Share

5. Debaran Aneh

Author: Dijeonie
last update Last Updated: 2022-08-05 16:09:08

Tidak biasanya Lyra lebih banyak diam saat duduk diboncengan, Adnan melirik temannya itu dari spion motornya dan mendapati Lyra sedang melamun. Gadis itu kadang mengerutkan keningnya lalu menghela nafas berat. Sepertinya bukan sedang memikirkan hal kecil, temannya itu sudah melewati banyak kesulitan, masalah kecil tidak pernah benar-benar menjadi masalah bagi dia. Seharusnya sih seperti itu.

Adnan mengarahkan spionnya pada Lyra agar bisa melihat temannya itu dengan lebih jelas.

Lyra menyadari itu langsung memukul bahu Adnan. "Apaan sih, jangan liatin gue!"

"Ada apa? Kenapa ngelamun?" Tanya Adnan ingin tahu. "Kita ini temen deket, gue udah denger banyak cerita dari lo, sekarang harusnya bisa juga." Tambahnya.

Benar. Lyra pun tahu itu, tapi kali ini berbeda. Hal yang memenuhi pikirannya kali ini adalah tugas rahasia yang diminta oleh Aldrich, Boss baru mereka di kantor. Rasanya terlalu berat, tapi Lyra takut dipecat. Dan kalau memang pak Manajer Darmawan melakukan penggelapan dana maka tidak baik jika membiarkan wabah merusak tanaman lainnya. Lyra harus mendapatkan sesuatu, apapun itu yang akan membantu Aldrich mengungkap kebenaran.

Lyra menggeleng pelan setelah berpikir untuk beberapa saat. "Gak pa-pa, Nan. Gue lagi capek aja, tadi abis bikin back-up-an data."

Adnan mencebikan bibirnya ke arah bawah, tak percaya dengan apa yang teman dekatnya itu katakan. "Percaya banget gue." Sarkasnya.

Lyra tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, kan? Iya, bukannya tidak ingin berbagi cerita. Tapi, ada satu hal. Hal aneh yang Lyra rasakan namun dirinya sendiripun tidak tahu pasti apa hal aneh itu. Lyra bisa memberitahu Adnan tentang yang satu itu.

"Nan," panggil Lyra sambil menepuk bahu temannya itu. "Gue ngerasain sesuatu yang aneh."

Adnan mengernyit, "Like what?"

"Gue pernah cerita kalau beberapa hari yang lalu, pas malam tahun baru pernah diganggu sama mantan gue dan akhirnya ditolong orang sampe muntahin baju orang itu, inget kan?" Ucap Lyra memastikan.

Tentu saja Adnan ingat, semua yang pernah Lyra katakan bahkan detail kecilnya pun dia selalu ingat, apalagi hal besar seperti Lyra yang hampir dimanfaatkan ketidaksadarannya karena mabuk itu.

"Iya, terus kenapa?"

"Orang yang nolongin gue waktu itu Pak CEO." Kata Lyra.

Berita itu tidak gagal membuat Adnan terkejut. Dia menatap pantulan wajah Lyra di spion motornya. "Apa? Lo serius?"

Lyra menunduk lesu. "Iya, dia inget nama gue lagi ... ck, malu banget."

"Tapi Pak Al gak marah kan?"

Lyra menggeleng, "Enggak sih,"

"Ya udah. Jadi, itu yang bikin lo ngelamun? Kalau Pak Al gak marah ya udah santai aja." Ucap Adnan yang selalu merasa tidak tega melihat Lyra gelisah.

Lalu, Lyra malah menggeleng dengan ekspresi yang masih tampak kebingungan. "Bukan tentang itu, ada yang aneh sama gue, Nan." Katanya.

Adnan kembali memasang telinga. "Apa itu? Coba ceritain, jangan dibiasain setengah-setengah."

"Ye ... kan biar seru kalau tarik ulur gitu hahaa!" Ujar Lyra. "But, okay. Listen, kayaknya gue suka sama Pak Aldrich."

Damn.

Adnan mengernyit, lalu menggeleng. "Gue gak yakin, emangnya apa yang lo rasain sampe bisa nyimpulin kalau lo itu suka sama CEO baru kita?"

Lyra mendelik sebal. "Hadeuh, jantung gue deg-degan parah kalau lagi deket Pak Al."

Adnan menggeleng tak setuju, itu terlalu cepat untuk menyimpulkan rasa suka. "Lo cuma merasa kagum aja kali, emang sejak kapan? Sejak ditolong di malam tahun baru karena lo sempet tidur in one room sama beliau?"

