel New York menjadi tempat resepsi paling mewah tahun ini. Pasalnya tidak mempelai pengantin wanita dan lima pengantin pria berasal dari keluarga terpandang di New York. Sehingga tidak heran pesta pernikahan ini menjadi pesta pernikahan terbesar dan termewah. Dengan desain interior hotel yang klasik ditambah dengan hiasan bunga-bunga membuat pesta pernikahan itu tampak sangat indah.
Quen yang mengenakan gaun pengantin pas badan dengan tali berenda di bahunya membuat wanita itu terlihat sangat cantik. Gaun dengan bahan sutra lembut di bagian dalam dan kain lace bordir motif bunga di luar membuat gaun itu terlihat begitu mewah. Gaun itu dibuat khusus untuk Quen selama satu bulan. Sehingga tidak heran gaun itu menjadi sorotan media karena menjadi gaun pengantin termahal.
“Quen.”
Panggilan itu membuat wanita yang saat memegang gelas sampanye menoleh. Dia bisa melihat suami pertamanya, Ace, berjalan menghampirinya. Meskipun kesan pertama Quen terhadap Ace sangat buruk, tapi wanita itu tidak bisa menyangkal jika pria itu memang tampan. Tatapan Quen tertuju pada enam pria yang berjalan mengikuti Ace. Dengan rambut berwarna-warni membuat mereka terlihat seperti permen bagi Quen.
“Quen, aku ingin memperkenalkanmu pada member Blade Storm lainnya. John, Jimmy, Vin, Justin, Stuart, dan Harry. Semuanya, perkenalkan ini adalah istriku yang paling cantik, Aquene Chevalier.” Ace memeluk bahu Quen sembari memperkenalkan mereka.
Awalnya Quen ingin sekali memberikan pukulan di kepala pria itu karena bertindak seenaknya sendiri. Tapi dia juga tidak bisa menyalahkan Ace karena dia sekarang sudah menjadi istrinya. Akhirnya Quen hanya bisa memberikan senyuman pada enam pria yang merupakan teman Ace.
“Terimakasih kalian sudah datang kemari. Kuharap tidak menyita waktu kalian.” Quen berusaha ramah.
“Mana mungkin menyita waktu kami. Kami bahkan sangat penasaran dengan kakak ipar.” Ucap John.
Justin menganggukkan kepalanya.” Benar sekali. Pantas saja Ace bersikap aneh beberapa hari ini ternyata karena dia sudah memiliki wanita cantik.”
Quen memicingkan matanya. “Bersikap aneh bagaimana?”
“Dia tidak berhenti memandang fotomu. Bahkan dia membawa fotomu sampai kamar mandi.” Ucap Vin membuat Ace melotot kaget. Sedangkan teman-teman yang lain hanya tertawa mendengarnya.
Ace menggeleng-gelengkan kepalanya. “Itu tidak benar, Quen. Tidak sepenuhnya benar sih.”
“Jadi memang kamu membawa fotoku ke kamar mandi?” Quen melotot tajam ke arah suaminya itu.
Ace menganggukkan kepalanya. “Benar. Tapi aku…Hmph…”
Ucapan Ace terputus saat Quen menginjak kakinya dengan sangat keras membuat wajah pria itu berubah pucat. Bukannya membantu, keenam teman Ace hanya menahan tawa.
“Dasar mesum!” Gerutu Quen yang memilih pergi meninggalkan mereka.
Setelah tinggal bersama, Quen harus berhati-hati dengan pria mesum bernama Ace itu. Saat sedang memikirkan si mesum Ace, langkah Quen dihalangi oleh oleh tiga pria dari keluarga Godfrey. Mereka adalah kakak-kakak tiri Levin bernama Garry, Howard, Wallace. Arthur pernah memberitahu Quen jika mereka selalu bersikap jahat pada Levin karena itu Arthur meminta Quen untuk waspada.
“Jadi ini istri bocah itu.” Garry mendengus kesal saat membicarakan adik tirinya.
