Bab 28 : Pertempuran dengan Pasukan Al Hajjaz
Dengan sorot mata nanar Sultan Badrussallam memperhatikan dari ujung ke ujung pasukan yang berada di hadapannya. Kearoganan dan amarah nampak jelas dari wajahnya. Seketika seringaian tampak dari bibir pria berusia dua puluh delapan tahun tersebut, ia meremehkan tentara pemberontak di sana. Ia sangat percaya diri dengan kekuatan tentaranya yang berjumlah lebih banyak dan tentunya mempunyai perlengkapan perang yang lebih lengkap. "Cecunguk-cecunguk pemberontak! Cih!" sergahnya.
Rasyad menatap tajam belasan ribu tentara yang berbaris di hadapannya. Walau jumlah dan perlengkapan tempur pasukan yang dibawanya dari Konstin tidak sebanyak dan selengkap pasukan Badrussallam, tapi dengan keyakinan bahwa ia berada pada jalan yang benar yaitu membela syariat Allah dan Rasul-Nya, maka hatinya tidak ragu sedikit pun. Bahkan ia sudah sangat sering berhadapan dengan kekuatan kafir asli yang lebih besar dari ini. <
Bab 29 : Keputusan TerbaikHanya sepekan saja Tuan Rasyad berada di Istam, dan hanya sepekan pula kebersamaan kami di negeri ini. Tiba waktunya ia dan yang lain untuk berangkat menuju ke Barkah."Kau baik-baiklah di sini, Zara. Selama aku tidak ada, aku titipkan kau kepada Ummu Syifa. Jadi, dia yang mewakiliku atas kau, Benazir, dan Razi ... kau paham?" Tuanku menatapku lekat. Ummu Syifa adalah istri dari Tuan Abdul Aziz, gubernur Konstin."Iya, Tuan ... aku paham," jawabku dengan perasaan yang gundah. Sungguh aku mengkhawatirkannya. Bahkan sepertinya aku lebih khawatir dibandingkan dulu saat Kakak atau Furka akan berangkat berperang. Astaga ... mengapa perasaanku begitu dalam kepada pria ini? Kutundukkan pandangan dan mengerjapkan kelopak netra ini berkali-kali agar bulir bening tak jatuh dari pelupuknya.Tiba-tiba Tuan Rasyad menarik tubuhku, lalu menenggelamkanku di dadanya yang bidang. Air mataku lolos begitu saja tak lagi da
Bab 30 : Zara Hamil"Akhy, sampaikan juga surat ini untuk budak wanitaku di Istam." Rasyad memerintahkan seorang kurir istana yang akan menyampaikan berita ke Konstin tentang pemerintahan yang baru. Ia sekalian menitipkan surat untuk sang budak jelita."Baik, Sultan!"Beberapa pegawai pemerintahan bersama Abdul Aziz, sang gubernur Konstin berangkat kembali menuju Istam untuk melanjutkan pekerjaan. Sudah tiga hari sejak kematian Badrussallam, pada hari itu juga di waktu malam para Ahlul halli wal aqdy—tokoh-tokoh pembesar, ulama, dan mujahidin—mengangkat Rasyad menjadi sultan. Pada awalnya pria itu menolak, tapi semua orang mendukung keputusan tersebut. Akhirnya Rasyad menerima keputusan syura' yang dilakukan pada bada isya tersebut. Seluruh penduduk Barkah telah mengetahui pergantian pemerintahan dan banyak yang bersuka cita karena mengetahui sosok Rasyad Najmudin yang terkenal cerdas, adil, dan bijaksana.Kurir-kurir
Bab 31 : Kegundahan Hati RasyadSULTANKUDari embus sepanjang gersangSendiri terpasung kerinduanHingga sunyi kian menjamah piluSedang pandang masih sejarak impiAku bernama sepiDalam riuh parasmuTertahan yang pernah gagu di pelupukLalu sebisa hati kulerai cekatnyaDari embus sejauh anganIngin kukabarkanTentang luruh sekat memancangTentang jemu semakin meradangAku bernama sepiTanpamu, sandar paling kekarTanpamu, tatap paling debarSedang di sini, masih kelu barang sepatahDirantai sulur cintamuDiderai lara rindumuHingga bila tatapku hendak mencumbu?Sultanku?***Malam ini langit tampak cerah tanpa diselimuti awan. Bintang-bintang bertaburan menghiasi, bulan purnama pun terapung indah di lautan angkasa raya. Angin m
Bab 32 : Kegundahan Hati Rasyad (Bagian 2)"Bu, adikku ini laki-laki atau perempuan?" tanya Razi sambil menggandeng tanganku.Hari ini aku, Benazir dan Ummu Syifa sedang berjalan-jalan di taman, ditemani oleh anak lelaki Ummu Syifa yang berusia tujuh belas tahun. Kami melepas penat. Sejak beberapa bulan para lelaki menyiapkan strategi perang dengan pemerintah Badrussallam waktu itu, saat ini baru kami bisa menikmati suasana di Istam."Ibu tidak tahu, Sayang," Aku tersenyum, "laki-laki atau perempuan tidak masalah, yang penting dia sehat dan menjadi anak yang shalih juga pintar seperti kamu," sambungku.Razi mengulum senyuman. "Aku senang bakalan punya adik. Kalau laki-laki mau aku ajak latihan pedang seperti yang biasa aku lakukan sama anak-anak lainnya. Kalau perempuan akan aku jagain biar tidak diganggu anak nakal," seru bocah kecil itu riang.Kubelai rambut Razi yang sudah mulai lebat. Benazir, Ummu Syifa, d
