Share

Kontrak?

"Nona, ponsel anda berdering." Irina memberitahu Star.

Yang empunya ponsel, hanya melirik sekilas benda yang diletakkannya di kursi sebelahnya. Star tidak menyimpan nomor yang tertera, tapi dia tahu siapa yang menelepon.

Itu adalah nomor yang tadi pagi meneleponnya. Nomor milik pria pemarah yang baru saja dia temui.

"Blokirkan nomor ini." Star menyerahkan ponselnya pada Irina dengan malas.

Star tidak ingin lagi berurusan dengan pria seperti itu, bikin sakit kepala. Baru baju yang dibeli di luar negeri saja ributnya minta ampun. Bukan tidak mampu, tapi menyebalkan.

"Apa Nona akan langsung pulang ke rumah?" Irina bertanya sambil melakukan tugas yang baru saja diberikan Star.

"Ya, kalau bisa aku ingin dipijat dan spa juga. Irish hari ini free kan?"

"Akan saya tanyakan," Irina menjawab sambil menyerahkan ponsel nonanya. Kemudian Irina mengambil ponselnya sendiri dan menelepon saudariya.

Sementara Irina sibuk dengan ponselnya, Star memilih untuk menatap keluar jendela mobil. Memikirkan apa yang harus dipakainya untuk prom nanti. Tidak boleh terlalu mencolok, tapi juga tidak boleh terlalu murahan. Ketika sedang asyik melamun ponsel Star berdering lagi.

Star tidak langsung mengangkatnya. Dia melihat dulu nomor yang tertera di sana. Masih nomor yang tidak terdaftar. Walau merasa sedikit ragu, Star mengangkatnya.

"Kau memblokir nomorku?"

Suara pemarah yang sudah tererkam jelas di kepala Star menyapa gendang telinganya, bahkan sebelum dirinya selesai menguucapkan 'halo'. Star langsung mendesah pelan, merasa menyesal mengangkat telepon itu.

"Saya rasa masalah kita sudah selesai, Tuan," Star mempertahankan suara tenangnya dengan baik.

"Sayangnya belum, Bocah. Kau masih harus menjadi pacar pura-puraku," Harvie mendesis menahan kesal.

"Saya tidak bisa," jawab Star singkat dan tegas.

"Kau harus bisa. Aku sudah terlanjur mengenalkanmu sebagai pacarku pada mamaku. Kalau aku tiba-tiba membawa orang lain, Mama akan menganggapku main-main dan menikahkanku pada wanita tak jelas pilihannya."

"Itu bukan urusan saya, Tuan." Star membalas penjelasan panjang Harvie dengan satu kalimat pendek dan tegas.

"Bukan urusanmu? Kau merusak pakaianku," Harvie berteriak marah.

"Saya sudah membayarnya lunas, sesuai permintaan Anda dalam mata uang dollar. Jadi semua sudah selesai, Tuan. Jika tidak ada lagi yang penting, akan saya tutup teleponnya."

Star masih sempat mendengar umpatan marah lelaki itu, tapi dia mengabaikannya dan menutup telepon. Bahkan mematikan ponselnya.

"Nona, Irish akan datang sejam lagi. Apa itu baik-baik saja?" tanya Irina tenang dan sopan.

"Ya, tidak apa-apa. Yang jelas dia datang sebelum aku tertidur." Star mengangguk setuju.

"Kira-kira dua menit yang lalu ada ajakan kencan yang masuk lewat aplikasi untuk jumat siang. Apakah Nona mau menerimanya?"

"'Dua menit lalu?" Star bertanya penuh curiga.

"Ya, tepat pada saat anda sedang menerima telepon."

Star berpikir sejenak tentang kemungkinan pria pemarah tadi yang mengajak kencan. Tadi mereka sedang bertelepon, jadi ada kemungkinan dia menggunakan ponsel. Atau bahkan nama orang lain.

"Apa ada foto di profilnya?" Star bertanya sekali lagi.

Irina tidak menjawab Star dan langsung memberikan tablet yang digunakan untuk urusan pekerjaan. Memang ada foto pada profil orang itu. Namanya Mark, dia terlihat seperti pria tiga puluhan yang baik dan baru bergabung di aplikasi beberapa menit lalu.

"Terima saja," Star akhirnya menjawab setelah berpikir selama lima menit.

***

"Sudah lama menunggu ya?"