“Hanya bermodalkan kekayaan, langsung menikahi lima pria.” Howard mendengus sinis.
Tatapan Wallace membuat Quen sangat risih. Meskipun Ace mesum, tapi dia tidak pernah menatap Quen seperti yang dilakukan oleh Wallace. “Pantas saja diperebutkan lima pria. Kalau hanya kemampuan di tempat tidur sih, mengapa kamu tidak memilihku, Nona cantik? Aku jauh lebih hebat. Kamu mau mencobanya?”
Ingin sekali Quen menonjok wajah pria itu. Tapi sebuah tangan memeluk leher wanita itu. Saat menoleh, Quen bisa melihat Levin berdiri di belakangnya. Ekspresi cengengesan yang selalu ditampilkannya lenyap digantikan tatapan tajam.
“Hentikan, Kak. Kalian bisa menghinaku sepuas kalian. Tapi aku tidak akan membiarkan kalian menghina istriku. Ayo, Quen. Jangan ladeni mereka.” Levin meraih tangan Quen dan menariknya pergi.
Setelah menjauhi tiga pria menyebalkan itu, Quen menghentikan langkah Levin. “Kamu salah, Levin.”
Levin memicingkan matanya. “Apa yang salah?”
“Jangan pernah orang lain bahkan tiga pria brengsek itu menghinamu lagi. Kamu adalah suamiku, aku tidak akan membiarkan mereka menginjak-injakmu. Kamu mengerti?”
“Quen memang hebat. Aku benar-benar sangat mengagumimu.” Mata Levin berbinar layaknya anak kecil yang mengagumi superhero.
Baru saja Quen terkejut dengan sikap Levin yang lebih keren, tapi sekarang hancur sudah bayangan itu. Pria itu kembali aneh seperti biasanya.
“Permisi, apakah kamu adalah Aquene Chevalier istri Vinson?”
Pertanyaan itu membuat Quen menoleh. Dia bisa melihat seorang pria tua mengenakan setelan coklat tua berdiri di hadapannya.
“Benar. Saya istri Vinson. Kalau boleh tahu anda siapa?” tanya Quen dengan sopan.
Pria itu mengulurkan tangannya yang sudah gemetar karena efek usia. “Aku adalah senior Vinson di Nasa, namaku Nicolas Cortes. Bisa dikatakan aku adalah gurunya. Aku tidak menyangka pria sedingin Nebula itu bisa menikah juga.”
“Nebula? Apa itu Nebula?” bingung Quen.
“Nebula merupakan kumpulan gas dan awan raksasa yang ada di luar angkasa dan tempat paling dingin melebihi kutub di bumi. Tapi kamu berhasil mencairkan hatinya yang dingin.” Pria itu terkekeh geli.
“Kamu berlebihan, Profesor.” Kali ini pria sedingin Nebula yang dibicarakan pun ikut bergabung.
Nicolas menggelengkan kepalanya. “Jangan menipu mata tuaku, Vinson. Kamu bahkan lebih sering tersenyum menjelang pernikahanmu.”
Quen melongo mendengar ucapan profesor itu. Pria dingin seperti Vinson yang sangat irit bicara bisa tersenyum? Dia bahkan belum pernah melihat senyuman pria itu. Bahkan sekarang pipi pria itu merona merah karena malu. Quen hanya bisa menahan tawanya dalam hati. Dia tidak menyangka bisa melihat pemandangan langka itu.
“Sudah, Profesor. Lebih baik bergabung dengan yang lain.” Vinson pun membimbing pria tua itu pergi sebelum sang profesor membuka aibnya. Setelah Vinson dan Nicolas pergi, Quen dan Levin tertawa.
“Tidak menyangka. Vinson ternyata bisa bersikap seperti itu.” Ucap Levin disela tertawanya.
Quen juga tidak menyangka. Bahkan Levin pun juga memiliki perubahan tadi meskipun hanya sejenak.
