“Para hadirin sekalian, mari kita bersama-sama mulai menghitung … tigaaa, duaaa, satuuu," ajak MC wanita yang berdiri di atas panggung.
‘Teett … Teeettt …. Teetttt .’
Suara sirine yang menggelegar disertai hujan balon dan pernak-pernik kertas berkilauan dari atas Atrium Mall, memeriahkan suasana peresmian Mall, Apartment & Hotel terbesar di kota ini.
“Dengan ini, kami ucapkan Selamat atas diresmikannya The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel,” ujar MC disertai gemuruh tepuk tangan dari para tamu undangan.
“Mari kita sambut, Owner dari The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel. CEO kita, Bapak Cahyadi Widjoyo.”
Secara serempak seluruh tamu undangan yang berada di Atrium Mall, berdiri dan bertepuk tangan tanpa ada yang memberikan instruksi.
‘Selamat Mr. C’
‘Sukses Mr. C’
Beberapa celetukan-celetukan dari tamu undangan yang antusias memberikan semangat ketika Cahyadi Widjoyo berjalan melewati mereka untuk menaiki panggung.
Di atas panggung berukuran 8 x 15 meter dengan layar videotron sebagai background panggung, Cahyadi Widjoyo mulai memberikan kata sambutan.
“Hari ini, adalah hari yang sangat berbahagia.”
Lampu sorot tertuju kepada Cahyadi Widjoyo yang sedang berdiri tepat di tengah panggung. Dengan baju batik lengan panjang dan rambut klimis disisir kebelakang, tampak auranya sangat mendominasi seluruh Atrium Mall yang saat ini dipadati oleh tamu undangan dan wartawan.
“Sebuah mimpi 22 tahun yang lalu, saat ini menjadi kenyataan,” lanjutnya.
“Saya teringat ketika mengutarakan ide tentang 1500 hunian yang dilengkapi dengan fasilitas pusat belanja, hiburan dan rekreasi dalam sebuah kawasan tidak memerlukan lahan sampai 5 hektar, menjadi bahan olok-olokan. Saat ini, anda sekalian berdiri di atas tanah seluas 3 hektar, dimana dalam kawasan ini terdapat 2000 unit apartement dan hotel, Mall terbesar dan terlengkap serta danau buatan yang dikelilingi taman untuk rekreasi keluarga.”
Gemuruh tepuk tangan dari para tamu undangan pun kembali terdengar.
“Proyek ini saya beri nama The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel, karena mengambil sifat dari pohon teratai. Yaitu Tidak mati disaat surut, tidak tenggelam disaat pasang. Tentunya, yang menjadi harapan adalah The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel tidak akan terpengaruh dari kondisi apapun, baik dalam keadaan pasang maupun surut, tetap berada di atas permukaan.”
“Untuk kalian ketahui semua, tamu undangan yang menghadiri acara peresmian The Lotus Square Mall, Apartement & Hotel adalah orang-orang pilihan. Dan saya sendiri yang memilihnya secara pribadi.”
Gemuruh tepuk tangan dari tamu undangan semakin kuat, dan kilau lampu blitz kamera dari para wartawan silih berganti memancarkan kilaunya.
“Saya sangat selektif dalam memilih orang yang akan bekerja dan maju bersama saya. The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel akan menjadi besar dan memimpin dalam bisnis properti. Dan saya tidak ingin menjadi besar sendirian, saya menginginkan kawan yang berjalan beriringan disisi saya untuk maju dan memimpin bisnis properti di kota kita yang tercinta ini.”
Seluruh tamu undangan terdiam dan terpaku, hanya suara tangkapan foto dari kamera wartawan yang sesekali terdengar.
“Oleh karena itu, saya memberikan kesempatan kepada kalian semua yang ada disini untuk berpartisipasi dalam proyek ini dengan memiliki unit apartement di The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel. Investasi di saat yang tepat dan di tempat yang tepat, adalah keputusan yang cerdas.”
