Share

Bab 2 Hari Pernikahan

last update Last Updated: 2024-02-21 21:23:27

Akbar Firdaus adalah seorang bos besar yang mempunyai rumah sakit. Rumah sakit di mana Puteri bekerja, rumah sakit swasta saraf terbesar di jakarta. Akbar Firdaus juga seorang dokter senior saraf dan juga seorang dosen jurusan kedokteran di universitas negeri jakarta. Seorang pria dewasa yang semakin gagah dan semakin ganteng diusia yang ke empat puluh tujuh tahun. Mempunyai calon pewaris tunggal akan harta dan perusahaannya, namun telah lari dihari pernikahannya.

"Mas, akan keluar setelah ini. Kamu boleh istirahat, tukarlah pakaianmu, tidak usah dilayani ucapan Nova kalau dia masuk ke kamar ini. Mas harap kamu paham dengannya, atau sebaiknya kunci saja kamarnya dari dalam supaya tidak ada yang mengganggumu." ucapnya sebelum dia keluar.

"Ayahku boleh masuk kesini ?" tanya Puteri.

"Ayahmu adalah sahabat surgaku, dia berhak atasmu," ujar Akbar sambil melangkah keluar.

Segera puteri mengunci pintu kamar, setelah suaminya keluar dari dalam kamar.

Pesta pernikahan tetap berjalan dengan hidmat, walaupun sang pengantin perempuan tidak kelihatan batang hidungnya.

Pak Akbar yang telah selesai makan berdua dengan sang istri, telah keluar dari kamar untuk menjamu dan menyalami tamu undangan yang kebanyakan adalah teman koleganya.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Puteri segera membuka pintu, karena dia tahu kalau yang datang adalah ayahnya.

"Ayah," Puteri langsung memeluk sang ayah dan membawanya masuk ke dalam kamar.

"Ayah," Puteri terisak panjang dipelukan sang ayah. "Rencana Allah jauh lebih indah sayang," pak Yusuf, menasehati anaknya.

"Dari awal, Puteri sudah bilang sama ayah kalau Puteri gak mau bertunangan dengannya, tapi sekarang malah sama ayahnya." sang anak masih menangis tersedu sedih.

"Puteri mau cerai, ayah !"

"Hussss, gak baik ngomong gitu sayang." ucap ucap pak Yusuf.

"Dia sudah tua ayah,"

Pak Yusuf tersenyum, mendengar keluhan anaknya itu.

"Umurnya lebih muda tiga tahun dari ayah, sayang !Umurnya masih empat puluh tujuh tahun, dia pria matang, ganteng dan gagah. Banyak perempuan yang lebih muda darimu menginginkannya sampai sekarang." ungkap pak Yusuf kepada Puteri semata wayangnya itu.

"Jadi ayah suka Puteri nikah sama orang tua ?" Tanya puteri jengkel.

"Setuju gak setuju, suka gak suka, semua telah terjadi. malah ayah lebih percaya dengan Akbar, ketimbang anaknya.

"Ingat dia lelaki Soleh, menghormati cinta, dewasa, dan mapan. Kamu akan dimanjakan ya." rayunya pada sang puteri.

"Tapi Puteri dimadu ayah ?" sambil menggeleng pelan.

"Dia pasti memberikan yang terbaik, dan itu adalah ujian untukmu. Setelah ini mungkin ayah, paman dan bibimu akan langsung pulang ke Surabaya, Jadilah istri yang terbaik." ucap ayah Puteri sebelum meninggalkan kamar pengantin.

Sementara itu, pak Akbar masih melayani para tamu dan juga sahabatnya yang datang kepesta pernikahan anaknya yang bertukar dengan pesta pernikahannya.

Banyak, dari sahabatnya yang tidak percaya kalau Akbar akan menduakan istri tercintanya. Takdir tidak ada yang tahu. Kita manusia hanya merencanakan, dan Allah yang akan memutuskannya. Jawab Akbar kepada beberapa temannya, untuk menjelaskan masalah rumit yang tengah dia hadapi.

"Akbar," panggil pak Yusuf, sambil menyalami tangan temannya, yang kini telah menjadi menantunya.

"Aku bersama rombongan pulang dulu, jika puteriku terlalu tertekan dengan situasi ini, tolong kembalikan dia padaku, jangan kau paksa untuk bertahan." ucap Yusuf kepada temannya itu.