“Quen, lindungi aku.”
Tawa Quen terhenti saat Owen berlari ke arahnya dan berlindung di balik tubuhnya. “Bukankah kamu yang mengatakan akan melindungiku? Kenapa sekarang justru aku yang harus melindungimu, Owen?”
“Aku akan melindungimu dari apapun, Quen. Tapi tidak dari kakakku. Dia lebih menakutkan dari penjahat manapun.” Ucap Owen yang masih berlindung di balik tubuh Quen.
“OWEN!”
Seruan itu membuat Quen menoleh. Dia bisa melihat wanita berambut pendek sebahu berlari menghampiri Quen. Lebih tepatnya menghampiri Owen yang bersembunyi di belakang tubuhnya.
“Kakak ipar. Tenang dulu. Apakah Owen membuat masalah?” tanya Quen.
Brianna berhenti di hadapan Quen. Wanita itu memperlihatkan senyuman lebarnya. “Adik ipar. Maaf menakutimu. Tapi aku dan Owen tidak sedang bertengkar. Aku hanya menuruti ucapannya.”
“Menuruti ucapannya? Ucapan apa?” bingung Quen.
“Dia dulu bilang jika dia yang menikah lebih dulu, maka aku harus memukul pantatnya dua puluh kali. Aku tidak sabar melakukannya. Jadi bisakah kamu membantuku?” pinta Brianna.
Lagi-lagi Quen dibuat melongo dengan kakak beradik yang sama bar-barnya. Akhirnya Quen memilih menggeser tubuhnya sehingga Brianna bisa menangkap adiknya dan mendaratkan pukulan di pantat suaminya. Quen hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan memilih untuk pergi.
Ingin sekali Quen beristirahat. Pasalnya dia merasa seperti digilir ke sana dan kemari oleh orang-orang dalam kehidupan suaminya. Sayangnya harapannya tidak bisa terwujud. Pasalnya seorang wanita cantik menghalangi langkahnya.
“Ini tidak adil.”
Quen memicingkan matanya mendengar ucapan wanita itu. Dia berpikir mungkin saja wanita itu adalah mantan kekasih salah satu dari suaminya.
“Hidup memang tidak pernah adil, Nona. Jadi jangan pernah menyalahkan orang lain yang mendapatkannya. Tapi seharusnya kamu move on.” Ucap Quen dengan nada dingin.
“Aku tidak mengerti ucapanmu.” Bingung wanita itu.
“Bukankah kamu kesal karena aku mendapatkan pria yang kamu sukai?”
Tiba-tiba wanita itu tertawa mendengar ucapan Quen. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. “Aku pikir kamu salah paham. Untuk apa aku menyukai pria bermulut pedas itu. Aku hanya kesal bagaimana bisa pria bermulut pedas itu menikah lebih dulu dariku.”
Mulut Quen ternganga mendengar ucapan wanita itu. Jika wanita itu membahan pria bermulut pedas maka artinya dia adalah Zane Walford. Tiba-tiba seseorang menggandeng tangan Quen. Membuat wanita itu menoleh. Disanalah dia melihat Zane berdiri di sampingnya.
“Kamu sudah melihatnya sendiri bukan, Nina? Sudah kukatakan jika aku yang akan menikah duluan. Kamu harus lebih berusaha keras agar bisa laku.” Ucap Zane pedas seperti biasanya.
Nina mendengus kesal. “Dasar mulut jahanam. Quen, jika kamu tidak betah dengan mulut pedasnya, aku bisa mengajarimu cara menghadapinya. Aku tahu kelemahan suamimu ini. Kamu bisa datang ke galeri seni Sotheby’s.”
“Aku pasti akan menendangmu jika memberitahu Quen, Nina.” Ancam Zane.
“Aku tidak peduli. Sampai jumpa lagi Quen.” Nina menjulurkan lidahnya ke arah Zane sebelum akhirnya pergi meninggalkan mereka.
