Dengan membaca basmalah Katrina memulai hari pertamanya di Jakarta. Kota kelahirannya. Kota yang sangat dia rindukan.
Ternyata waktu sepuluh tahun telah membuat banyak perubahan di setiap sudut kota yang konon katanya tak pernah mati ini. Katrina bisa mendapati lebih banyak gedung-gedung bertingkat dan apartemen-apartemen mewah di sini. Bahkan Mall pun lebih sering ditemui di sepanjang jalan yang telah dia lewati.
Rencananya, hari ini setelah melamar pekerjaan, Katrina akan langsung mendatangi sebuah kost-kostan di Pondok Indah. Sebuah kost-kostan yang dulu menjadi tempat tinggal Reyhan.
Semoga Allah SWT memudahkan segala urusanku. Amin. Doanya dalam hati.
Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih 40 menit di dalam Busway, Katrina pun sampai disebuah perusahaan yang bergerak di bidang produsen makanan dan minuman yang menjadi salah satu perusahaan terbesar di Indonesia saat ini.
Indo Multi Food Company, itulah nama yang tertera di pintu masuk ruang lobby. Katrina langsung menuju bagian resepsionis. Seorang wanita muda dengan setelan pakaian kantor terlihat sedang sibuk menerima telepon. Katrina menghampirinya dan mengatakan maksud kedatangannya. Lalu perempuan itu mulai menelepon dan berbicara dengan orang di telepon.
"Oh, baik Pak." Katanya tanda mengerti lalu menutup teleponnya.
"Mba langsung naik saja ke Lantai tiga, nanti ada ruangan besar bagian staf produksi. Nanti di sana Mba tanya lagi ruangan Pak Hardin, mereka tahu," jelasnya kepada Katrina.
Katrina mengucapkan terima kasih pada resepsionis itu dan langsung beranjak menuju lift menuju lantai tiga.
Perasaan gugup mulai menguasai dirinya. Meski, ini bukan pertama kalinya Katrina melamar pekerjaan. Dalam waktu dua menit Katrina sudah sampai di lantai tiga dan mulai mencari ruangan staf produksi. Tak memerlukan waktu lama, kini Katrina sudah berdiri di depan pintu masuk ruangan staf produksi. Diapun masuk dan menghampiri meja terdekat dari arah pintu masuk.
Katrina melihat seorang wanita yang usianya jauh lebih tua darinya. Wanita itu sedang sibuk memperhatikan layar komputernya ketika Katrina menghampirinya.
"Permisi Bu, maaf mengganggu sebentar. Mau tanya ruangan Pak Hardin Putra Surawijaya, di mana ya?" tanya Katrina sesopan mungkin.
Wanita itu melirik Katrina dari ujung kacamata minusnya. Keningnya berkerut samar. Pandangannya aneh menatap penampilan serba hitam Katrina yang bercadar. "Ada perlu apa ya?" tanyanya kemudian.
"Mau melamar pekerjaan," jawab Katrina singkat. Dalam hati dia sedikit tersinggung dengan cara wanita tua itu menatapnya dengan bahasa tubuh yang terkesan menyepelekan.
"Oh, taruh saja lamarannya di sini." Ucap wanita tua itu lagi. Masih dengan nada bicara yang datar dan ekspresi yang sangat menyebalkan.
Katrina hendak menaruh berkas lamaran yang dibawanya di samping meja kerja wanita itu, ketika seorang wanita cantik keluar dari sebuah ruangan yang terletak di ujung bagian dalam ruangan staf produksi yang cukup luas itu.
"Mak, kalo ada cewek yang namanya Katrina mau melamar kerja, nanti langsung suruh masuk aja ya, tamu penting Pak Hardin," teriak wanita cantik bertubuh tinggi itu.
Wanita tua yang kini ada dihadapan Katrina langsung melihat berkas milik Katrina. Lalu dia berkata dengan nada bicara yang sangat sopan. Bahkan dia sempat tersenyum. "Mba Katrina ya? Silahkan langsung masuk saja Mba,"
Katrina mengambil berkas lamarannya dengan cepat dan langsung melangkah ke ujung ruangan sambil diam-diam mengumpat dalam hati.
Wanita cantik yang berteriak tadi langsung menyambut Katrina dengan senyuman yang ramah. Meski Katrina sempat menangkap ekspresi aneh saat pertama kali wanita itu melihat Katrina di pintu masuk.
"Mba Katrina ya?" tanyanya seraya menghampiri Katrina.
Katrina mengangguk mengiyakan. Lalu wanita bernama "Kisya Paramitha" itu mengantar Katrina ke sebuah ruangan lain yang jaraknya tidak jauh dari ruang kerjanya.
"Permisi Pak, ini Mba Katrinanya sudah datang," ucap Kisya setelah mengetuk pintu ruangan yang terbuka separuh. Kepalanya menyembul dari balik pintu.
"Suruh masuk," ucap sebuah suara yang terdengar cukup tegas dari dalam sana.
Katrina pun masuk setelah Kisya mempersilahkannya masuk, sementara Kisya sendiri langsung kembali ke ruang kerjanya.