"Baik pak mertua, heheheh." sambil tertawa, Akbar memeluk sahabatnya yang kini telah menjadi bapak mertuanya.

"Bukan Puteri yang akan bertahan untukku, tapi aku yang akan bertahan disampingnya. Maafkan, putraku Yusuf."

"Menantu kurang ajar kamu Akbar, memanggil nama pada mertuamu ini !"

Kedua sahabat soleh itu berpelukan lagi, sebelum akhirnya pak Yusuf dan rombongan kembali ke Surabaya.

"Ayah akan kembali ke Surabaya sekarang?" tanya Akbar, tersenyum ngejek.

"Iya sayang." ujar Yusuf, membalas ejekan sang menantu. Keduanya saling berjabat tangan dan tertawa renyah.

Di kamar pengantin, tak lama setelah pak Yusuf keluar, Bu Nova kembali masuk.

Puteri yang baru saja selesai mengganti pakaian pengantin, dan membuka hijabnya terkejut dengan kedatangan Bu Nova yang tiba-tiba.

Dia lupa untuk mengunci pintu kamarnya kembali, setelah ayahnya keluar.

"Waw..cantik, bahkan terlalu cantik. Tapi sayang, munafik. Kamu mengincar anakku, tidak dapat anakku ayahnya pun kamu sikaaatt...dasar perempuan si*l." maki Bu Nova dengan suara tinggi.

"Ibu, bukan seperti itu, aku juga gak mau jadi istri pak Akbar." ucap Puteri dengan kondisi rambut yang setengah berserak, Karena keluar dari ikatan rambutnya. Namun semakin membuat Puteri semakin cantik dan imut, anak rambut yang begitu banyak, menutupi sebahagian dahinya.

"Saya akan meminta cerai secepatnya," ucap Puteri lagi.

"Memang sebaiknya seperti itu, jangan sampai kamu minta harta gono gini, awas kamu." ucap Bu Nova dengan mata setengah melotot.

"Tiba- tiba Bu Nova menarik tangan kiri milik Puteri, dan berusaha menarik jari tengahnya.

"Buka, dan kembalikan cincin tunang dari anakku,"

Puteri yang tiba- tiba di tarik, reflex menghindar dan segera mundur.

"Ada apa ?" tanya pak Akbar, yang tiba- tiba sudah ada didalam kamar.

Seketika Bu Nova membeku, dan memasang wajah melas dihadapan suaminya.

"Mas, peringatkan istri mas ini supaya melepaskan perhiasan yang diberikan putera kita." Langsung meninggalkan kamar pengantin.

Puteri yang dituduh seperti perempuan pengeruk harta lelaki, dengan wajah cantik nan lugu, segera mendekati pak Akbar. Melepaskan cincin dan kalung pertunangan.

Akbar terkejut dan jantung berdetak kencang seperti ingin melompat dari dalam dadanya, begitu melihat wajah sang istri yang tanpa hijab. Sebagai lelaki dewasa yang sudah berpengalaman tentang sosok perempuan, Akbar mengacungkan empat jempolnya terhadap kecantikan perempuan yang ada dihadapannya. Sekali lagi, Akbar merutuki kebodohan puteranya.

" Ini perhiasan yang diminta ibu, Mas." Ucap Puteri yang tidak mengetahui dirinya sedang ditatap tajam oleh sang suami.

"Ini juga cincin pernikahan." Akbar langsung terkejut dari lamunan, ketika Puteri mengucapkan kata pernikahan.

Tanpa berkata, Akbar menerima semua perhiasan yang Puteri berikan padanya, dan meraih kedua tangan istrinya.

"Jangan sekali- sekali membuka cincin nikah kita," kembali Akbar memakaikan cincin nikah mereka dijari manis Puteri.

Sangat dekat jarak keduanya, hingga dahi puteri hampir tersentuh oleh bibir Akbar.

"Perhiasan ini kamu simpan saja, jangan ambil hati dengan ucapan yang kamu panggil ibu tadi." bisik Akbar ditelinga Puteri.

Akbar memejamkan matanya, dikala anak rambut ditelinga Puteri melambai mengenai hidung mancungnya.

