Share

132. Setia di Sisi

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 21:54:51

Terbangun dalam pelukan Rai yang hangat, Gendhis menggeliat kecil. Masih

pagi buta, suasana di luar kamar juga belum terdengar ada aktivitas. Perlahan, Gendhis turun dari ranjang, melebarkan pandangan matanya. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, ia sempatkan menoleh Rai yang masih terlelap. Mereka berciuman mesra semalam, tapi tidak sampai berhubungan badan. Lelah dan duka yang masih mendalam dirasakan Rai membuat ciuman rindu itu benar-benar terasa sebagai pelampiasan perasaan mereka yang sebenarnya. Mereka dua dewasa yang sudah paham konsekuensi dari setiap tindakan yang diambil, dan berciuman adalah satu hal wajar.

"Sama-sama butuh, wajar lo begitu Ndhis," desis Gendhis bermonolog sambil bercermin. "Dia lagi butuh dukungan banget sekarang," tandasnya menghibur diri sendiri.

Saat Gendhis keluar dari kamar mandi, Rai sudah bangun. Dokter tampan ini sedang melepas kemeja hitam yang dikenakannya. Ia bertelanjang dada, menampilkan tubuh seksi berhias tatonya, bersiap untuk membersihk
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Candu Cinta Dokter Muda   133. Bergerak Melawan

    Gendhis menyesap teh hangatnya beberapa kali. Tatapannya lurus ke arah pohon tabebuya yang tegar berdiri di atas kolam ikan koi nan tenang di kejauhan. Sudah dua hari sejak kematian Taka-Sama, Gendhis bertahan di rumah besar, hanya menjadi teman mengobrol Rai dan tidak melakukan apa-apa. Hari ini, di saat Rai sudah mulai berangkat bekerja lagi, Gendhis ditinggal sendirian di rumah besar, hanya bersama beberapa orang anak buah yang memang ditugaskan untuk berjaga di sana. "Ngalamun?" tegur sebuah suara, Axel sengaja datang karena diminta oleh Gendhis. "Mau ngapain lagi coba kalau di sini, Bang? Nggak ada kerjaan juga," balas Gendhis tertawa. "Gimana? Udah siap ke kantor hari ini? Ketua udah tau?" "Aku belom ngomong sih, tapi beberapa hari sebelumnya aku udah pernah bilang kalau bakalan dateng ke rapat direksi. Nanti biar ku-WA di perjalanan," terang Gendhis. "Langsung aja? Mbak Mala-nya?" "Mala dan tim langsung ke kantor, kita ketemu di sana," kata Axel. "Ah, nggak minum dulu, Ba

  • Candu Cinta Dokter Muda   132. Setia di Sisi

    Terbangun dalam pelukan Rai yang hangat, Gendhis menggeliat kecil. Masih pagi buta, suasana di luar kamar juga belum terdengar ada aktivitas. Perlahan, Gendhis turun dari ranjang, melebarkan pandangan matanya. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, ia sempatkan menoleh Rai yang masih terlelap. Mereka berciuman mesra semalam, tapi tidak sampai berhubungan badan. Lelah dan duka yang masih mendalam dirasakan Rai membuat ciuman rindu itu benar-benar terasa sebagai pelampiasan perasaan mereka yang sebenarnya. Mereka dua dewasa yang sudah paham konsekuensi dari setiap tindakan yang diambil, dan berciuman adalah satu hal wajar. "Sama-sama butuh, wajar lo begitu Ndhis," desis Gendhis bermonolog sambil bercermin. "Dia lagi butuh dukungan banget sekarang," tandasnya menghibur diri sendiri. Saat Gendhis keluar dari kamar mandi, Rai sudah bangun. Dokter tampan ini sedang melepas kemeja hitam yang dikenakannya. Ia bertelanjang dada, menampilkan tubuh seksi berhias tatonya, bersiap untuk membersihk