Sepertinya bukan, Lyra tidak merasakan apapun ketika malam tahun baru itu. Tapi, kalau diingat-ingat, Lyra dibuat tersenyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak, Aldrich cukup baik memperlakukan orang asing seperti dirinya, bukan hanya ditolong tapi juga diberi tempat bermalam. Lalu tadi ... Ya, tadi jantungnya hampir terlepas.

"Di Lift. Tadi lift sempet macet dan lo harus tahu kalau Pak Al dengan you know ... He grab me! Oh God, Pak Al meluk pinggang gue sambil nahan ke dinding lift nya ... That was uwu moment, aaah!" Lyra menceritakan itu sambil tersenyum dan bahkan salah tingkah.

Adnan bergidik geli. "Itu wajarlah, gue juga kalau ada orang dalam bahaya pasti gue tolong."

"Tapi di lift tadi ada 2 orang cewek lagi, Nan." Kata Lyra yang keukeuh meromantisasi kejadian di lift tadi. "Lagian Pak Al kan ganteng, gak aneh juga kalau gue suka. Iya kan?"

"Iya deh iya ... Tapi, kayaknya lo cuma merasa kagum aja. Banyak kok, di divisi gue juga pada suka sama CEO baru kita itu and that's wajar, seperti kata lo, dia ganteng, dan pastinya tajir melintir." Ucap Adnan.

Lyra terdiam dan jadi bertanya pada diri sendiri. Lalu menggeleng cepat untuk membuang semua pikiran tentang Aldrich dan fokus saja pada tugas yang diberikan atasannya itu. Pekerjaannya sudah melelahkan karena Manajer Darmawan bin mesum itu selalu menghilang dari tempat, sekalinya datang hanya untuk menyuruh-nyuruh dan menggoda timnya sendiri bahkan dari divisi lain.

"Nan, lo turunin gue di depan gerbang aja." Kata Lyra.

"Loh, kenapa? Lo marah?"

"Ngapain marah, biar lo gak perlu muter. Lagian kan gedung apartemen gue gak jauh." Ucap Lyra.

Adnan mengangguk, jika itu yang Lyra inginkan maka baiklah. Perlahan tapi pasti laju motor pun mulai memelan hingga berhenti di dekat trotoar yang tinggal selangkah ke pos satpam dan gerbang pengecekan.

"Ra, lo beneran gak lagi nyembunyiin apa-apa kan?" Tanya Adnan sembari menarik tangan Lyra mendekat.

Lyra tersenyum dan mengangguk.

Adnan menyipitkan matanya, lalu berdecak pasrah. "Ya udah, liat ke atas."

Lyra pun menengadah agar Adnan bisa dengan mudah melepaskan kaitan helm di bawah dagunya. "Lo gak usah khawatir, gue gak pa-pa. I'm all good, cuma ya karena CEO baru jadinya banyak data-data yang sekretarisnya minta. Ah, capek!"

Adnan terkekeh pelan. "Semoga lo dipromosiin jadi Kepala Manajer, Pak Darmawan gak cocok jadi Manajer." Ucapnya sembari menarik helm dari kepala Lyra.

Adnan diam terpaku saat menatap Lyra yang sedang merapikan rambut panjangnya itu. Ada alasan yang membuat Adnan membatasi pertemanan hanya sampai 'Teman dekat' saja, dia tidak menaikan kedekatan itu menjadi 'sahabat' karena jika sudah pada tahap sahabat, maka mereka tidak boleh jatuh cinta atau merasakan perasaan yang lainnya.

Adnan tahu bahwa Lyra sendiri pun setuju, mengenai hubungan pertemanan mereka yang entah bisa tetap pure berteman atau justru berubah haluan. Tapi, satu yang pasti, jika hanya salah satu yang merasakan lalu mendapatkan penolakan, pertemanan mereka tidak akan berubah sampai salah satunya memiliki pasangan untuk bersandar dan saling bertukar cerita serta perasaan.

"Gue duluan ya," Lyra menepuk bahu Adnan.

"Iya, kalau gitu gue juga jalan sekarang aja, bye!" Adnan kembali melajukan motornya.

"Bye!" Lyra melambaikan tangannya.

Adnan dapat melihat Lyra dari spionnya, gadis itu sedang melambai sambil tersenyum manis. Adnan bahkan jauh lebih senang melihat senyuman Lyra dibandingkan senyumannya sendiri.