Menghirup pelan wangi tubuh istri kecilnya itu, ada desiran hebat disekujur tubuhnya saat ini, dan Akbar tahu pasti apa yang akan terjadi apabila dia tidak sanggup untuk menahannya.

Tak jauh beda dengan Akbar, Puteri merasakan hal aneh yang belum pernah ia rasakan selama ini, dag dig dug jantungnya ingin melompat, nafasnya sesak, seperti orang kena sakit asma.

Sadar dengan situasi itu, dengan canggung Akbar membelai lembut anak rambut yang ada didahi Puteri. Berniat untuk merapikan kebelakang, malah gejolak tubuh semakin parah.

"Kenapa reaksi tubuhku seperti anak muda saja" batin Akbar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Calon Mertuaku Menjadi Maduku   Bab 47 Menuju Bahagia

    Sudah satu Minggu Puteri kembali kerumah minimalisnya. Seperti biasa sebelum pergi ke rumah sakit Akbar sendiri yang akan mengurus bayi Emran dan istri mudanya. "Ruhi....sayang...? Sudah hampir subuh." Panggil Akbar ditelinga sang istri dengan lembut."Mandilah...lima menit lagi azan subuh." Sambung Akbar saat dilihatnya sang istri sudah bangun dari tidurnya. Tanpa menjawab Puteri segera bergegas mengikuti apa yang diperintahkan sang suami.Solat subuh berjamaah dan mengulang murajaah adalah rutinitas yang mereka lakukan sebelum lengkingan suara Emran menggema dari dalam box bayinya.Jam setengah tujuh Emran telah wangi dengan wajah yang sudah seperti donat tepung, karena ulah sang papa. "Wah...anak papa sudah ganteng...sudah wangi...wangi surga..." Ucap Akbar pada puteranya yang sudah mulai lasak."Kita nenen dulu...? Nenen sama mama..?" Sambungnya lagi sambil menggendong Emran, meletakkannya diatas pangkuan sang istri yang sudah siap duduk diatas sofa."Kuchi....kuchi...anak aku ga

  • Calon Mertuaku Menjadi Maduku   Bab 46 Ikhlas Dan Tulus

    Puteri terus memangku bayi Emran sampai tertidur pulas, setelah menghabiskan susu botolnya.Akbar hanya diam terpaku melihat keajaiban Allah. Doanya telah di ijabah Allah, tidak ada yang lebih membahagiakan dari itu semua.Perlahan Nova menghampiri Puteri dan berkata."Sini...Emran nya biar saya pindahkan ke boxnya saja." Pinta Nova dengan tulus."Haaaah...i..iya..!" Jawab Puteri gugup. Dengan sedikit gemetar Puteri memberikan bayinya kepada Nova. Rasa lemah dengan tulang yang rasanya kaku membuat Puteri tidak dapat bergerak banyak.Tak lama seorang suster datang membawakan teh panas dan bubur nasi sup ayam kampung.Dengan cekatan Akbar menerima troli makanan tersebut dan membawanya kehadapan sang istri."Makan dulu Ruhi...?" Pinta Akbar lembut.Nova yang merasa canggung dengan situasi mereka bertiga, berfikir untuk keluar dari ruangan tersebut."Pa...mama, mau pulang sebentar, nanti mama datang lagi. Kalau ada sesuatu yang mau dibeli, hubungi mama ya pah?" Ucap Nova lembut.Kemudian

  • Calon Mertuaku Menjadi Maduku   Bab 45 Usaha Emran

    Hari ini rencananya Akbar akan memindahkan perawatan untuk Puteri dirumah minimalis mereka. karena bagaimana pun rumah sakit bukan tempat yang bagus untuk tumbuh kembang puteranya yaitu Emran. Tanpa diminta oleh suaminya, pagi- pagi sekali Nova sudah sampai dirumah sakit, tepatnya diruangan Puteri dirawat."Ada apa ma?" Tanya Akbar setelah menjawab salam dari istri pertamanya."Ada apa?" Tanya Akbar lagi, dia merasa heran karena masih terlalu pagi bagi tamu untuk menjenguk pasien."Aku hanya ingin bersama kalian pa..?" Jawab Nova jujur.Pak Akbar yang mendengar hanya menautkan alisnya saja, tanpa berkomentar."Oke...sudah selesai..! Anak papa sudah ganteng, sudah wangi...wangi surga...!" Ucap Akbar pada sang putera yang baru selesai ia mandikan.Dengan memakai pakaian anak enam bulan keatas, Emran nampak lebih besar dari usianya.Dengan menggendongnya sebelum diberikan susu, Akbar ingin anaknya memanggil Puteri dengan jeritan tangisan seperti biasanya. "Mas selalu berdoa, kamu pulang