“Sudah tentu kami akan ikut berpartisipasi Mr. C, bahkan saya akan mengambil 5 unit apartment di sini,” teriak salah satu tamu undangan dengan antusias.
‘Ya, saya juga sudah pasti akan berinvestasi di sini’
‘Saya juga akan ikut berpartisipasi Mr.C’
Satu-persatu tamu undangan berteriak dengan kuat untuk menyatakan ikut berinvestasi di dalam proyek The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel.
Sebelum keadaan semakin ricuh, MC mengambil alih situasi sesaat untuk mengendalikan keadaan.
“Para hadirin sekalian, para tamu undangan yang terhormat ... anda tidak perlu khawatir akan kehilangan kesempatan. Kami sudah menyiapkan booth khusus di belakang panggung yang bisa anda sekalian kunjungi setelah acara ini berakhir. Saat ini, mari kita dengarkan sambutan dari CEO kita terlebih dahulu.”
Berangsur-angsur keadaanpun menjadi tenang.
“Dari lubuk hati saya yang terdalam, saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan kalian semua. Sungguh, ini adalah hari yang sangat berbahagia.”
“Dengan diresmikannya The Lotus Square Mall, maka hari ini Mall terbesar dan terlengkap yang ada di kota kita tercinta ini, sudah mulai beroperasional. Silahkan anda sekalian berbelanja dan menikmati hiburan yang tersedia di dalam Mall ini.”
Tepuk tangan meriah dari tamu undangan menggema keseluruh Atrium Mall.
“Saat ini juga, saya secara resmi akan membuka proyek The Lotus Apartment dan Hotel.”
Panitia penyelenggara acara segera menghadirkan sebuah gong besar di atas panggung, dan disaat yang bersamaan, seluruh wartawan yang ada di tempat itu tumpah ruah berhamburan di depan panggung untuk mengabil foto dengan sudut pandang terbaik.
Setelah membaca doa sejenak, Cahyadi Widjoyo memukul gong tersebut sebanyak 3 kali sebagai ceremonial pembukaan proyek The Lotus Apartment & Hotel.
‘Dongg…. Doongg … Doongg’
“Dengan ini, Proyek The Lotus Apartment & Hotel telah resmi di mulai,” ucap MC diikuti oleh tepuk tangan para tamu undangan.
Setelah melakukan ceremonial pemukulan gong dan beberapa pengambilan foto oleh para wartawan, acara pun dilanjutkan oleh pertunjukan artis ibukota papan atas, seorang diva musik yang sedang terkenal dengan lagu terbarunya.
Cahyadi Widjoyo turun melalui tangga yang tersedia langsung menuju ke belakang panggung dan segera di kawal oleh 3 orang berseragam safari hitam yang memang sudah bersiaga di bawah tangga. Mereka adalah para pengawal pribadinya, yang bertugas mengawal ketika harus menghadiri kegiatan di luar.
Tiba-tiba, ada seseorang yang menggunakan pakaian batik dengan postur tubuh berperawakan tegap dan rambut cepak, datang mendekati Cahyadi Widjoyo.
Dengan sigap, para pengawalnya langsung menghentikan orang tersebut sebelum benar-benar mendekati Cahyadi Widjoyo.
“Berhenti disitu!” cegah salah seorang pegawal.
Pria itu tidak menunjukan tanda-tanda akan berhenti, dia semakin mempercepat jalannya menuju ke arah Cahyadi Widjoyo.
Melihat ada potensi ancaman, para pengawal membentuk formasi untuk melindungi Cahyadi Widjoyo. 2 orang pengawal segera maju menghampiri pria tersebut, sedangkan seorang pengawal berdiri melindungi Cahyadi Widjoyo dari segala kemungkinan bahaya.
“SAYA BILANG BERHENTI DISITU.” herdik salah seorang pengawal.
“Jangan halangi, saya ada keperluan mendesak dengan beliau,” ucap pria tersebut sambil terus mendekat kearah Cahyadi Widjoyo.