Bab 33 : Kegundahan Hati Rasyad (Bagian 3) Sang sultan meminta waktu sepekan untuk beristikharah dan mengambil keputusan. Apakah akan ataukah tidak melanjutkan hubungan dengan gadis tadi ke jenjang berikutnya. Sesampainya di area istana, Rasyad pun turun dari kereta. Sementara kereta kuda itu melanjutkan perjalanan mengantar Syaikh Yunus pulang ke tempat persinggahan sementaranya. Ya, beliau sedang mengunjungi anak lelakinya di ibu kota, sekaligus menjadi perantara Rasyad mencari jodoh. *** Sudah delapan hari rombongan Gubernur Konstin melakukan perjalanan dari Istam menuju Barkah. Sebentar lagi mereka akan sampai ke gerbang ibukota. Hati Zara begitu berbunga ketika gerbang Kota Barkah sudah di depan mata."Alhamdulillaah," lirihnya. Ia bersyukur akhirnya rombongan mereka sampai.Wajah-wajah penuh kegembiraan tampak Zara, Benazir, juga Razi. Walau Barkah bukanlah kota kelahiran mereka, tapi entah mengapa kota itu seakan
"Mereka melarikan diri, Tuan!" lapor seorang tentara kepada Panglima besar Kerajaan Haura.Mata sang panglima membulat sempurna, rahangnya tiba-tiba mengeras. Seketika sang prajurit digampar dengan keras. Gemeretak geligi panglima itu menahan geram."Cari mereka hidup atau mati!" seru sang panglima tegas, "jangan lepaskan seorang pun keluarga dari Kerajaan Andusia ini. Atau kalau tidak ... kepala kalian jadi taruhannya!" lanjutnya dengan sorot mata penuh amarah.***Gadis muda dan dua orang pembantu wanitanya itu terengah-engah berlari menjauhi kereta kuda yang tadi menawannya. Mereka berhasil membuka kunci sel kereta dan melarikan diri."Putri Roseline, kemari!" pekik tertahan dari salah seorang lelaki setengah baya—pembantu setianya selama tiga tahun ini.Sang putri jelita bersama kedua pembantu wanitanya pun segera memasuki sebuah gua yang ditutupi oleh berbagai jenis tanaman merambat di muka pintunya.
Fakhrurrazi menatap lekat kepada pria setengah baya yang terlihat masih gagah di hadapannya, Andrew. "Wajah Anda seperti tak asing bagiku," ujarnya. Ia merasa seakan pernah mengenal garis wajah pria di hadapan.Andrew hanya tersenyum tipis.Pemuda tampan tersebut lalu mengedarkan pandangan ke arah satu per satu orang di hadapannya lebih lekat. Matanya bersirobok sejenak dengan mata biru safir Roseline.Seketika gadis cantik itu mengalihkan pandangan, entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Dia mengumpat di dalam hati, kesal dengan reaksi tubuh dirinya sendiri. Dia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Hatinya bertanya-tanya, mengapa seperti ini?Ketika melihat wajah Roseline, Fakhrurrazi kembali seakan melihat garis wajah yang dia pernah kenal. Entah siapa, dia sama sekali tak dapat mengingatnya. "Kalian beragama apa? Aku dengar Anda seorang muslim?" tanya pemud
Bab 36 : Pertemuan KeduaSudah tiga hari Putri Roseline dan lainnya berada di sebuah tempat tinggal berupa kastil yang tidak begitu besar bagi seorang bangsawan. Sangat jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan istana Andusia. Akan tetapi, tentu sangat luas bagi rakyat jelata."Huh! Aku sangat bosan, Jena!" keluh sang putri cantik bermata safir kepada salah seorang pembantu wanitanya.Mereka tengah duduk di sebuah kursi panjang di taman di bagian tengah kastil tersebut. Taman itu berisi berbagai macam tanaman bunga dan buah. Bunga-bunga mulai tumbuh kuncupnya saat ini. Beberapa pohon rindang pun mengelilingi taman. Menambah sejuk, tampak asri, dan terasa teduh."Mau bagaimana lagi, Yang Mulia ... kita tidak ada pilihan lebih baik daripada ini," ujar Jena."Andusia telah hancur, Jena ... pamanku, satu-satunya kerabatku, Raja Edward telah mereka bunuh." P