Share

4. Ceroboh!

Penulis: Dijeonie
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-05 07:14:13

Matahari yang tersembunyi dibalik awan mendung menampilkan cahaya remang, sangat indah seperti kilauan berlian. Waktu setelah hujan selalu membawa suasana yang berbeda, terasa aneh tapi Lyra menyukai perasaan seperti itu. Sambil terkantuk-kantuk, Lyra berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum pukul 5 sore. Tapi apa boleh buat, sepertinya target itu tidak akan terpenuhi. Suasana setelah hujan di sore hari memang lebih cocok untuk tidur atau bersantai sambil memakan mie instan dan tontonan yang seru. Apa boleh buat, budak korporat seperti Lyra malah berkutat di depan komputer dengan beberapa berkas penting yang harus ia berikan pada CEO barunya, paling lambat besok.

"Ra, gue balik duluan ya, bye!" Kehali menepuk bahu Lyra pelan sebelum berpamitan.

Lyra hanya bisa mengangguk pasrah. Kehlani sudah mengirimkan laporan yang diminta kepada dirinya, kini Lyra harus melakukan pengecekan ulang sebelum menyatukan semua data dari para karyawan divisi perencanaan yang sudah ketua tim mereka berikan. Kehlani bahkan rela ikut lembur tanpa bayaran demi membantu Lyra, sebagai gantinya, Lyra akan membelikan kopi besok pagi.

Setelah beberapa menit mengamati, akhirnya Lyra bisa menghela nafas lega. "Selesai, tinggal aku kirim ke Pak CEO."

Ia berdiri sambil melakukan peregangan otot ringan, lehernya mengeluarkan bunyi renyah saat sedikit diputar. Terasa sangat memuaskan ketika kedua tangannya direntangkan setelah menghabiskan banyak menit di depan komputer dengan postur tubuh yang tak sempurna.

Lyra mencabut flashcdisknya dan berniat akan mengirimkan setelah sampai di rumah saja, otak dan tubuhnya sudah tidak ingin berada di kantor barang sedetikpun. Lyra menyambar tas bahunya dan berlalu dari ruangan. Satu-satunya hal yang ia harapkan sebagai seorang penakut hanya seorang teman di dalam lift, di jam pulang begini sangat berbeda dengan pagi hari, suasananya terlalu sepi.

Kepalanya melongok ke sebelah kiri, dinding kaca tebal nan transparan itu memperlihatkan bagian humas masih diisi beberapa orang yang tampak sibuk memindahkan barang satu dan lainnya.

Tidak heran, pasalnya Aldrich merasa penempatan ruangan kurang tepat dan aneh. Ia pun akhirnya memerintahkan bagian Management Keuangan untuk pindah ke lantai yang sama dengan dirinya, alhasil bagian Humas harus bertukr lantai karena tidak cukup ruang untuk menampung 2 divisi dengan karyawan yang terbilang banyak, ditambah ruang kerja CEO dan Sekretaris. Lyra merasa bersyukur karena bukan bagian Perencanaan dan Evaluasi yang dimintai pindah, jika tidak, maka pekerjaannya akan semakin banyak saja.

Ting.

Pintu lift terbuka dengan dua orang karyawati di dalamnya, Lyra tersenyum ramah, lalu masuk. Namun, ketika Lyra hendak menekan tombol untuk menutup pintu, dari depan sana Aldrich terlihat mengangkat tangan agar Lyra menahan lift untuk tetap terbuka.

Lyra menurut.

"Terima kasih." Ucap Al sambil melirik jam di tangannya dan berdiri di samping kiri Lyra.

Setelah itu, lift pun mulai bergerak turun. Sepertinya tujuan mereka sama, yaitu lantai pertama.

"Selamat sore, Pak!" Sapa dua karyawati yang berdiri di belakang.

Aldrich sedikit menengok dan mengangguk. "Sore."

Mata Lyra membola karena dirinya lupa untuk menyapa.

"Selamat sore, Pak!" Ujarnya telat. Itu lebih baik daripada tidak sama sekali, pikirnya.

Aldrich meliriknya sekilas tanpa memberi balasan atau bahkan sekedar anggukan, setidaknya salah satu dari yang pria itu berikan pada dua karyawati di belakang. Tapi, ya sudah.