Quen hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia hendak melepaskan genggaman tangan Zane. Tapi tatapan Quen tertuju pada pintu masuk di mana terlihat seseorang yang membuat tubuh Quen membeku. Bahkan tanpa sengaja dia menggenggam tangan Zane dengan sangat erat.
* * * * *
Gwen Chevalier. Wanita berusia dua puluh lima tahun itu adalah sepupu Quen. Dengan mengenakan gaun berwarna perak, dia berjalan menghampiri Quen yang berdiri di samping Zane.Hubungan Quen dan Gwen tidaklah baik. Gwen selalu iri dengan Quen. Apapun yang dimiliki Quen, Gwen tidak mau kalah. Karena itulah Gwen merupakan satu-satunya orang yang ingin merebut kursi Presiden Direktur Chevalier Inc. Langkah Gwen terhenti tepat di hadapan Quen. Dengan ekspresi tenang, Quen menatap Gwen. Dia tidak menyadari jika tangannya masih menggenggam tangan Zane.“Hallo, Sepupuku.” Gwen menyunggingkan senyuman sembari melambaikan tangannya.“Aku pikir kamu tidak akan datang, Gwen.” Ucap Quen dengan sinis.
“Kalian pasti bercanda.” Ucap Quen melongo menatap pemandangan di hadapannya.Pasalnya, papanya tidak hanya menikahkan dirinya dengan lima pria pilihannya tapi dia juga berniat membuat Quen tidur dengan lima suaminya. Pasalnya setelah pesta pernikahan selesai, Arthur mengantarkan Quen dan kelima suaminya ke sebuah kamar di mana ada sebuah empat ranjang berukuran besar yang dijadikan satu.Arthur menggelengkan kepalanya. “Tidak, Nona. Eh, maksudku Nyonya. Kata Tuan besar seorang istri, terutama pengantin, baru tidak boleh pisah ranjang. Karena itu Nyonya harus tidur di sini bersama para tuan muda.”Quen mendengus kesal. “Bukankah ini keterlaluan? Aku sudah menuruti Papa untuk menikah dengan mereka. Dan sekarang dia memintaku untuk tidur bersama l
“Untuk apa kami harus memakai ini?” Zane mengangkat gaun snow white berwarna biru dan kuning.“Aku tidak mau.” Owen menggelengkan kepalanya melihat kimono wanita di hadapannya.“Gila.” Vinson melotot kaget melihat kostum Elsa dalam film Frozen.Levin meraih seragam sekolah wanita yang sudah dipersiapkan untuknya. “Kalau aku pakai ini, apakah kamu akan memaafkanku, Quen? Karena aku tidak bisa jauh darimu.” Levin memanyunkan bibirnya.“Dasar gila!” Gumam Quen yang duduk di atas sofa sembari menikmati secangkir kopi.“Quen!” Panggil Ace yang mengambil kostum Sailormoon. “Bagaimana ka
“Kenapa kamu di sini? Bukankah seharusnya kamu sedang bulan madu?” tanya Brandon saat melihat putrinya duduk di dekatnya saat berada di ruang meeting.“Bulan madu? Sepertinya Papa minta di lempar keluar jendela.” Quen menunjuk ke arah dinding kaca di ruang meeting.Brandon memasang ekspresi sedih. “Putriku benar-benar durhaka. Jika saja aku bisa menggantinya.”“Ganti saja. Aku yakin tidak akan yang lebih baik dariku.”“Kuakui itu memang benar. Putriku memang yang terbaik.” Brandon mengacungkan dua jempolnya.Setelah semua orang berkumpul, akhirnya meeting pun dimulai. Brandon berdiri menatap para p