Lyra, gadis itu cukup terkenal di kalangan pria di kantor. Rumor tentang kecantikan Lyra menyebar seperti virus, Adnan suka tertawa sendiri mengingat betapa kesalnya Lyra ketika awal-awal masuk bekerja karena dia tidak pernah bisa sendirian saat istirahat, selalu saja ada pria yang tebar pesona kepadanya. Itu pula awal mereka menjadi teman.

Dengan adanya Adnan beberapa pria akhirnya membuat jarak dari Lyra dan tidak mengganggunya lagi. Namun bukan hanya paras, kepribadian Lyra yang ceria, ramah dan senang menolong orang tampaknya menambah daya tarik gadis itu.

Adnan bersyukur bisa menjadi orang terdekat bagi Lyra. Laju motornya semakin cepat ketika Lyra sudah pergi dari trotoar.

Dan di sisi lain, Lyra yang sudah sampai di unitnya tampak menghela nafas sambil merebahkan diri di atas tempat tidur dengan mata terpejam. Namun tiba-tiba saja kejadian di dalam lift kembali terbayang dan menampilkan wajah tampan Aldrich yang saat itu hanya berjarak dua kepalan tangan saja dari wajahnya.

"Hah!" Lyra langsung membuka mata. "Ini pasti karena tugas rahasianya, makannya aku kepikiran terus Pak CEO." Ia mengurut pelipisnya pelan.

Tapi, sesaat kemudian Lyra tersenyum. "Aish, ngapain lo senyum-senyum, Ra! Udah lupain, lo cuma terkesima aja sama kayak yang lain."

Meskipun begitu Lyra tidak bisa berhenti tersenyum dan salah tingkah sendiri sambil memeluk bantal gulingnya. Debaran itu, debaran aneh yang Lyra rasakan ... Lyra menyukai debaran itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEO di Tempat Tidurku   20| Malam yang Kacau

    Lyra melirik jam dinding. Sudah lewat jam delapan malam, sedikit lebih lama dari biasanya, tapi dia tahu Aldrich pasti sibuk di kantor. Jika bukan karena kasus penggelapan dana, mungkin situasi di perusahaan tidak akan sekacau beberapa hari terakhir ini."Tadi dia bilang lagi di jalan pulang, harusnya bentar lagi sampe," gumamnya.Ia menata meja makan dengan perasaan bahagia, mengetahui kekasihnya akan pulang kembali padanya. Aroma ayam goreng bawang putih bercampur dengan wangi tumis kangkung dan telur puyuh memenuhi udara. Lyra tak sabar melihat reaksi Aldrich setelah mencicipi masakannya setelah sekian lama.Lalu, terdengar suara kode pintu ditekan dan disusul dengan uara pintu apartemen terbuka. Langkah kaki terdengar mendekat, lalu suara berat yang sudah sangat dirindukannya mengisi ruangan."Aku pulang."Lyra berlari ke arah pintu untuk menyambut Al dengan hangat. "Selamat datang di rumah, sayang!"Aldrich tersenyum, dengan jas kerja tersampir di lengannya, melangkah mendekat. B

  • CEO di Tempat Tidurku   19| Malam yang Mendebarkan (Kembali bersama)

    Aldrich berdiri diambang pintu apartemen, berhadapan dengan Lyra yang terlihat berantakan, air matanya tak mau berhenti mengalir walau sudah ia tahan sebisa mungkin. Lyra bahkan tak mampu memalingkan wajahnya dari Aldrich, dia kesal tapi juga rindu dalam waktu yang bersamaan."Kamu... Kamu bakalan berdiri terus disitu?" Lyra bertanya dengan suara bergetar."Will you be my girlfriend?" Aldrich mengungkapkan niat utamanya."Hah?"Lyra tampak kebingungan. Aldrich tersenyum samar seraya melangkah masuk apartemen, membuat Lyra refleks mundur."Maksudnya ap--apa?""Kamu udah mutusin aku dan ebelumnya kamu yang confess lebih dulu, you always bring that up tiap kali berantem. So now, giliranku. Will you be my girlfriend?" Aldrich menarik pinggang ramping Lyra hingga tubuh mereka saling bersentuhan.Hati Lyra berdebar jauh lebih cepat, mulutnya pun tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Jadilah ia hanya memberi anggukan kecil sebagai jawaban.Tapi Aldrich tidak menerima jawaban seperti itu."