"Saya akan menunggu kabar darimu." Ucap Aldrich, terlalu tiba-tiba sampai membuat Lyra mengernyitkan dahinya.

"Pak--"

Brugh.

"Ah!" Lyra memekik kaget begitu juga dua karyawati di belakangnya. Mata Lyra membelalak dengan tangan yang berpegangan erat pada lengan kekar berbalut jas hitam.

Lift berhenti ditengah perjalanan dengan begitu tiba-tiba hingga hampir membanting tubuh Lyra ke dindingnya, untung saja Aldrich langsung menarik tubuh gadis itu dan menghalau benturan dengan tangan kiri yang bertumpu pada dinding lift di sebelah kanan Lyra.

Nafas Lyra memburu, matanya menyiratkan rasa takut. Aldrich dapat merasakan kekhwatiran dari cengkeraman tangan pada lengan kanannya yang sedang merangkul tubuh ramping itu.

Lagi dan lagi, mereka beradu pandang dengan jarak yang jauh lebih dekat dari sebelumnya.

"Calm down." Ucap Al.

"Ma--maaf, Pak."

Lyra berucap pelan menarik diri dari rangkulan Aldrich dan mulai berpegangan sambil mengatur nafas. Terjebak di ruangan yang sempit bukanlah hal yang indah, dadanya mulai terasa sesak padahal tidak berdesakan.

Aldrich melihat ke arah dua karyawati yang sedang saling berpegangan tangan. "Kalian, tenanglah. Don't be panic. Sebentar lagi lift akan kembali menyala."

Apa yang Aldrich katakan benar-benar terjadi. Setelah beberapa menit terjebak, akhirnya lift kembali bergerak turun. Mereka menghela nafas lega.

Lyra terlihat mencuri-curi pandang Aldrich lewat ujung mata. "Ekspresinya bahkan tidak berubah sama sekali, dia memang tenang atau karena saking terkejutnya?" Hatinya bertanya-tanya.

Tangan Lyra terangkat, menepuk tangan Aldrich pelan. "Pak CEO, tenang saja."

Aldrich mengangkat sebelah alisnya, heran. Bukan dirinya yang merasa panik dan takut beberapa saat lalu, melainkan Lyra sendiri. Tapi, gadis itu malah berusaha menenangkan orang yang sudah menenangkan dan menyelamatkan dirinya dari terbentur.

Aneh. Pikir Aldrich. "Siapa yang tadi berpegangan erat dan nafas sedikit tersendat?"

Lyra terdiam, menahan malu.

"Tenangkan dirimu sendiri." Kata Aldrich.

Akhirnya, mereka sampai di lantai utama. Aldrich tampak melenggang terlebih dahulu dengan kaki jenjangnya yang satu kali langkahnya saja sama dengan dua langkah kecil kaki pendek Lyra.

"Adnan!" Panggil Lyra dengan tangan melambai-lambai pada temannya yang sedang berjalan menuju pintu kaca untuk keluar.

Lyra tersenyum lebar karena temannya masih setia menunggu. Ia pun berlari secepat mungkin, bahkan berhasil mendahului Aldrich tanpa dirinya sadari. Itu karena Lyra terlalu senang, melihat Adnan sama saja dengan mendapatkan tumpangan. Kesempatan menuju kemudahan adalah hal yang tidak pernah Lyra lewatkan.

Pria yang dipanggil Adnan pun berhenti. "Mau nebeng nih pasti." Gumannya menebak.

Lyra masih tersenyum sampai 'heel' sepatu sebelah kanannya goyah dan,

Ptakk.

Brugh!

Adnan yang terkejut melihat kawannya terjatuh pun langsung berlari menghampiri.

"Mari."

"Ayo!"

Dua ajakan itu terlontar bersamaan, membuat Lyra mengangkat kepala dan mendapati CEO Aldrich sedang mengulurkan tangan pada dirinya, begitu juga Adnan.

Ada apa ini? Kenapa rasanya seperti sedang berada dalam sebuah drama Korea?! Gumam Lyra dalam hati. Dan sekarang, dirinya bingung harus menerima uluran tangan yang mana.