Quen duduk di kursi dalam ruangannya. Dia meletakkan tas di atas meja dan mengambil ponselnya. Wanita itu hendak membuat grup di aplikasi chatting. Tapi sebuah pesan yang baru saja masuk menarik perhatian wanita itu. Quen membuka pesan itu. Papa [Lokasi rumah baru Quen] Putriku tersayang, ini adalah alamat rumahmu dan juga suami-suamimu. Buatkan Papa cucu sebanyak-banyaknya, ya? Jika kamu berhasil, Papa akan memberikan saham 35% milikku. Seketika Quen melotot kaget membaca pesan dari ayahnya. Bukan hanya di bagian membuat cucu sebanyak-banyaknya, tapi juga iming-iming dari ayahnya. Jika Quen bisa mendapatkan saham tiga puluh lima persen dari ayahnya, maka dia akan memiliki saham lebih banyak dari Gwen. Tapi tetap
Setelah menikmati makan malam bersama, Quen menggiring kelima suaminya menuju ruang keluarga yang sudah bersih dengan barang-barang mereka. Dengan anggun wanita itu menyesap teh yang sudah disiapkan oleh pelayan. Quen selalu menyukai teh hitam. Karena teh hitam memiliki aroma dan cita rasa yang kuat. Wanita itu meletakkan cangkir teh berwarna biru dengan hiasan bunga lupin atau wolly lavender di cangkir itu di atas piring kecil yang menjadi satu set. Kemudian tatapan Quen tertuju pada lima suaminya melihat reaksi mereka saat minum teh yang sama. Wajah Ace saat meminumnya tampak jelas tidak menyukainya. “Kenapa rasanya aneh begini? Kopi jauh lebih enak.” Levin terkekeh melihat reaksi Ace yang duduk di sampingnya. “Itu karena kamu tidak pernah meminum teh. Jika kamu sudah terbiasa, kamu akan menyukainya.” Ace melih
Quen menatap pantulan tubuhnya di cermin. Di mana saat ini wanita itu sudah mengenakan gaun tidur berwarna putih. Dengan bahannya yang lembut dan tipis tak mampu menutupi tubuh Quen yang sexy. Tali tipis menggantung di bahunya yang diselimuti kulit putih pucat. Dan belahan dadanya pun juga tertalu turun sehinga payudara Quen mengintip.Tak pernah Quen mengenakan pakaian terlalu terbuka. bahkan saat tidur pun biasanya Quen mengenakan piayama. Dia tidak pernah mengenakan gaun tidur yang nyaris tembus pandang itu. Segera Quen mengambil jubah putih yang menjadi satu set dengan gaun tidur itu. Dia mengikat jubah itu untuk menutupi tubuhnya. Setelah itu barulah wanita itu berjalan keluar. Saat baru melangkah dia melihat Ace yang berjalan ke arahnya. Beruntung pria itu berhasil menghentikan langkahnya sebelum menabraknya.“Ah, apakah kamu mau menggunakan kamar mandinya?” tanya Quen.Ace menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku justru ingin mengetuk pintu dan bertanya apakah kamu baik-baik saja.
Matahari mulai menyusup ke dalam kamar Quen dan Ace. Cahaya itu membuat Quen perlahan membuka matanya. Tepat saat dia membuka matanya, dia melihat Ace tengah berbaring di sampingnya dengan posisi miring dan satu tangan menyangga kepalanya. Tatapan pria itu tertuju lurus pada Quen.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Quen.“Aku sudah tidur dan baru bangun lima belas menit yang lalu.”“Jadi kamu bangun lima belas menit yang lalu dan hanya memandangiku?” tebak Quen.Ace menganggukkan kepalanya. “Ya, aku tidak bisa menikmati pemandangan seindah ini besok pagi. Jadi aku harus memanfaatkannya dengan baik.”Quen hanya bisa mendengus kesal. “Kamu tidak mencoba mengintip tubuhku saat aku tidur bukan?” curiga wanita itu menggenggam ujung selimut untuk melindungi tubuhnya. Ace menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku menepati janjiku untuk tidak melakukan apapun yang tidak kamu sukai. Aku hanya suka momen ketika aku terbangun dan melihatmu berbaring di sampingku. Dan aku juga sudah mengabadikan momen