  • Candu Cinta Dokter Muda   131. Ada Bersamamu

    "Kuambilin makan ya Rai?" tawar Gendhis sabar, tengah malam, saat ia melongok ke pintu kamar utama, Rai masih duduk tercenung di sisi ranjangnya, tak melakukan apa-apa. "Hem?" Rai menoleh, ia lantas menggeleng. "Nanti aja, masih belum laper," tolaknya. "Kamu nggak capek? Nggak istirahat? Orang-orang udah pada istirahat, siap-siap buat acara pemakaman besok," ungkap Gendhis. "Kalau nggak makan, tidur aja ya," bujuknya. "Kamu duluan aja. Atau kamu mau tidur di sini? Aku keluar," ujar Rai buru-buru berdiri. "Hei," sigap, Gendhis menahan lengan Rai. "Kutemenin ngalamun deh di sini," katanya. Rai tak menolak kali ini. Berdampingan, keduanya duduk diam di ranjang, tak ada yang dikerjakan. Gendhis juga tidak mengintervensi lamunan Rai, ia sesekali memainkan ponselnya, menguap sesaat, tapi bertahan untuk tidak berbaring tidur. Lama-lama, tak kuasa menahan kantuk, Gendhis berbaring di ranjang, tapi tangannya masih sibuk memainkan ponsel. "Kamu kan yang capek," tebak Rai berdiri sigap, ia

  • Candu Cinta Dokter Muda   130. Kekosongan Belaka

    Tiba di rumah besar, Rai langsung disambut oleh Ardi. Ia diberi baju ganti, begitu pula dengan Gendhis. Bersama-sama, keduanya masuk ke kamar utama di mana dulunya kamar itu juga sempat dihuni oleh Rai beberapa bulan. "Yang kuat ya," kata Gendhis sengaja meremas kedua sisi lengan Rai, memberinya dukungan. "Sini, kamu nggak fokus sampe pake dasi aja compang-camping gini," katanya dengan telaten membantu memperbaiki ikatan dasi yang Rai kenakan. "Aku harus mimpin upacara penghormatan, dan ini upacara penghormatan terakhir buat Kakek," desis Rai lirih. "Apa aku bisa?""Bisa!" sambar Gendhis, "kamu bisa," ucapnya yakin. Tak ada waktu untuk bersantai dan mengobrol lebih lama, Ardi sudah mengetuk pintu kamar, meminta Rai segera bersiap menerima tamu yang datang untuk memberi penghormatan terakhir. Saat itulah Gendhis baru menyadari betapa luasnya jaringan keluarga Takahashi. Semua orang yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir kompak mengenakan jas hitam, mereka tampak sangat e

  • Candu Cinta Dokter Muda   129. Dua Kabar

    Gendhis meronta, berusaha melepaskan diri tapi Rai lebih kuat darinya. Ia dorong dada Rai sekuat tenaga, semampu yang ia bisa hingga pagutan itu terlepas secara paksa. "Please, Rai! Jangan kayak gini!" pinta Gendhis dengan mata berkaca-kaca. Rai tampak mengatur napasnya yang sedikit memburu, tatapannya tak lepas dari Gendhis yang juga balas melihatnya dalam sorot takut yang tak beralasan. Mereka sama-sama terengah, sama-sama menahan diri. "Apa aku semurahan itu di mata kamu, Rai?" tanya Gendhis lirih. "Apa karena aku bekas pelacur jadi meski kita udah nggak suami-istri, aku nggak bisa mempertahankan kehormatanku?" cecarnya. "Bukan gitu Ndhis," elak Rai. "Maaf karena aku nggak bisa nahan diri, jujur, sekangen ini aku sama kamu," ungkapnya. Gendhis menghela napas panjang, ia tenangkan hati dan pikirannya sebentar. Tidak bisa dipungkiri, ia pun merindukan Rai dan sentuhannya, tapi bukan begini yang ia mau. Mereka perlu dekat lagi lebih hati-hati, tidak melulu saling berinteraksi fis

  • Candu Cinta Dokter Muda   128. Tak Kuasa Menahan Diri

    "Kok kamu hafal ulang tahunku sih, Rai?" tanya Gendhis penasaran, ia amati gerak tubuh Rai yang terampil memasak di dapur. "Hafal, dulu di buku nikah ada, pas daftarin cerai kan juga pasti disebut," gumam Rai, masih sibuk dengan masakannya. "Oh," Gendhis senyum dikulum. Ia perhatikan lagi gerak-gerik Rai yang cekatan itu.Entah sudah berapa menu yang dihidangkan oleh Rai, setidaknya ada sekitar 8 piring yang sudah disajikan di meja makan. Macam lauk dan sayur terlihat didominasi menu khas Jepang, sedangkan nasinya masih di tanak secara manual. "Padahal aku punya rice cooker," ucap Gendhis melirik Rai yang tengah mengaduk nasi. "Seninya masak nasi ada di sini," ucap Rai. "Apa yang kamu nggak bisa Rai?" tanya Gendhis nyeletuk, matanya tampak kagum. "Mempertahankan kamu sebagai istriku," jawab Rai cepat. "Ahh," Gendhis tertawa. "Nggak suka yang begini, jangan dibawa ke yang sedih-sedih, kan ini hari ulang tahunku," tandasnya protes. "Oke, my bad," sahut Rai. "Aku nggak bisa nyetr

