"Sudah hampir sore, acara akan segera berakhir. Mungkin saya akan terlambat masuk ke kamar ini, kamu istirahatlah dulu." ucap Akbar, setelah dapat menstabilkan gejolak tubuhnya.
Perhatiannya tak lepas dari wajah cantik Puteri.Merasa terus diperhatikan, Puteri langsung pergi kekamar mandi, tanpa ucapan apapun."Hhuuuhhhh..ya Allah, jantungku rasanya mau copot. Tolong hamba ya Allah, hamba takut. Dia seperti harimau." guman Puteri dan terdengar lirih.Begitu melihat wajahnya dipantulan cermin dikamar mandi, Puteri baru tersadar kalau dia sudah tidak menggunakan hijab sejak tadi." Mati aku, pak Akbar melihat rambutku yang kucel ini.malunya..? segera Puteri membersihkan tubuhnya yang sudah sangat lengket dan gerah.Hari mulai gelap, tamu- tamu undangan sudah pada berpulangan. Pak Akbar baru saja selesai melaksanakan solat magrib di kamar hotel tempat istri pertamanya."Kenapa mama tidak solat ?" Tanya pak Akbar lembut.Melangkah menghampiri istrinya yang sedang duduk diatas pembaringan."Kenapa papa bisa membuat keputusan sendiri, untuk menikahinya ?" tanya Bu Nova, yang sudah mulai menangis."Keadaan terdesak ma, aku harus bertanggung jawab atas perbuatan Rizal putera kita,""Tapi pernikahan bisa dibatalkan, kalau salah satu mempelai tidak ada, pa."" Dan itu ide kalian kan ? Kalau tidak mau, kenapa tidak dari sebulan yang lalu, membatalkannya." tutur pak Akbar yang sudah mulai emosi.Emosi dan malu yang tertahan, belum lagi tanggung jawab kepada wanita muda yang Soleha yang baik. Yang telah ditinggalkan Rizal." Kalau mama tidak membantunya, ini tidak akan terjadi, mama sendiri yang mempermalukan papa, kelakuan mama sendiri yang buat papa melakukan keputusan ini." Dengan nada tinggi dan kecewa pak Akbar meluapkan isi hatinya."Oo, baru satu hari papa menikahinya, aku sudah papa sudutkan seperti ini." ujar Bu Nova dengan wajah dendam dan benci" Perempuan seperti itu yang papa bilang akhlaknya baik, tidak dapat anaknya, ayahnya pun jadi. Dasar munafik.""Sifat mama yang satu inilah yang tidak bisa diubah, suka menilai kejelekan orang, tanpa melihat kelakuan sendiri. Karena itu Rizal jadi keterlaluan, dan hidup suka- suka. Mama lebih suka melihat Rizal ber zina dengan perempuan diluaran sana, dari pada Rizal menikah dengan perempuan baik-baik."Kenapa mama membantu dan menyarankan Rizal untuk pergi ma,?" tanya pak Akbar sekali lagi.Menunggu istrinya untuk menjawab, pak Akbar membuka layar ponselnya, mencoba kembali untuk menghubungi puteranya."Aku tidak menyukai perempuan itu, aku yakin dia hanya mau harta Rizal saja." ujar Bu Nova." Hanya itu ?" tanya Akbar kembali."Semuanya, aku tidak menyukainya ?" Bu Nova setengah menjerit mengucapkan kata-katanya."Sekarang bukan lagi untuk menghabiskan harta anakku, dia pasti akan menghabiskan hartamu, pa ?Dengan wajah cantiknya yang pura- pura lugu.Akbar menggeleng tak habis fikir, dengan ucapan istrinya. Dia tidak bisa melanjutkan kata nasehatnya, karena percuma saja.Orang yang sudah membenci, dia akan tetap membenci walaupun ada kebaikan dari seseorang yang dibencinya itu. untuk itu pak Akbar diam."Papa mau kemana ?" tanya Bu Nova, yang melihat suaminya seperti akan keluar."Papa mau melihat Puteri, walau bagaimanapun dia istriku sekarang ma."Dengan cekatan Bu Nova langsung menahan pintu hotel agar pak Akbar tidak keluar." Aku gak izin pa ? Aku gak ikhlas berbagi, aku gak ikhlas kalau papa menyentuhnya." tutur Bu Nova dengan suara bergetar.Ada rasa kasihan dihati pak Akbar melihat kondisi istrinya, tapi tidak mungkin juga dia menceraikan Puteri. Terlalu banyak masalah rumah sakit yang harus dia tangani. Belum lagi kepergian Rizal, pasti meninggalkan segudang masalah."Jangan egois ma, kamu sendiri yang menyalakan api dalam masalah ini, karena cintaku yang