Katrina menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Mencoba sedikit menenangkan diri sebelum kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan pemilik perusahaan itu. Semoga dia orang yang baik, harap Katrina dalam hati, satu detik sebelum akhirnya dia melangkah masuk.
Katrina masih berdiri mematung di ambang pintu dan langkahnya menjadi terhenti begitu dilihatnya seorang laki-laki berjas hitam lengkap dengan dasi bercorak hitam bergaris-garis putih itu mendongakkan kepalanya. Dia membuka kacamata bacanya dan menatap lurus ke arah Katrina.
Katrina dapat melihat kerut dikening laki-laki itu satu detik sebelum akhirnya laki-laki itu tertawa pelan. Entah apa maksud dibalik tawanya itu yang jelas Katrina sangat tidak menyukainya. Mengapa dunia terasa begitu sempit? Rutukknya geram, dalam hati. Rasa gugupnya langsung menguap entah kemana. Dan yang ada hanyalah sebuah perasaan yang membuatnya merasa menjadi orang paling sial sedunia.
"Ayo masuk! Kenapa bengong disitu?" ucap Hardin.
Katrina benar-benar tidak menyangka bahwa CEO di perusahaan ini adalah laki-laki yang sama, yang dia temui tempo hari di rumah Aki dan Nini di Bandung. Laki-laki yang seenak jidatnya menyebutkan wanita bercadar dengan sebutan sekte ninja. Cih...
"Lo cewek yang duduk di teras rumah Ustadz Maulana waktu itukan?" tanya Hardin kemudian. Gelagat bicaranya santai tapi menurut Katrina nada bicaranya justru terkesan seperti orang yang sedang merendahkan orang lain.
"Iya," jawab Katrina singkat. Kini dia sudah duduk di depan kursi yang berhadapan dengan Hardin.
Hardin kembali tertawa. Memundurkan posisi duduknya hingga bersandar nyaman di kursi. Ke dua tangannya bertumpu pada tangan-tangan kursi di sisi kanan dan kirinya.
"Hebat-hebat," ujar Hardin sembari bertepuk tangan. Lalu dia bangkit dari tempat duduknya dan duduk setengah berdiri sambil bersandar pada meja kerjanya di sebelah Katrina.
Memang posisi mereka cukup jauh. Tapi, tetap saja Katrina merasa tidak nyaman. Apalagi saat pandangan Hardin kini menatap lurus ke wajahnya.
"Virus dari sekte ninja di keluarga Ustadz Maulana ternyata sangat cepat menginfeksi seseorang ya?" ucap laki-laki itu lagi.
Katrina masih mencoba untuk tetap bersabar meski kini dia merasa emosi di dalam dadanya sudah mulai membuncah.
"Lo yakin mau bekerja di sini dengan penampilan lo yang seperti ini?" Hardin masih melanjutkan kalimatnya. Dia menunjuk ke arah khimar Katrina.
Oke. Cukup sudah!
Katrina bangkit dari duduknya di kursi dan berdiri dihadapan Hardin.
"Saya datang ke sini bukan untuk mendengar anda menghina syariat agama saya. Tapi saya datang kesini untuk melamar pekerjaan. Kalau anda keberatan menerima saya bekerja di perusahaan anda, bukan berarti anda bisa seenaknya menghina penampilan saya." Katrina pikir kalimat panjangnya itu cukup untuk menjelaskan pada laki-laki kurang ajar di depannya ini agar lebih berhati-hati dalam berbicara.
Hardin terdiam. Tanpa kata. Tanpa ekspresi. Dari raut wajahnya Katrina hanya bisa menebak sepertinya dia kaget, marah, kesal, atau apapun itu, yang jelas ekspresinya terlihat lebih serius. Entahlah apapun yang kini ada di dalam pikiran Hardin, Katrina tidak perduli. Katrina hanya ingin laki-laki dihadapannya ini menyadari bahwa kata-katanya itu sudah keterlaluan.
"Baiklah, kamu diterima bekerja di perusahaan ini. Nanti biar Kisya yang menunjukkan ruang kerjamu," ucap Hardin setelahnya.
Hardin langsung berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu lebar-lebar. Seolah mempersilahkan Katrina untuk sesegera mungkin keluar dari ruangannya.
"Cewek belagu!" bisik Hardin hampir tak bersuara.
Ketika Katrina berjalan melewat Hardin, dia seperti mendengar Hardin mengucapkan sesuatu. Begitu pelan dan cepat. Meski saat itu jarak mereka cukup dekat tapi Katrina tetap tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Hardin katakan. Hingga akhirnya Katrina hanya menoleh sekilas dan terus melangkah keluar.
Semoga hari ini cepat berlalu. Pikir Katrina membatin.
Janga. Lupa tinggalkan jejaknya ya...