  • CEO di Tempat Tidurku   18. Kesempatan Mendapat Restu

    Aldrich berdiri di hadapan sang Ayah, Tuan besar Herdiano Wicaksana. Hubungan anak dan Ayah itu memang kurang baik, Aldrich yang ikut tinggal bersama sang Ibu setelah perceraian membuat mereka jadi jarang berhubungan. Meskipun begitu, Herdiano kerap kali pergi ke London untuk perjalanan bisnis dan mampir menemui Aldrich selagi ada di sana. Ya, jika dilihat dari jadwal kunjungannya yang sangat jarang dan selalu bertepatan dengan adanya pekerjaan, Aldrich yakin bahwa Ayahnya tidak sengaja pergi untuk bertemu dengannya.Kerajaan bisnis milik Wicaksana sangatlah besar dan butuh dedikasi tinggi agar bisa demikian. Herdiano seperti hidup hanya untuk bekerja, dia tidak peduli istrinya merasa kesepian atau tidak. Itulah yang membuat Adisti, sang istri memilih bercerai lalu menikahi pria asing dari negeri seberang. Aldrich tidak bisa menyalahkan Ibunya, dia berhak mendapatkan kebahagiaan, sama seperti Lyra."Dad, aku gak mau. Stella gadis yang baik, tapi aku gak bisa menghabiskan sisa umurku d

  • CEO di Tempat Tidurku   17. Kita Putus

    Hari bahkan minggu telah berlalu, selama itu pula kehidupan Lyra mengalami banyak perubahan. Kehadiran Aldrich sebagai kekasih terkesan banyak mengatur, dan Lyra yang memang bucin sering kali tidak bisa menolak. Tapi sejauh ini, hubungan mereka lancar-lancar saja. Keduanya tampak menikmati waktu bersama dengan sangat baik.Meskipun begitu, sampai saat ini setelah 4 bulan menjalin hubungan, Lyra masih belum diperkenalkan pada keluarga ataupun kerabat dekat Aldrich. Tidak masalah, Lyra mengerti. Toh, hubungan mereka juga belum seberapa lama.Hari ini, pekerjaan Lyra di kantor tidak terlalu banyak, berbeda dengan Aldrich yang sibuk rapat kesana-kemari. Hal itu menyebabkan keduanya belum sempat berbicara dari pagi. Lyra merindukannya. Tidak melihat wajah Aldrich sehari saja rasanya sungguh menyiksa."I miss you." Lyra membaca ulang pesannya sebelum benar-benar dikirim pada Aldrich.Kepada: Aldrich💜|I miss you...|/Read/"Ha? Kok cuma dibaca?!" Lyra mendengus kesal, "Ngeselin banget, ck.

  • CEO di Tempat Tidurku   16. Bayang-Bayang Masa Lalu

    Lyra mulai membuka mata dengan perlahan. Cahaya matahari yang menerobos jendela begitu terang-terangan mengekspos dirinya dengan kondisi masih acak-acakan, rambut panjangnya terlihat seperti singa sehabis melakukan perburuan.Tunggu, Lyra tidak merasakan kehadiran Aldrich di sampingnya. Ia pun membuka mata secara penuh dan menengok ke arah jam yang ternyata sudah menunjukan pukul 7 pagi.Darn."Dia kemana?" Gumamnya setengah sadar.Lyra duduk bersila sembari mengumpulkan kesadaran sebelum beranjak dan mulai beraktifitas. Toh hari ini dia tidak akan pergi bekerja, begitupun dengan Aldrich yang sudah berjanji akan membantu dirinya berbenah di apartemen baru.Ya, tebakan kalian benar, Aldrich yang menyewakan apartemen itu. Dengan sedikit paksaan dan berbagai macam alasan yang sangat masuk di akal, yaitu tentang keamanan, Aldrich takut jika pihak Darmawan tidak terima jika keponakan jauhnya sendirilah yang telah melaporkan pria jahat itu. Dan, akhirnya Lyra mau menerima sarannya untuk pin