terlalu padamu, menjadikan dirimu seperti imam ku saja."Setelah berucap demikian, pak Akbar membaringkan tubuhnya diatas sofa, memejamkan mata, mencoba untuk mengistirahatkan tubuh dan fikirannya.Bu Nova yang melihat suaminya, terbaring diatas sofa, mendekat dan memperhatikan sosok pria gagah yang sangat menyayanginya itu, ada rasa sesal dihati karena mengikuti kemauan Rizal.Tak terlintas sedikitpun kalau suaminya, akan mengambil keputusan untuk membagi cinta. nasi telah menjadi bubur, yang ada dihatinya kini, hanya dendam dan benci yang terlalu pada Puteri yang sekarang telah menjadi madunya.Sementara di kamar pengantin hotel, Puteri baru menyelesaikan solat isya.Berniat untuk menghubungi sang ayah, Puteri segera naik keatas tempat tidur pengantin, yang sudah disulap dengan indah. Namun tidak seindah nasibnya."Assalamualaikum, hallo ayah ?" sapa Puteri lembut dari sambungan ponselnya."Waalaikum salam, sayang." Jawab sang ayah."Ayah dimana, sampai rumah jam berapa, sudah makan ?" Puteri bertanya tanpa jeda, membuat orang diseberang sana tersenyum dengar pertanyannya."Ayah dirumah kita sayang, tadi sore jam lima sampai rumah, ayah sudah makan." Jawab pak Yusuf, ada rasa hati yang sulit dijabarkannya.Sifat anaknya yang selalu menerima apapun tentang kehidupannya, tidak pernah menuntut ini dan itu kepadanya, hingga masalah cita dan cintapun dia meminta keputusan sang ayah.Permintaan Puteri sangat sederhana, dia mau ayahnya bahagia dan tidak banyak beban fikiran, cukuplah kepergian sang ibu menghadap sang Khalid, membuat ayahnya hampir putus asa kala itu.Selebihnya, setelah mempunyai semangat hidup kembali, Puteri ingin ayahnya bahagia dengan menuruti semua kehendak sang ayah, tentang hati, hati Puteri hanya untuk ayah dan ibunya."Kamu sudah makan nak ?" Panggil pak Yusuf kepada sang anak, yang tiba-tiba tiba diam dari balik ponsel masing-masing."Tadi sore sudah ayah, Puteri masih kenyang." jawab Puteri."Ayah, boleh Puteri minta tolong ?"" Tolong apa sayang," pak Yusuf bertanya balik."Katakan pada kawan ayah itu, Puteri ingin terus bekerja, Puteri gak mau duduk diam dirumah.""Ikuti kata suamimu sayang, ayah tidak mau ikut campur pada semua keputusan tentang hidupmu." ujar pak Yusuf mencoba menjadi orang tengah terhadap anak dan menantunya." Ya sudah, kalau begitu, nanti Puteri mau ngomong sendiri dengan kawan ayah itu," ujar Puteri pelan."Ayah istirahatlah, sudah malam. puteri tutup dulu ya yah, Assalamulikum.?""Waalaikum salam," jawab sang ayah dari seberang.Sadar dengan banyaknya kelopak bunga, dan hiasan diatas tempat tidur. Puteri segera memindahkan semua dekorasi yang membuatnya sumpek."Sudah lapang dan bersih, waktunya untuk tidurrr,"ucap Puteri pelan.Mencari posisi ternyaman, beberapa kali Puteri membolak balikkan tubuhnya, hingga akhirnya dia tertidur. Melupakan sejenak masalah yang akan segera memburunya.Beberapa saat kemudian, suara handle pintu yang dikunci dari dalam terbuka.Muncul seseorang pria gagah yang masih kelihatan tampan dan yang pasti beribawa, perawakan tinggi besar dengan brewok tipis yang selalu menghias dipipi, adalah ciri khas dari seorang Akbar Firdaus.Orang terpenting dalam dunia kesehatan, telah menjadi suami sah dari Adriani Puteri, yang hanya bekerja sebagai pegawai kesehatan di bahagian gizi dirumah sakit miliknya.Perlahan pak Akbar masuk kedalam kamar istri barunya, pelan dan sangat perlahan, dia menutup kembali pintu dan langsung menguncinya dari dalam.Pak Akbar mendekati Puteri yang sudah terbang kenirwana dengan pulasnya, memandangnya dengan tajam dan menarik nafas berat."Bukan ini mau hamba ya Allah, memiliki dua istri, hamba lelaki akhir jaman yang tidak akan dapat adil dan amanah untuk mereka." gumannya pelan.Semakin mendekati sang istri dan perlahan duduk disampingnya. Selama ini tidak pernah sekalipun dia melihat sang istri yang dulu calon menantunya itu tidak mengenakan hijab, ternyata dibalik hijab kecantikannya sungguh luar biasa.Perlahan tangannya menyentuh anak rambut Puteri yang selalu melambai lambai didahi dan daun telinganya. Tatapan matanya tak lepas dari wajah, terutama bibir Puteri.Perlahan tapi pasti pak Akbar mencium dahi, hidung dan bibir istrinya. Setelah itu dia melangkah kearah sofa untuk mengerjakan tugas melalui laptop yang tadi dibawa nya.Perjanjian operasi u