  • Calon Mertuaku Menjadi Maduku   Bab 44 Merindukanmu

    Assalamualaikum" terdengar suara ketukan pintu dan ucapan salam dari luar ruangan. Akbar yang baru selesai mengaji disisi sang istri, segera membuka pintu untuk melihat siapa yang datang." "Waalaikumsalam" jawab Akbar. Saat tahu siapa yang datang ia menghela nafas dengan berat."Kamu bisa pulang ma?" Tanya Akbar heran. Tanpa menerima uluran tangan Nova yang ingin menyalaminya."Jadi papa enggak suka nengok mama pulang ya?" Tanya Bu Nova sedikit tersinggung. "Bukannya gak suka, tapi mama sendiri yang bilang, kemungkinan mama disana sampai menantu mama siap melahirkan." Jawab Akbar, berlalu meninggalkan istri tuanya yang masih berdiri di pintu."Masuklah kalau mau masuk." Ucap Akbar yang telah duduk disisi Puteri. Sedangkan Putera mereka sedang tidur nyenyak didalam box Beby."Sudah berapa lama dia seperti ini pah?" tanya Nova yang sudah berdiri di dekat Akbar."Hampir sebulan." Jawab Akbar datar. Sambil mengecek beberapa berkas kantor dan rumah sakitnya. Merasa dicuekin, Nova berja

  • Calon Mertuaku Menjadi Maduku   Bab 43 Lebih Baik Berpisah

    Sekitar pukul delapan malam pak Yusuf sampai ke Jakarta dan langsung menuju rumah sakit tempat anak semata wayangnya melahirkan."Assalamualaikum" ucap pak Yusuf ketika ia telah sampai didepan pintu kamar pasien tempat Puteri berada.Akbar yang baru selesai menunaikan shalat isya, menoleh kearah suara."Waalaikumsalam" jawabnya dan segera menghampiri sahabat karib sekaligus bapak mertuanya.Kedua lelaki itu berjabatan tangan, dan kemudian berpelukan."Aku takut Yusuf...aku takut kalau istriku pingsannya lama." Ucap Akbar dengan suara bergetar."Berdoalah untuk yang terbaik" jawab Yusuf dengan menepuk- nepuk pundak sahabatnya dan melepaskan pelukan mereka.Yusuf menghampiri anaknya yang sudah lama tidak ia kunjungi."Sayang...?" Panggil Yusuf dengan suara bergetar. Diraihnya jemari Puteri digenggamnya erat."Kenapa belum mau bangun sayang....?" Panggilnya pada sang anak yang tertidur dengan damai."Kasian cucu ayah kalau tidak minum ASI, bangunlah. Hadapi semua, menghindar untuk tetap

  • Calon Mertuaku Menjadi Maduku   Bab 42 Melahirkan

    Satu jam berlalu setelah Akbar membuat penyatuannya dengan sang istri. Jalan lahir sudah memasuki pembukaan tiga, kini Puteri tengah berjalan dan terkadang jongkok kalau rasa mulas menggerayangi perutnya, dan pak Akbar dengan setia terus berada didekat istrinya walau kadang Puteri menyuruhnya untuk istirahat.Sambil berjalan Puteri merasakan perutnya mulas kembali, dan ia meringis lagi"Kita operasi saja, ya sayang...? Kalau operasi, satu jam mendatang kamu tidak merasakan sakit seperti ini lagi." Rayu Akbar kembali.Puteri hanya diam, tak menanggapi ucapan suaminya, Puteri bosan mendengarnya."Mas....? Air kencingnya keluar sendiri." Ucapnya tiba-tiba, dengan melihat lantai yang sudah banjir air yang merembes dari kemaluannya.Akbar yang mendengar ucapan sang istri, segera membawa Puteri kekamar mandi."Itu bukan air kencing sayang, itu air ketubannya sudah pecah, tukar dulu bajunya. Dengan dibantu perawat wanita, Puteri membersihkan tubuhnya yang basah oleh rembesan air ketuban.Sem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status