Share

Fikar Kecelakaan

Bu Hasnah tergopoh-gopoh menaiki motor Anton. Baju kaos lebar, kain sarung melingkar rapi dipinggangnya, tidak lupa jilbab kebesaran ala emak-emak Zaman sekarang. Dalam perjalanan Bu Hasnah mencoba menghubungi Pak Harun, suaminya. Menggunakan HP Nokia Senter kesayangannya.

Pak Harun bekerja di Pabrik kayu. Suaminya cukup terkenal dan disegani di Kampung sebagai Ninek Mamak. Panggilan tersambung namun tidak diangkat. Hingga beberapa kali tidak ada tanggapan. 

Bu Hasnah semakin cemas.

Keadaan begitu genting jika harus menunggu kepulangan suaminya. Akhirnya wanita tua itu memutuskan meminta bantuan Anton untuk mengirimkan pesan.

Sampai dilokasi kecelakaan. Sudah begitu ramai. Bu Hasnah memberikan ponsel jadulnya kepada Anton dengan tergesa. Ia berlalu merasuki kerumunan dan hilang dari pandangan Anton, tetangganya.

[Assalamualaikum ... Datuk, Fikar kecelakaan di depan rumah Zainuddin. Mau dibawa Ke rumah Sakit sebab Parah/darurat. Mbok ikut pergi, dirumah tinggal sibungsu sendiri tuk]

Pesan terkirim.

------------------

Dari kejauhan terdengar ratapan begitu memilukan. 

"Aduh dek, kenapa kau jadi begini? Abang lah bilang tadi jangan ngebut! Kau ngeyel dibilangin." teriak Jeri, abang tertua Fikar. 

Jeri menempuh pendidikan Strata satu. Saat ini sedang libur kuliah, menghabiskan waktu bersama keluarga. Namun malang tak bisa dihindari. 

Pemandangan Fikar begitu memilukan. Sebagian keluarga yang mengenalnya teriak histeris. Bagaimana tidak, Kaki sebeleh Kanan bagian betis Fikar, hancur sehingga terlihat tulang putih menonjol di dalam, sementara tangan kiri mulai dari jari tengah hingga kelingking terkulai hingga menyentuh pergelangan tangannya sendiri. Darah dan daging yang terlepas berceceran di aspal. 

Dengan sigap Jeri dan Anton mengumpulkan daging kaki Fijar yang bercecer ke dalam plastik. Tanpa rasa jijik keduanya membereskan darah, menimbunnya dengan pasir. 

Fikar masih dalam keadaan sadar dan bisa berkomunikasi. Sedangkan pengemudi mobil sudah diamankan warga. 

"WOI TOLONGIN ADEKKU." teriak Jeri dengan penuh emosi. Dia sibuk melambaikan tangan untuk menghentikan mobil yang lewat. Akan tetapi, satupun tidak ada yang berhenti.

Kesal, marah, kecewa, sedih menjadi satu. Jeri sangat terpukul melihat keadaan adiknya. Dalam hati ada sesal yang tak mampu diungkapkan.

"Kaki adek aku cacat ya Allah ... Kenapa dia nggak mau dengarin kataku," batin Jeri. 

Langkah cepat dia menghampiri Sang Adek, lalu menghadiahkan bogem mentah yang akan diingat seumur hidupnya. Bukan tidak sayang, tetapi lebih tepatnya kecewa akan keadaan. 

--------------

Lokasi semakin ramai, banyak pengendara lain berhenti sekedar untuk melihat atau lebih parahnya lagi mengambil video Fikar yang terkapar dipinggir jalan. 

Rasa simpati itu ada. Namun hukumlah yang membuat mereka tidak mampu menolong sebelum polisi tiba ditempat. Miris bukan! 

Lima menit kemudian.

Terdengar sirine mobil polisi. Bantuan segera tiba. 1 unit mobil pickup merk Mitsubishi warna putih biru.  Fikar yang tinggi sekitar 175cm dan berat 89 kg itu diangkat oleh 7 orang ke dalam mobil kepolisian.

Sekitar 6 orang keluarga menemani. Jeri dengan sigap membuka baju lalu mengikat baju tersebut di kaki Fikar yang terluka/pecah. Tujuannya untuk menghentikan pendarahan sebelum sampai di Rumah Sakit Kota. 

Bu Hasnah tiada henti mengeluarkan air mata melihat keadaan tragis sang Anak. 

"Yang Kuat ya Nak, sebentar lagi kita ke Rumah sakit," ucapnya menguatkan Fikar. Menggenggam erat tangan Anaknya. 

Hari sudah gelap, senja berganti malam. Rintik hujan mulai terasa dipermukaan kulit, tiba-tiba hujan lebat turun. 

"Aduh sakit Bu, Pedih ... Aduh, aduh ... Sakit," lirih Fikar pelan yang masih terdengar. Isak tangis terdengar bersahutan. Suasana gelap menjadi pelindung.

Selain Bu Hasnah dan Jeri,  ada 4 orang lagi yang menemani, Kakaknya Bu Hasnah, Perawat Desa dan tetangga. Bagai disayat sembilu hati mendengarkan jeritan dan tangisan Fikar. Hujan tanpa ampun menyentuh setiap luka ditubuhnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status