Lyra mengangkat kedua tangannya untuk membalas masing-masing uluran. Tapi, belum sempat itu terjadi, Aldrich sudah berdiri tegak dan menarik tangannya.

"Selamat sore, Pak!" Sapa Adnan mengangguk pelan dengan tangan yang berusaha membantu Lyra bangun dari lantai.

"Jangan berlari-larian, ini bukan taman kanak-kanak." Ucap Aldrich. "Ceroboh." Tambahnya pelan namun masih bisa Lyra dengar, begitupun dengan Adnan.

Aldrich pun berlalu, ia sedang diburu waktu karena harus mengecek apartemen untuk dirinya tinggali selama mengurus perusahaan sang Ayah di sini. Rasanya canggung kalau harus tinggal satu rumah dengan Ibu sambung dan adik tiri perempuannya, mereka tidak terlalu dekat. Aldrich butuh waktu untuk menjadi akrab, yang terpenting adalah hubungan mereka tidak buruk dan tidak pernah menganggap satu sama lain musuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Reka Rukmiyati
ditunggu kelanjutannya,semangatttt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • CEO di Tempat Tidurku   20| Malam yang Kacau

    Lyra melirik jam dinding. Sudah lewat jam delapan malam, sedikit lebih lama dari biasanya, tapi dia tahu Aldrich pasti sibuk di kantor. Jika bukan karena kasus penggelapan dana, mungkin situasi di perusahaan tidak akan sekacau beberapa hari terakhir ini."Tadi dia bilang lagi di jalan pulang, harusnya bentar lagi sampe," gumamnya.Ia menata meja makan dengan perasaan bahagia, mengetahui kekasihnya akan pulang kembali padanya. Aroma ayam goreng bawang putih bercampur dengan wangi tumis kangkung dan telur puyuh memenuhi udara. Lyra tak sabar melihat reaksi Aldrich setelah mencicipi masakannya setelah sekian lama.Lalu, terdengar suara kode pintu ditekan dan disusul dengan uara pintu apartemen terbuka. Langkah kaki terdengar mendekat, lalu suara berat yang sudah sangat dirindukannya mengisi ruangan."Aku pulang."Lyra berlari ke arah pintu untuk menyambut Al dengan hangat. "Selamat datang di rumah, sayang!"Aldrich tersenyum, dengan jas kerja tersampir di lengannya, melangkah mendekat. B

  • CEO di Tempat Tidurku   19| Malam yang Mendebarkan (Kembali bersama)

    Aldrich berdiri diambang pintu apartemen, berhadapan dengan Lyra yang terlihat berantakan, air matanya tak mau berhenti mengalir walau sudah ia tahan sebisa mungkin. Lyra bahkan tak mampu memalingkan wajahnya dari Aldrich, dia kesal tapi juga rindu dalam waktu yang bersamaan."Kamu... Kamu bakalan berdiri terus disitu?" Lyra bertanya dengan suara bergetar."Will you be my girlfriend?" Aldrich mengungkapkan niat utamanya."Hah?"Lyra tampak kebingungan. Aldrich tersenyum samar seraya melangkah masuk apartemen, membuat Lyra refleks mundur."Maksudnya ap--apa?""Kamu udah mutusin aku dan ebelumnya kamu yang confess lebih dulu, you always bring that up tiap kali berantem. So now, giliranku. Will you be my girlfriend?" Aldrich menarik pinggang ramping Lyra hingga tubuh mereka saling bersentuhan.Hati Lyra berdebar jauh lebih cepat, mulutnya pun tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Jadilah ia hanya memberi anggukan kecil sebagai jawaban.Tapi Aldrich tidak menerima jawaban seperti itu."