Star kaget melihat sosok yang tiba-tiba duduk di depannya. Itu adalah lelaki yang ditemuinya beberapa hari lalu. Si pemarah yang kalau tidak salah bernama Harvard?

"Apa yang Tuan lakukan di sini?" tanya Star tenang.

"Tentu saja berkencan denganmu," Harvie menjawab dengan santai.

Tangan pia itu terangkat ke udara sambil menjentikkan jari, memanggil pelayan restoran mahal itu untuk memesan sesuatu. Terlihat sangat sombong.

"Saya tidak ingat punya janji kencan dengan Anda." Star tidak lupa menyunggingkan senyum profesionalnya.

"Tapi kau punya janji kencan dengan seseorang bernama Mark. Ketemu di sini jam satu siang. Sudah makan siang?" Harvie bertanya sambil membalik buku menu dengan cepat.

"Burger steak dengan french fries saja deh. Minumnya virgin mojito. Take away and make it quick." Harvie menyerahkan buku menu kembali

"Anda menipu saya?" tanya Star masih dengan nada yang sangat tenang. Padahal Harvie sudah berharap wanita ini marah.

"Menipu dari mana? Aplikasinya mengizinkan pakai nama dan foto samaran kok."

Star memejamkan matanya untuk mengumpulkan kesabaran. Entah mengapa, kesabarannya selalu terkikis ketika bersama pria ini. Star melantunkan mantra dengan untaian kata 'sabar'.

"Baiklah, Tuan. Karena sudah terlanjur mari kita jalani kencan sehari kita." Sekali lagi Star menyunggingkan senyum profesional.

"Apa kau belum melihat persyaratan yang kuajukan?" Harvie bertanya dengan senyum miringnya.

Dengan kening berkerut, Star segera memeriksa salinan kontrak yang bisa dimodifikasi oleh para sugar daddy.

Aplikasi ini selalu menyertakan kontrak yang membuat kedua belah pihak lebih nyaman dengan kekuatan hukum yang kuat. Sehingga jika terjadi pelanggaran, tidak ada pihak yang dapat dirugikan melalui jalur hukum sekalipun.

Kening Star makin berkerut ketika membaca salinan kontrak itu. Jangka waktu yang diminta oleh Harvie tidaklah singkat. Satu tahun dan Harvie bebas mengajak kencan sebanyak apa pun.

"Saya rasa terjadi sedikit kesalahan di sini. Jadi bagaimana kalau kita batalkan saja kontraknya?" Star berusaha mengelak, walau kepalanya sudah sakit.

"Sepertinya kau melewatkan satu hal penting lagi. Coba baca pasal pembatalan kontraknya," ucap Harvie dengan kening berkerut, setelah gagal membaca pikiran perempuan di depannya.

Harvie memasang wajah seriusnya. Dia sungguh penasaran dengan reaksi perempuan di depannya. Penasaran bagaimana bisa Star mengontrol emosi dengan sangat baik.

Derina saja kadang-kadang masih kelepasan. Jelas Star masih jauh lebih muda dari Derina dan gadis di depannya ini, jauh lebih baik dari adik sahabatnya itu.

"Pembatalan kontrak secara sepihak wajib membayar denda seratus kali lipat dari harga yang disetujui?"

Pertanyaan Star membuyarkan lamuanan Harvie. Perempuan di depannya masih terlihat tenang dan sangat anggun. Membuat Harvie kembali menyunggingkan senyum miring, sambil berbisik dalam hatinya. 'Menarik'.

"Ya, dan harga yang kita setujui itu seratus juta rupiah."

Star memahan napas sesaat. Seratus juta dikali seratus sama dengan sepuluh milyar. Itu luar biasa banyak.

Mungkin Star bisa membayarnya, tapi itu berarti para pelayan di rumah mungkin akan tidak gajian selama beberapa bulan. Belum pengeluaran penting lainnya. Itu berarti, mau tidak mau Star harus setuju kan?

"Baiklah Tuan. Karena sudah terlanjur seperti ini, mari kita teruskan saja." Pada akhirnya Star mengalah.

"Oke, kalau begitu aku langsung pada intinya saja. Seperti yang sudah tertulis. Selama setahun ini, kau harus pura-pura jadi pacarku."

***To be continued****

5Lluna

Halo, ketemu lagi. Kali ini Star dan Harvie yang nongol. Udah sedikit dimodifikasi dari yang dulu sih, tapi isi masih sama.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status