Share

5. Debaran Aneh

Tidak biasanya Lyra lebih banyak diam saat duduk diboncengan, Adnan melirik temannya itu dari spion motornya dan mendapati Lyra sedang melamun. Gadis itu kadang mengerutkan keningnya lalu menghela nafas berat. Sepertinya bukan sedang memikirkan hal kecil, temannya itu sudah melewati banyak kesulitan, masalah kecil tidak pernah benar-benar menjadi masalah bagi dia. Seharusnya sih seperti itu.

Adnan mengarahkan spionnya pada Lyra agar bisa melihat temannya itu dengan lebih jelas.

Lyra menyadari itu langsung memukul bahu Adnan. "Apaan sih, jangan liatin gue!"

"Ada apa? Kenapa ngelamun?" Tanya Adnan ingin tahu. "Kita ini temen deket, gue udah denger banyak cerita dari lo, sekarang harusnya bisa juga." Tambahnya.

Benar. Lyra pun tahu itu, tapi kali ini berbeda. Hal yang memenuhi pikirannya kali ini adalah tugas rahasia yang diminta oleh Aldrich, Boss baru mereka di kantor. Rasanya terlalu berat, tapi Lyra takut dipecat. Dan kalau memang pak Manajer Darmawan melakukan penggelapan dana maka tidak baik jika membiarkan wabah merusak tanaman lainnya. Lyra harus mendapatkan sesuatu, apapun itu yang akan membantu Aldrich mengungkap kebenaran.

Lyra menggeleng pelan setelah berpikir untuk beberapa saat. "Gak pa-pa, Nan. Gue lagi capek aja, tadi abis bikin back-up-an data."

Adnan mencebikan bibirnya ke arah bawah, tak percaya dengan apa yang teman dekatnya itu katakan. "Percaya banget gue." Sarkasnya.

Lyra tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, kan? Iya, bukannya tidak ingin berbagi cerita. Tapi, ada satu hal. Hal aneh yang Lyra rasakan namun dirinya sendiripun tidak tahu pasti apa hal aneh itu. Lyra bisa memberitahu Adnan tentang yang satu itu.

"Nan," panggil Lyra sambil menepuk bahu temannya itu. "Gue ngerasain sesuatu yang aneh."

Adnan mengernyit, "Like what?"

"Gue pernah cerita kalau beberapa hari yang lalu, pas malam tahun baru pernah diganggu sama mantan gue dan akhirnya ditolong orang sampe muntahin baju orang itu, inget kan?" Ucap Lyra memastikan.

Tentu saja Adnan ingat, semua yang pernah Lyra katakan bahkan detail kecilnya pun dia selalu ingat, apalagi hal besar seperti Lyra yang hampir dimanfaatkan ketidaksadarannya karena mabuk itu.

"Iya, terus kenapa?"

"Orang yang nolongin gue waktu itu Pak CEO." Kata Lyra.

Berita itu tidak gagal membuat Adnan terkejut. Dia menatap pantulan wajah Lyra di spion motornya. "Apa? Lo serius?"

Lyra menunduk lesu. "Iya, dia inget nama gue lagi ... ck, malu banget."

"Tapi Pak Al gak marah kan?"

Lyra menggeleng, "Enggak sih,"

"Ya udah. Jadi, itu yang bikin lo ngelamun? Kalau Pak Al gak marah ya udah santai aja." Ucap Adnan yang selalu merasa tidak tega melihat Lyra gelisah.

Lalu, Lyra malah menggeleng dengan ekspresi yang masih tampak kebingungan. "Bukan tentang itu, ada yang aneh sama gue, Nan." Katanya.

Adnan kembali memasang telinga. "Apa itu? Coba ceritain, jangan dibiasain setengah-setengah."

"Ye ... kan biar seru kalau tarik ulur gitu hahaa!" Ujar Lyra. "But, okay. Listen, kayaknya gue suka sama Pak Aldrich."

Damn.

Adnan mengernyit, lalu menggeleng. "Gue gak yakin, emangnya apa yang lo rasain sampe bisa nyimpulin kalau lo itu suka sama CEO baru kita?"

Lyra mendelik sebal. "Hadeuh, jantung gue deg-degan parah kalau lagi deket Pak Al."

Adnan menggeleng tak setuju, itu terlalu cepat untuk menyimpulkan rasa suka. "Lo cuma merasa kagum aja kali, emang sejak kapan? Sejak ditolong di malam tahun baru karena lo sempet tidur in one room sama beliau?"

Sepertinya bukan, Lyra tidak merasakan apapun ketika malam tahun baru itu. Tapi, kalau diingat-ingat, Lyra dibuat tersenyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak, Aldrich cukup baik memperlakukan orang asing seperti dirinya, bukan hanya ditolong tapi juga diberi tempat bermalam. Lalu tadi ... Ya, tadi jantungnya hampir terlepas.

"Di Lift. Tadi lift sempet macet dan lo harus tahu kalau Pak Al dengan you know ... He grab me! Oh God, Pak Al meluk pinggang gue sambil nahan ke dinding lift nya ... That was uwu moment, aaah!" Lyra menceritakan itu sambil tersenyum dan bahkan salah tingkah.

Adnan bergidik geli. "Itu wajarlah, gue juga kalau ada orang dalam bahaya pasti gue tolong."