  • CEO di Tempat Tidurku   18. Kesempatan Mendapat Restu

    Aldrich berdiri di hadapan sang Ayah, Tuan besar Herdiano Wicaksana. Hubungan anak dan Ayah itu memang kurang baik, Aldrich yang ikut tinggal bersama sang Ibu setelah perceraian membuat mereka jadi jarang berhubungan. Meskipun begitu, Herdiano kerap kali pergi ke London untuk perjalanan bisnis dan mampir menemui Aldrich selagi ada di sana. Ya, jika dilihat dari jadwal kunjungannya yang sangat jarang dan selalu bertepatan dengan adanya pekerjaan, Aldrich yakin bahwa Ayahnya tidak sengaja pergi untuk bertemu dengannya.Kerajaan bisnis milik Wicaksana sangatlah besar dan butuh dedikasi tinggi agar bisa demikian. Herdiano seperti hidup hanya untuk bekerja, dia tidak peduli istrinya merasa kesepian atau tidak. Itulah yang membuat Adisti, sang istri memilih bercerai lalu menikahi pria asing dari negeri seberang. Aldrich tidak bisa menyalahkan Ibunya, dia berhak mendapatkan kebahagiaan, sama seperti Lyra."Dad, aku gak mau. Stella gadis yang baik, tapi aku gak bisa menghabiskan sisa umurku d

  • CEO di Tempat Tidurku   17. Kita Putus

    Hari bahkan minggu telah berlalu, selama itu pula kehidupan Lyra mengalami banyak perubahan. Kehadiran Aldrich sebagai kekasih terkesan banyak mengatur, dan Lyra yang memang bucin sering kali tidak bisa menolak. Tapi sejauh ini, hubungan mereka lancar-lancar saja. Keduanya tampak menikmati waktu bersama dengan sangat baik.Meskipun begitu, sampai saat ini setelah 4 bulan menjalin hubungan, Lyra masih belum diperkenalkan pada keluarga ataupun kerabat dekat Aldrich. Tidak masalah, Lyra mengerti. Toh, hubungan mereka juga belum seberapa lama.Hari ini, pekerjaan Lyra di kantor tidak terlalu banyak, berbeda dengan Aldrich yang sibuk rapat kesana-kemari. Hal itu menyebabkan keduanya belum sempat berbicara dari pagi. Lyra merindukannya. Tidak melihat wajah Aldrich sehari saja rasanya sungguh menyiksa."I miss you." Lyra membaca ulang pesannya sebelum benar-benar dikirim pada Aldrich.Kepada: Aldrich💜|I miss you...|/Read/"Ha? Kok cuma dibaca?!" Lyra mendengus kesal, "Ngeselin banget, ck.

  • CEO di Tempat Tidurku   16. Bayang-Bayang Masa Lalu

    Lyra mulai membuka mata dengan perlahan. Cahaya matahari yang menerobos jendela begitu terang-terangan mengekspos dirinya dengan kondisi masih acak-acakan, rambut panjangnya terlihat seperti singa sehabis melakukan perburuan.Tunggu, Lyra tidak merasakan kehadiran Aldrich di sampingnya. Ia pun membuka mata secara penuh dan menengok ke arah jam yang ternyata sudah menunjukan pukul 7 pagi.Darn."Dia kemana?" Gumamnya setengah sadar.Lyra duduk bersila sembari mengumpulkan kesadaran sebelum beranjak dan mulai beraktifitas. Toh hari ini dia tidak akan pergi bekerja, begitupun dengan Aldrich yang sudah berjanji akan membantu dirinya berbenah di apartemen baru.Ya, tebakan kalian benar, Aldrich yang menyewakan apartemen itu. Dengan sedikit paksaan dan berbagai macam alasan yang sangat masuk di akal, yaitu tentang keamanan, Aldrich takut jika pihak Darmawan tidak terima jika keponakan jauhnya sendirilah yang telah melaporkan pria jahat itu. Dan, akhirnya Lyra mau menerima sarannya untuk pin

  • CEO di Tempat Tidurku   15. Hug Me, All Night

    Rasanya aneh, seperti baru kemarin Lyra diselamatkan Aldrich dari serangan sang mantan kekasih. Tapi sekarang, pria penyelamat itu sedang berbaring berbantalkan pangkuan Lyra yang juga asik mengelus rambut lembutnya.Entah sudah berapa lama Aldrich menceritakan hal yang menurutnya harus Lyra ketahui, dan gadis itu tampak sabar mendengarkan tanpa memotong apalagi menghakimi."Jujur saja, aku takut untuk mencintai seseorang lagi sejak sepeninggalnya Marissa. Dia seorang kasir minimarket dan semua orang menganggap kami tidak cocok bersama dengan alasan status sosial yang berbeda." Ucap Aldrich. "Rissa mendapatkan banyak tekanan, hingga akhirnya dia menyerah, menyerahkan kehidupannya." Lanjut Al.Lyra menunduk pelan, lalu dikecupnya kening Aldrich yang mulai menunjukan kesedihan. Bagaimanapun Aldrich merasa bersalah atas apa yang menimpa sang mantan kekasih, gadis malang itu tidak akan tersiksa dan menderita jika saja Aldrich tak pernah menyukainya."Aku takut, aku takut gagal menjagamu..