  • CEO di Tempat Tidurku   15. Hug Me, All Night

    Rasanya aneh, seperti baru kemarin Lyra diselamatkan Aldrich dari serangan sang mantan kekasih. Tapi sekarang, pria penyelamat itu sedang berbaring berbantalkan pangkuan Lyra yang juga asik mengelus rambut lembutnya.Entah sudah berapa lama Aldrich menceritakan hal yang menurutnya harus Lyra ketahui, dan gadis itu tampak sabar mendengarkan tanpa memotong apalagi menghakimi."Jujur saja, aku takut untuk mencintai seseorang lagi sejak sepeninggalnya Marissa. Dia seorang kasir minimarket dan semua orang menganggap kami tidak cocok bersama dengan alasan status sosial yang berbeda." Ucap Aldrich. "Rissa mendapatkan banyak tekanan, hingga akhirnya dia menyerah, menyerahkan kehidupannya." Lanjut Al.Lyra menunduk pelan, lalu dikecupnya kening Aldrich yang mulai menunjukan kesedihan. Bagaimanapun Aldrich merasa bersalah atas apa yang menimpa sang mantan kekasih, gadis malang itu tidak akan tersiksa dan menderita jika saja Aldrich tak pernah menyukainya."Aku takut, aku takut gagal menjagamu..

  • CEO di Tempat Tidurku   14. Resmi Pacaran

    Sejak kejadian di mall hari itu, Lyra menjadi semakin yakin jika sebenarnya Aldrich pun memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya, hanya tinggal menunggu pria itu sadar saja. Karena, kalau tidak ada perasaan apa-apa mana mungkin Aldrich rela pasang badan dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya, pikir Lyra. Diluar itu semua Lyra benar-benar bersyukur karena untuk kesekian kalinya Aldrich hadir sebagai penyelamat.Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian penyerangan Darmawan terhadap Lyra, maka sudah selama itu pula dia tinggal bersama Aldrich. Tidak terlalu banyak kemajuan diantara keduanya karena Aldrich terlalu sibuk bekerja hingga Lyra pun tidak tahu kapan pria itu pulang. Hanya sarapan yang selalu mereka lakukan bersama."Al..." Panggil Lyra yang saat ini baru melangkah keluar dari ruang pengadilan untuk putusan hukum untuk Darmawan.Aldrich pun menghentikan langkahnya dan berbalik, "Hm?"Lyra memasang senyum terbaiknya, "Terima kasih karena udah menambahkan laporan tenta

  • CEO di Tempat Tidurku   13. That's Not Your Fault

    Rasanya seperti mimpi bagi Lyra saat terbangun dalam dekapan hangat seorang pria, bahkan bukan pria biasa, melainkan CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Nikmat mana lagi yang gadis itu dustakan. Ia bahkan masih tidak percaya kalau Aldrich benar-benar menemani tidur dan memeluknya sepanjang malam, Lyra kira pria itu akan pergi setelah dirinya terlelap, ternyata dugaannya salah.Lyra kembali memejamkan mata, enggan untuk menyudahi kenyamanan yang sedang dirasakan."Lihatlah, gimana bisa aku tidak menyukai pria ini," gumam hatinya.Lalu, tiba-tiba saja sebuah usapan lembut mendarat di kepalanya. Lyra yang pura-pura masih tidur hanya bisa menahan lonjakan detak jantungnya dan berusaha tenang di tengah gempuran yang menggoyahkan iman."Ra... Wake up," bisik Aldrich tepat di telinga Lyra.Sontak saja Lyra membuka mata dan menengadahkan wajahnya untuk melihat wajah tampan Aldrich yang tidak manusiawi. Keduanya terdiam dan hanyut dalam tatapan satu sama lain."Gimana tidurnya?" Tanya Aldrich

  • CEO di Tempat Tidurku   12. Temani Aku (Mimpi Buruk)

    Gemuruh hujan angin dengan kilatan petir seakan menambah kecemasan Lyra di dalam tidurnya. Mata gadis itu terpejam erat, nafasnya memburu sambil bergerak gelisah. Entah mimpi buruk apa yang sedang dialami sampai-sampai membuat tidurnya tidak tenang sampai keringat bercucuran."Ah... Ti-- tidak! Lepaskan aku... Jangan, aku mohon..." Gumamnya dengan masih terpejam.Tok...Tok...Tok..."Lyra? Ada apa?"Di luar kamarnya terlihat Aldrich sedang berusaha memastikan keadaan tamunya yang terdengar berteriak beberapa saat lalu.Ya, Aldrich yang sedang membaca berkas pekerjaan tiba-tiba saja merasa haus dan saat pergi menuju dapur, ia pun mendengar Lyra memekik tertahan dari dalam kamarnya. Tentu saja itu membuat Aldrich khawatir dan mengurungkan niatnya pergi minum ke dapur, ia memilih untuk memastikan keadaan Lyra di dalam kamar sana."Lyra? Answer me!" Ujarnya.Shit. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Aldrich pun memutuskan untuk mengabaikan etika dan memilih masuk tanpa izin orangnya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status