Sore tadi Bibi Atiqah, Mang Fu'ad dan Mang Adnan baru tiba di Jakarta. Mereka berniat untuk menjenguk Anggia. Tapi sebelum itu mereka mampir ke rumah Om Rudy dulu.
Hingga setelahnya mereka bersama Om Rudy, juga Katrina pergi ke rumah sakit selepas melaksanakan shalat Maghrib.
Setibanya di rumah sakit mereka mendapati banyak orang berkumpul di halaman parkir di depan ruangan loby rumah sakit.
Katanya ada orang yang mau bunuh diri.
Pandangan mereka tertuju pada seorang wanita yang berdiri di pinggir atap gedung rumah sakit berlantai lima itu.
Dan wanita itu adalah Anggia.
"Subhanallah, itukan Gia?" pekik Bibi Atiqah.
Mereka semua b
Semoga suka... Konflik awal dimulai nih...
Bertahun-tahun yang lalu... Seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun tengah menangis memeluk seorang wanita yang terbaring lemah tak berdaya. Perlahan anak itu menutupi tubuh sang Ibu dengan selimut yang dia ambil dari kamarnya. Agar tubuh telanjang yang dipenuhi luka memar itu tidak terlihat oleh siapapun. Lalu dia mulai memakaian pakaian kepada sang Ibu sebisa yang dia lakukan. "Jangan Reyhan. Biar Ibu saja. Tolong ambilkan Ibu air di baskom kecil. Ibu mau basuh badan Ibu dulu," "Baik, Bu." Reyhan kecil belum mengerti apapun saat itu. Yang dia tahu, Ibunya kini hanya bisa te
Ini hari pertama Reyhan kembali masuk kantor. Pagi ini dia bangun sebelum shubuh. Karena selama ini shalat selalu menjadi prioritas utama Reyhan. Walau dia bukan seorang muslim yang taat, tapi setidaknya dia ada keinginan untuk lebih memperdalam ilmu agamanya. Karena dia selalu merasa hatinya jadi lebih tenang setiap kali selesai menunaikan shalat. Reyhan baru saja selesai berpakaian ketika tiba-tiba pintu apartemen yang dia tempati saat itu terbuka. Hardin muncul dari balik pintu masih dengan setelan kantor yang kemarin dia pakai. Karena sepulang kantor sore kemarin, Hardin langsung ke rumah sakit dan stay di sana sampai pagi. Bahkan ketika sang Omah menyuruhnya pulang Hardin tetap tidak mau. Hal itu Hardin lakukan karena dia ingin menunjukkan pada Anggia kalau dia benar-benar menyesal dan juga supaya
"Aku nggak bisa, lagi banyak kerjaan." tolak Hardin. Dia baru saja melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya. Wajahnya terlihat tidak tenang. "Serius kamu nggak bisa? Aku kangen banget loh sama kamu, Sayang. Kitakan udah lama nggak ketemu. Kalau kamu nggak bisa keluar malam ini, gimana kalau aku yang dateng ke apartemen kamu? Oke? Aku punya sesuatu buat kamu. Kamu pasti suka? Ayolah nggak usah sok jual mahal sama aku, nanti kamu loh yang nyesel!" ancam suara di seberang. Suaranya lembut dan manja, bahkan dengan diiringi suara desahan yang menggoda. Dara memang paling jago dalam hal merayu laki-laki. Sial!!! Hardin merutuk dalam hati. Bayangan Dara dengan bikininya yang seksi menutupi bagian paling sensitif dari wanita itu terbayang jelas dalam pikiran Hardin. Bahkan han
"Kamu harus makan atuh Gia, dari pagi kamu cuma minum susu. Kasihan itu yang diperut, nanti dia juga ikut kelaparan," rayu Omah Tantri. Tangannya mencoba menyuapi Anggia dengan makanan yang baru saja diantarkan oleh pihak rumah sakit. Tapi Anggia tidak mau bangun. Dia terus tidur dengan posisi miring dengan bibir yang cemberut. Kepalanya menggeleng dan bibirnya semakin dia tutup rapat setiap kali sesendok makanan di dekatkan ke mulutnya oleh Omah Tantri. Omah Tantri berdecak seraya menaruh piring yang sedari tadi dipegangnya di atas meja. Merawat Anggia itu lebih-lebih dari merawat seorang anak kecil. Bisik batinnya, bingung. "Omah keluar sebentar ya," kata Omah kepada Gia. "Kak Reyhan mau kesini jam berapa sih, Omah? Katanya sehabis makan siang di Kantor dia langsung kesini," tanya Gia setelah matanya kembali melirik jam dinding di ruangan itu untuk yang kesekian kali. Jam itu kini menunjukkan pukul 15.15 WIB. Padahal