Pak Akbar dan Bu nova kembali masuk kedalam kamar hotel istri pertamanya.Setengah agak memaksa pak Akbar kembali menarik tangan istrinya untuk masuk kedalam kamar mereka."Kamu keterlaluan pa," ratap Bu Nova, menangis histeris.Pak Akbar hanya bisa memeluk berusaha untuk menenangkan gejolak hati istrinya, tanpa bicara.Perlahan dia membimbing Bu Nova untuk duduk disofa. Keduanya duduk terdiam, hanya suara nafas berat pak Akbar yang terdengar."Kita cerai saja pa," pinta Bu Nova.Tak ada jawaban, ingin rasanya pak Akbar menjerit menumpahkan kesal dihati. Tapi tak tahu dia kesal dengan siapa."Hari ini, kita pulang kerumah. Mama bersiaplah, Papa ada jadwal operasi nanti jam sembilan."Bu Nova masih terdiam, sesekali terdengar isakan kecil dari mulutnya." Jangan bawa perempuan itu kerumah kita pa," Pinta Bu Nova" Iya ma," Papa tidak mungkin melakukan itu, jangan fikir yang bukan- bukan. Kami tidak melakukan apapun," sambil membelai kepala istrinya, pak Akbar mencoba bicara lembut dan
Hari ini jadwal pak Akbar terlalu padat, pasien yang sudah antri, yang paling diutamakan, operasi bedah syaraf bukannya cukup hanya satu atau dua jam, dan karena masih minimnya dokter ahli bedah dinegara ini, terkadang membuat jadwal operasi pria beribawa ini tidak pernah kosong setiap harinya.Belum lagi dia juga sebagai pemilik rumah sakit "Berkah Ilahi" rumah sakit yang dia dirikan sendiri, rumah sakit yang banyak membantu pasien yang kurang mampu, rumah sakit yang mengedepankan kesehatan pasiennya terlebih dahulu, tanpa memandang biaya.Rumah sakit yang biaya perobatannya bisa dicicil kemudian, setelah pasien sembuh.Untuk itu rumah sakit Berkah Ilahi selalu dipadati oleh pengunjung, terutama dibagian administrasi kredit, administrasi kredit adalah bagian yang menangani pengobatan ktedit, pasien dan anggota keluarga boleh membayar secara mencicil, untuk jangka waktu yang telah disepakati kedua belah pihak, tanpa memberi atau menambah suku bunga.Dan cabang Berkah Ilahi sudah ada t
Kini keduanya telah duduk di restaurant hotel dimana Puteri menginap, khususnya diruangan VIP.Tak ada meja luas atau kursi makan yang indah.Puteri heran, namun dia malas untuk bertanya."Ayo duduklah, kita makan dilesehan saja" ujar suaminya.Sejenak Puteri berfikir, dan beberapa saat baru dia mengerti keinginan suaminya. Walau ditempat mewah sekalipun, suaminya ingin makan duduk dilantai, seperti kebiasaan ayah dan dirinya yang tidak suka makan dimeja makan.Ada permadani mewah dan lembut. ukurannya tidak begitu luas, kira- kira dua kali dua meter.Rani segera mengambil posisi agak kesudut, dan dikuti oleh suaminya."Tadi siang makan dimana ?" tanya Akbar setelah keduanya duduk diatas permadani mewah."Dikamar" jawab Rani singkat."Maaf ya, dalam beberapa hari ini mas mungkin terlalu sibuk, karena mas harus mengganti jadwal operasi pasien !" Tidak lama kemudian pramusaji datang membawa hidangan yang dipesan pak Akbar. Setelah hidangan tersusun rapi, pramusaji langsung undur diri m