Jakarta. Bandara Soekarno Hatta. "Take care, Brother." ucap seorang laki-laki seraya memeluk tubuh laki-laki jangkung dihadapannya. "Lo juga ya, jangan cemburuan lagi. Kalau ada masalah diomongin dulu baik-baik berdua jangan main cerai-cerai aja," ucap laki-laki jangkung itu. Mereka tertawa bersamaan. "Kalau lo butuh sesuatu, langsung kontak gue. Jangan sungkan, gue pasti bantu," "Gue udah biasa hidup merantau di negeri antah berantah, jadi lo nggak usah khawatir, buktinya gue bisa hidup sampe sekarangkan walau cuma sebatang kara?"
Bandung.Kediaman Ustadz Maulana.Satu Minggu kemudian.Hari-hari yang Hardin lalui benar-benar buruk tanpa Katrina.Hardin sudah mencoba mendatangi kediaman Ustadz Maulana di Bandung, dia ingin bertemu dengan Katrina, tapi Katrina selalu menolaknya. Katrina terus mengunci dirinya di dalam kamar bahkan ketika Hardin sudah berusaha mengetuk pintu itu dan mengajaknya bicara dari balik pintu. Namun lagi-lagi usahanya gagal. Katrina tetap menolak bertemu dengannya. Bahkan hanya sekedar menjawab salam yang dia teriakan dari luarpun tetap tak terdengar suara Katrina. Padahal Katrina tetap menjawab salam itu dari dalam, hanya saja dia menjawabnya tanpa suara. Tentunya dengan deraian air mata yan
Ini adalah malam minggu. Hardin mengajak Katrina untuk makan malam di luar. Yumna tidak ikut, karena Yumna sedang berada di Bandung. Omah sendiri yang meminta kepada Hardin dan Katrina untuk menjaga Yumna. Sepertinya wanita paruh baya itu sangat kesepian jika tak ada Yumna di sampingnya.Senyum terus mengembang di wajah Katrina. Dia berpikir Hardin mulai kembali. Setelah sebelumnya dia merasa bahwa suaminya itu banyak berubah. Tepatnya sejak kepergian Anggia. Sepertinya Hardin sangat terpukul. Dan hal itulah yang membuatnya jadi lebih banyak diam akhir-akhir ini. Bahkan sikapnya terkesan dingin pada Katrina. Dia sama sekali tidak menyentuh Katrina. Dia seringkali pulang telat dari kantor. Sementara Katrina mencoba untuk tidak mempermasalahkan hal itu. Dia tidak ingin membuat hati suaminya menjadi lebih terbebani oleh sikapnya. Dia hanya tidak ingin menyulitkan suaminya. Itu saja.
Beberapa bulan kemudian...Di Sebuah desa terpencil di ujung pulau Jawa.Seorang laki-laki jangkung keluar dari grand Livina putih dengan memegang sebuah buket bunga yang berukuran sedang.Dia berjalan memasuki area pemakaman umum. Beberapa warga sekitar yang berjualan di sekitar pemakaman seolah berbisik-bisik tetangga. Sebab jarang ada orang asing dengan wajah yang menurut mereka sangat tampan, gayanya yang sangat keren ditambah dengan fasilitas mewah yang dia miliki datang ke areal pemakaman di desa tersebut. Dan hal itu langsung menjadi buah bibir di daerah itu.Reyhan berhenti di sebuah makam yang bertuliskan nama Jihan Fadila pada batu nisannya. Dan itulah m
Tim dokter dengan segala kepintarannya serta kemajuan tekhnologinya tetap tak bisa menentang takdir yang sudah ditentukan.Masih dua minggu dari prediksi, tapi Anggia sudah merasakan perutnya mulas sejak sore tadi.Awalnya dia berpikir bahwa dia hanya mulas karena ingin buang air besar. Tapi tidak kunjung keluar juga setelah dia berjalan bulak-balik keluar masuk toilet.Hingga akhirnya Anggia mendapati kemaluannya menghangat. Dia seperti seorang anak kecil yang pipis di celana, namun ketika melihat ke bagian selangkangannya, ternyata darah yang merembes dari sana dan turun mengalir ke bawah kakinya. Anggia panik dan berteriak. Membuat Omah terkaget-kaget.Saat itu juga Anggia langsung di baw
Satu Bulan Kemudian.Hari ini Reyhan diberi mandat oleh Opah untuk menangani masalah pekerjaan di Jakarta. Sebab Hardin sedang ada urusan pekerjaan di luar kota.Sore ini usai menyelesaikan urusan kantor, Reyhan berencana untuk membelikan sebuah hadiah untuk sang calon bayi di perut Anggia yang diprediksikan akan keluar dalam minggu-minggu ini. Dan sobatnya Nindra pun istrinya baru saja melahirkan, jadi Reyhan sekalian berbelanja di satu toko yang sama. Mumpung dia sedang berada di Jakarta. Karena besok Reyhan sudah harus kembali ke Bandung.Reyhan melihat-lihat jejeran stroller bayi dan pakaian bayi yang menurutnya sangat lucu. Kebetulan, dari hasil USG anak di perut Anggia itu berjenis kelamin perempuan. Jadi Reyhan memutuskan membelikan sebuah pakaian bayi peremp