Setelah lusa kemarin Katrina menjenguk Anggia bersama rombongan karyawan lain, sore ini Katrina datang seorang diri untuk kembali menjenguk Anggia sebab ada amanah dari Aki dan Nini yang harus dia sampaikan. Untungnya, hari ini Katrina tidak melihat keberadaan Reyhan di kamar rawat Anggia. Setidaknya dia tidak perlu merasa gugup di dalam sana. Setelah menyelesaikan tugasnya, Katrina pun mohon pamit pada Abi dan Umi. Dia hendak pulang ketika langkahnya terhenti di ambang pintu sebab kedatangan Hardin dan Reyhan. Ke dua laki-laki itu sempat terkejut. "Loh, Katrina? Kamu sendirian ke sini?" tanya Hardin spontan, sementara Reyhan hanya diam dan langsung berlalu dari pintu karena Anggia sudah memanggilnya lebih dulu. "Iya Pak. Habis mengantar sesuatu untuk Abi dan Umi. Titipan dari Aki dan Nini di Bandung," jawab Katrina seadanya. "Sekarang, kam
Sepuluh tahun yang Lalu. Taman Belakang Sekolah. Teruntuk kamu calon kekasih halalku. Aku tau Tuhan kita berbeda. Tapi aku percaya perbedaan bukanlah akhir dari segalanya. Terima kasih sudah bersedia menjadi putri bulanku. Terima kasih sudah menerimaku apa adanya. Terima kasih sudah merubah kesulitan hidupku semudah membalikkan telapak tangan dengan kehadi
Ini hari terakhir Anggia di rumah sakit. Besok dia sudah diperbolehkan pulang oleh tim medis. Hari ini Katrina kembali mendapat amanah dari keluarganya di Bandung, dia di suruh untuk datang menjenguk Anggia hari ini. Sekedar mengetahui keadaan Anggia. Padahal keluarganya sudah merencanakan hal ini dengan Omah dan Opah Hardin. Mereka ingin membicarakan masalah perjodohan itu dengan Katrina secara langsung. Mereka tidak mau pernikahan ini hanya disetujui oleh sebelah pihak. "Assalamualaikum," ucap Katrina, kepalanya menyembul dari balik pintu ruang rawat Anggia. "Waalaikumsalam," jawab suara Omah Tantri dan Anggia bersamaan. Pandangan mereka tertuju ke arah pintu. Katrina melangkah masuk dengan membawa sekantong plastik buah apel sebagai buah tangan. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," ucap Omah senang. Katrina mencium tangan Omah Tantri seraya memberikan bara
Katrina benar-benar tidak habis pikir. Sebenarnya apa yang ada dipikiran Hardin, mengapa dia tiba-tiba menyetujui perjodohan ini? Padahal jelas-jelas dia tahu, Katrina tidak mencintainya. "Assalamualaikum, ini aku Katrina. Aku mau bicara," Katrina membenarkan posisi handphonenya supaya lebih nyaman. Sebab hatinya benar-benar tidak tenang sekarang. Katrina merasa belum siap menerima perjodohan ini, tapi jika Hardin sudah mengiyakan itu artinya pihak keluarga mereka tinggal menumpukan harapannya hanya pada Katrina seorang. Ini berat. Katrina takut tidak akan sanggup memikulnya sendirian. Terlebih dia juga tidak mau mengecewakan keluarganya."Waalaikum salam. Ada apa? Kan bisa diomongin di Kantor?" sahut sebuah suara diseberang. Suara Hardin. "Aku bukan mau membicarakan masalah kantor. Ini tentang kita. Hmm, maksud aku tentang rencana perjodohan kita," Belum selesai Hardin terkejut begitu mendapati han