Jam satu dini hari Akbar terjaga dari tidur, dilihatnya sang istri masih tertidur dengan damai disamping Sisi kananya. Perlahan pak Akbar bangkit, membetulkan selimut istri tercintanya, mengecup keningnya sesaat, sebelum dia bergerak kekamar mandi.Tak lama kemudian pak Akbar sudah berada diluar kediamannya, melangkahkan kakinya menuju garasi mobil. Hanya tidur dua jam lebih mampu membuat wajah pak Akbar fresh kembali.Membawa salah satu mobilnya, pak Akbar langsung melajukan mobilnya menembus gelapnya malam.Kini dirinya telah sampai dilobi hotel, tempat istri mudanya menginap. Dengan akses yang dia miliki, pak Akbar langsung dapat masuk kedalam kamar hotel sang istri."Assalamulikum" lirihnya, begitu dia membuka pintu kamar. Masuk dan langsung mengunci pintu kamar kembali.Suasana kamar yang terang, langsung dapat membuat mata pria dewasa itu melihat Puteri yang sedang tertidur miring kearahnya, tanpa mengenakan selimut."Kenapa kamar ini terasa pengap dan sedikit panas" ujarnya pe
Jantung Puteri rasanya ingin copot saja, nafasnya sesak, dia susah bernafas dengan posisi seperti itu, tubuhnya bergetar dan Akbar merasakan itu.Begitu juga dengan Akbar, gejolak tubuhnya akan selalu naik sampai keubun- ubun jika berdekatan dengan sang istri, namun sebagai orang yang sudah berpengalaman dia masih mampu untuk menahannya."Tidurlah Ruhi..! Mas hanya ingin seperti ini." ujar Akbar, sambil menutup kedua belah matanya dalam keadaan memeluk tubuh Puteri dengan berbantalkan lengan kekarnya.Puteri yang sedari tadi diam tak bergerak, perlahan menatap kesamping kirinya, dahinya langsung menyentuh pundak sang suami. Tidak ada guna untuk merenggangkan diri lagi, batinnya.Perlahan Puteri memejamkan kelopak matanya, dua suara dengkuran halus dan teratur tak lama terdengar. Ternyata sepasang suami istri beda usia itu telah tidur dengan damai, melupakan sesaat tentang masalah esok hari.Hampir jam enam pagi pak Akbar terjaga dari tidurnya, tangannya yang sudah sangat kebas, namu
"ya Allah, lepaskan hamba dari situasi ini, hamba takut !" sambil membersihkan sisa sarapan mereka tadi Puteri terus berdoa dalam hatinya."Lebih baik aku tinggal di kamar hotel saja dari pada harus serumah," ucap Puteri pada dirinya sendiri.Gadis cantik berwajah teduh itu, duduk disofa sambil termenung. Surai indah miliknya, terbiar dengan sedikit ikatan yang acak. Semakin malas rasa hatinya untuk menunggu sore hari."Tapi percuma saja, mengungkapkan isi hatipun takkan didengar sama pak tua itu, dia lebih mengutamakan kata hati istrinya dari padaku, dan aku sadar posisiku." ucapnya pelan. tak terasa air mata kembali menetes.Tiga hari menginap dan tinggal sendiri, ternyata Puteri melalui hari- harinya dengan bertengkar antara hati dan fikirannya.Fikirannya menolak itu semua, untuk jadi istri kedua tidak pernah terbesit sedikitpun pada fikirannya, apalagi menikah dengan orang tua, fikirannya terus berontak.Namun hati yang lembut dan sangat menyayangi ayahnya, membuat Puteri menutup
Tak ada sedikitpun keinginan Puteri untuk membantah, atau membalas ucapan Bu Nova.Puteri adalah tipe seorang perempuan yang suka memperhatikan tanpa memberi komentar, apalagi masalah tentang hidupnya, dia menyerahkan seluruhnya pada sang ayah.Keceriaan dan keramahannya, hanya sebatas dengan teman- temannya saja. Puteri dapat menjadi seorang yang periang dan pendiam, sesuai dengan siapa dia berinteraksi."Bik, bawa perempuan ini kekamarnya, setelah itu jelaskan semua apa yang aku katakan tadi ?" ucap Bu Nova pada pembantunya."Saya tunggu mas Akbar, Bu ?" "Mas. Eehh suami saya sebaya ayahmu ! Sok istri beneran saja kamu." Bentak Bu Nova yang sudah tersulut emosi karena cemburu.Malas dengan situasi yang ada, Puteri langsung berdiri sambil membawa kopernya, yang sejak tadi ada disampingnya. " Ayo bik ! permisi Bu " Puteri pergi meninggalkan Bu Nova, mengikuti bik Sumi yang sudah berjalan meninggalkan ruang makan.Tanpa melihat sekelilingnya, Puteri berjalan dengan wajah sendu dan me