"Tapi di lift tadi ada 2 orang cewek lagi, Nan." Kata Lyra yang keukeuh meromantisasi kejadian di lift tadi. "Lagian Pak Al kan ganteng, gak aneh juga kalau gue suka. Iya kan?"

"Iya deh iya ... Tapi, kayaknya lo cuma merasa kagum aja. Banyak kok, di divisi gue juga pada suka sama CEO baru kita itu and that's wajar, seperti kata lo, dia ganteng, dan pastinya tajir melintir." Ucap Adnan.

Lyra terdiam dan jadi bertanya pada diri sendiri. Lalu menggeleng cepat untuk membuang semua pikiran tentang Aldrich dan fokus saja pada tugas yang diberikan atasannya itu. Pekerjaannya sudah melelahkan karena Manajer Darmawan bin mesum itu selalu menghilang dari tempat, sekalinya datang hanya untuk menyuruh-nyuruh dan menggoda timnya sendiri bahkan dari divisi lain.

"Nan, lo turunin gue di depan gerbang aja." Kata Lyra.

"Loh, kenapa? Lo marah?"

"Ngapain marah, biar lo gak perlu muter. Lagian kan gedung apartemen gue gak jauh." Ucap Lyra.

Adnan mengangguk, jika itu yang Lyra inginkan maka baiklah. Perlahan tapi pasti laju motor pun mulai memelan hingga berhenti di dekat trotoar yang tinggal selangkah ke pos satpam dan gerbang pengecekan.

"Ra, lo beneran gak lagi nyembunyiin apa-apa kan?" Tanya Adnan sembari menarik tangan Lyra mendekat.

Lyra tersenyum dan mengangguk.

Adnan menyipitkan matanya, lalu berdecak pasrah. "Ya udah, liat ke atas."

Lyra pun menengadah agar Adnan bisa dengan mudah melepaskan kaitan helm di bawah dagunya. "Lo gak usah khawatir, gue gak pa-pa. I'm all good, cuma ya karena CEO baru jadinya banyak data-data yang sekretarisnya minta. Ah, capek!"

Adnan terkekeh pelan. "Semoga lo dipromosiin jadi Kepala Manajer, Pak Darmawan gak cocok jadi Manajer." Ucapnya sembari menarik helm dari kepala Lyra.

Adnan diam terpaku saat menatap Lyra yang sedang merapikan rambut panjangnya itu. Ada alasan yang membuat Adnan membatasi pertemanan hanya sampai 'Teman dekat' saja, dia tidak menaikan kedekatan itu menjadi 'sahabat' karena jika sudah pada tahap sahabat, maka mereka tidak boleh jatuh cinta atau merasakan perasaan yang lainnya.

Adnan tahu bahwa Lyra sendiri pun setuju, mengenai hubungan pertemanan mereka yang entah bisa tetap pure berteman atau justru berubah haluan. Tapi, satu yang pasti, jika hanya salah satu yang merasakan lalu mendapatkan penolakan, pertemanan mereka tidak akan berubah sampai salah satunya memiliki pasangan untuk bersandar dan saling bertukar cerita serta perasaan.

"Gue duluan ya," Lyra menepuk bahu Adnan.

"Iya, kalau gitu gue juga jalan sekarang aja, bye!" Adnan kembali melajukan motornya.

"Bye!" Lyra melambaikan tangannya.

Adnan dapat melihat Lyra dari spionnya, gadis itu sedang melambai sambil tersenyum manis. Adnan bahkan jauh lebih senang melihat senyuman Lyra dibandingkan senyumannya sendiri.

Lyra, gadis itu cukup terkenal di kalangan pria di kantor. Rumor tentang kecantikan Lyra menyebar seperti virus, Adnan suka tertawa sendiri mengingat betapa kesalnya Lyra ketika awal-awal masuk bekerja karena dia tidak pernah bisa sendirian saat istirahat, selalu saja ada pria yang tebar pesona kepadanya. Itu pula awal mereka menjadi teman.

Dengan adanya Adnan beberapa pria akhirnya membuat jarak dari Lyra dan tidak mengganggunya lagi. Namun bukan hanya paras, kepribadian Lyra yang ceria, ramah dan senang menolong orang tampaknya menambah daya tarik gadis itu.

Adnan bersyukur bisa menjadi orang terdekat bagi Lyra. Laju motornya semakin cepat ketika Lyra sudah pergi dari trotoar.

Dan di sisi lain, Lyra yang sudah sampai di unitnya tampak menghela nafas sambil merebahkan diri di atas tempat tidur dengan mata terpejam. Namun tiba-tiba saja kejadian di dalam lift kembali terbayang dan menampilkan wajah tampan Aldrich yang saat itu hanya berjarak dua kepalan tangan saja dari wajahnya.

"Hah!" Lyra langsung membuka mata. "Ini pasti karena tugas rahasianya, makannya aku kepikiran terus Pak CEO." Ia mengurut pelipisnya pelan.

Tapi, sesaat kemudian Lyra tersenyum. "Aish, ngapain lo senyum-senyum, Ra! Udah lupain, lo cuma terkesima aja sama kayak yang lain."

Meskipun begitu Lyra tidak bisa berhenti tersenyum dan salah tingkah sendiri sambil memeluk bantal gulingnya. Debaran itu, debaran aneh yang Lyra rasakan ... Lyra menyukai debaran itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status