  • Candu Cinta Dokter Muda   127. Hari Bahagia

    "Jadi, sudah jelas kan? Pernikahan dibatalkan," sebut Ben begitu dingin. Kini, memutari meja makan di sebuah restoran fancy ibukota, kedua keluarga Wisanggeni dan Suharjo mengadakan pertemuan. "Kami datang karena menghormati undangan keluarga Suharjo, bukan untuk kembali membicarakan perjodohan," lanjut Ben, matanya tajam menatap Wildan tanpa berkedip. "Aku malu untuk balik kerja lagi, Om," desis Kiara jujur. "Undangan kami yang udah disebar itu, 90 persen adalah orang-orang di rumah sakit," katanya. "Ada nama Christ juga dalam undangan itu, dia tetep kerja dan dia juga sendirian ngejelasin ke orang-orang mengenai pembatalan pernikahan kalian. Semua udah aman kan, Dokter Christopher?" gumam Ben menoleh anak angkatnya yang duduk diam. Rai mengangguk angkuh, hanya melirik Kiara sekejap kemudian fokus menatap ponselnya lagi. Pikirannya sudah melayang jauh, ia baru teringat bahwa hari ini, Gendhis berulang tahun. "Serius? Dengan bilang ke orang-orang kalau kamu adalah seorang duda d

  • Candu Cinta Dokter Muda   126. Menyembuhkan Luka

    "Harus ada pesta rumah baru dong!" seru Danisha di pintu rumah baru Gendhis, ia datang bersama rombongan, mengejutkan pemilik rumah dan juga Rai. "Udah di sini duluan?" serunya menunjuk Rai sambil tertawa pada Ann. "Kok nggak kasih kabar?" sambut Gendhis tampak berseri wajahnya, senang dengan kedatangan para tamunya itu. Ia peluk Danisha serta Ann, erat sekali. "Kangen," ujarnya sangat akrab. "Mama mertua akrab ya sama mantu," cengir Rai senang. "Gendhis bakalan dapet jodoh lain yang lebih baik," ujar Ben datang membawa rombongan para lelaki, di tentengan tangan mereka banyak sekali barang yang sengaja disiapkan untuk pesta. "Bukan ketua klan pengecut kayak anak angkatku," tandasnya dingin sekali. "Makasih Ben, sindiran yang nembus sampe punggung," balas Rai masih dengan wajah tersenyumnya. "Kamu nggak diundang, Christ. Boleh pergi lho sekarang," usir Ann tega. "Enggak," sambar Gendhis baik hati. "Aku undang Rai, kamu juga keluarga Wisanggeni, di sini ikut dulu yaa," pintanya sa

  • Candu Cinta Dokter Muda   125. Jangan Mimpi

    "Aku beli rumah ini pake uang tabunganku, bukan pake dana dari asetnya Papa," sebut Gendhis saat memandu Rai untuk melihat-lihat isi rumahnya. Sebuah rumah besar berlantai dua sengaja dipilih Gendhis sebagai istananya. Ia tak lagi mau berhubungan dengan orang-orang dari rumah bordil, pun dengan para mantan pelanggannya dulu. "Kenapa nggak kamu manfaatin uang yang kamu punya dari sana? Udah bisa dicairin kan?" tanya Rai. "Ada sebagian yang udah bisa kuakses. Tapi beberapa ada yang harus nunggu rapat direksi," sebut Gendhis. "Lagian, beli rumah sendiri pake uang yang kukumpulin adalah impianku Rai. Nginget bahwa aku harus dilempar ke sana-sini pas sakit kemarin dan ngrepotin banyak orang, rasanya lega banget pas bisa punya rumah ini," tukasnya sambil sesekali menyentuh perabotan baru yang memang dipesannya. "Kamu pernah ada di posisi sebagai nyonya di rumahku, satu hal yang setelahnya ngebuat aku sadar kalau tanpa kamu rumahku sepi kayak kuburan. Aku juga balik lagi ke rumah lamaku,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status