  • CEO di Tempat Tidurku   14. Resmi Pacaran

    Sejak kejadian di mall hari itu, Lyra menjadi semakin yakin jika sebenarnya Aldrich pun memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya, hanya tinggal menunggu pria itu sadar saja. Karena, kalau tidak ada perasaan apa-apa mana mungkin Aldrich rela pasang badan dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya, pikir Lyra. Diluar itu semua Lyra benar-benar bersyukur karena untuk kesekian kalinya Aldrich hadir sebagai penyelamat.Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian penyerangan Darmawan terhadap Lyra, maka sudah selama itu pula dia tinggal bersama Aldrich. Tidak terlalu banyak kemajuan diantara keduanya karena Aldrich terlalu sibuk bekerja hingga Lyra pun tidak tahu kapan pria itu pulang. Hanya sarapan yang selalu mereka lakukan bersama."Al..." Panggil Lyra yang saat ini baru melangkah keluar dari ruang pengadilan untuk putusan hukum untuk Darmawan.Aldrich pun menghentikan langkahnya dan berbalik, "Hm?"Lyra memasang senyum terbaiknya, "Terima kasih karena udah menambahkan laporan tenta

  • CEO di Tempat Tidurku   13. That's Not Your Fault

    Rasanya seperti mimpi bagi Lyra saat terbangun dalam dekapan hangat seorang pria, bahkan bukan pria biasa, melainkan CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Nikmat mana lagi yang gadis itu dustakan. Ia bahkan masih tidak percaya kalau Aldrich benar-benar menemani tidur dan memeluknya sepanjang malam, Lyra kira pria itu akan pergi setelah dirinya terlelap, ternyata dugaannya salah.Lyra kembali memejamkan mata, enggan untuk menyudahi kenyamanan yang sedang dirasakan."Lihatlah, gimana bisa aku tidak menyukai pria ini," gumam hatinya.Lalu, tiba-tiba saja sebuah usapan lembut mendarat di kepalanya. Lyra yang pura-pura masih tidur hanya bisa menahan lonjakan detak jantungnya dan berusaha tenang di tengah gempuran yang menggoyahkan iman."Ra... Wake up," bisik Aldrich tepat di telinga Lyra.Sontak saja Lyra membuka mata dan menengadahkan wajahnya untuk melihat wajah tampan Aldrich yang tidak manusiawi. Keduanya terdiam dan hanyut dalam tatapan satu sama lain."Gimana tidurnya?" Tanya Aldrich

  • CEO di Tempat Tidurku   12. Temani Aku (Mimpi Buruk)

    Gemuruh hujan angin dengan kilatan petir seakan menambah kecemasan Lyra di dalam tidurnya. Mata gadis itu terpejam erat, nafasnya memburu sambil bergerak gelisah. Entah mimpi buruk apa yang sedang dialami sampai-sampai membuat tidurnya tidak tenang sampai keringat bercucuran."Ah... Ti-- tidak! Lepaskan aku... Jangan, aku mohon..." Gumamnya dengan masih terpejam.Tok...Tok...Tok..."Lyra? Ada apa?"Di luar kamarnya terlihat Aldrich sedang berusaha memastikan keadaan tamunya yang terdengar berteriak beberapa saat lalu.Ya, Aldrich yang sedang membaca berkas pekerjaan tiba-tiba saja merasa haus dan saat pergi menuju dapur, ia pun mendengar Lyra memekik tertahan dari dalam kamarnya. Tentu saja itu membuat Aldrich khawatir dan mengurungkan niatnya pergi minum ke dapur, ia memilih untuk memastikan keadaan Lyra di dalam kamar sana."Lyra? Answer me!" Ujarnya.Shit. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Aldrich pun memutuskan untuk mengabaikan etika dan memilih masuk tanpa izin orangnya.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status