Melihat ancaman yang nyata, kedua pengawal tersebut dengan sigap melakukan gerakan untuk meringkus pria tersebut.
‘Buk … argghh’
Kedua pengawal tersebut terjatuh di lantai memegang perutnya sambil menahan sakit.
Melihat kedua temannya tergeletak di lantai tidak berdaya, seorang pengawal yang tersisa pun segera mengambil posisi bertarung sambil menjauhkan Cahyadi Widjoyo ke tempat yang lebih aman.
“Siapa kamu? mau apa kamu di sini ?” tanya pengawal tersebut.
‘Buk … buk … arggh’ pengawal tersebut pun tersungkur oleh tendangan yang diarahkan tepat kearah perut dan kepalanya.
Berdiri tepat dihadapan Cahyadi Widjoyo, pria tersebut membungkuk memberi hormat.
“Siapa kamu? ada keperluan apa ?” tanya Cahyadi Widjoyo.
“Maaf jika saya lancang, keadaan mendesak. Anda diminta untuk segera menemui ‘Bapak’ ” ucapnya.
“Jenderal? Kamu orangnya Jenderal?” tanya Cahyadi Widjoyo kebingungan.
“Iya benar” jawabnya singkat.
‘Pantas saja pengawal ku dengan mudah dilumpuhkan oleh dia,’ gumam Cahyadi Widjoyo.
“Baik, saya segera menemui Jenderal. Beritahu saja beliau ada dimana, saya akan segera kesana.” ujar Cahyadi Widjoyo.
“Tidak perlu, silahkan ikuti saya, mobil sudah tersedia di depan,” ujar pria tersebut sambil mengarahkan jalan menuju mobil yang telah disiapkan. 2 mobil hitam dan sebuah motor pengawal.
Cahyadi Widjoyo pun mengikuti arahan yang diberikan oleh pria tersebut dan segera memasuki mobil Land Cruiser hitam yang dikawal oleh motor besar Gold Wing milik Polisi Militer.
Di dalam mobil tersebut, sudah ada seorang wanita muda berkacamata menggunakan blazer hitam yang baru saja mengakhiri komunikasinya dengan seseorang melalui telepon satelit yang tersedia di dalam mobil.
Rok nya yang pendek, memperlihatkan kulit putihnya yang mulus, dengan rambutnya yang terurai sebahu dapat membuat setiap lelaki kehilangan fokusnya.
“Mona, ada apa ini?” tanya Cahyadi Widjoyo ke wanita tersebut.
Sementara itu di lahan lokasi yang baru saja di beli oleh Cahyadi Widjoyo, Samson yang baru saja tiba menggunakan Pajero Sport putih miliknya langsung disambut oleh puluhan anak buahnya yang sudah bersiap untuk membersihkan lahan tersebut. Berdiri membentuk formasi tiga baris menghadap kepada Samson, mereka siap menerima instruksi. “Lima orang berjaga di luar menjaga parameter agar tidak ada orang yang masuk, sebagian lagi bongkar pos penjagaan yang disana sisanya bongkar pagar seng ini,” perintah Samson kepada mereka. “Siaapp bos,” jawab mereka serempak. “Kalian bertiga ikut saya,” ucap Samson sambil beranjak masuk ke dalam lokasi. Menuju ke bangunan tua yang berada di dalam lokasi, Samson memerintahkan ketiga orang anak buahnya untuk membersihkan dan mengatur di salah satu pojok ruangan yang terdapat jendela untuk tempat duduk sambil memantau aktivitas anak buahnya melalui jendela tersebut. Setelah mengatur meja dan tempat duduk untuknya, Samson duduk di pojok ruangan sambil m
Berdiri tepat di belakang Ari, Cahyadi menepuk bahunya. “Kamu masih suka main judi?” “Saya … saya bukan pemain judi Pak,” jawab Ari terbata-bata. “Saya awalnya suka nonton sabung ayam, akhirnya jadi ikut-ikutan. Tapi saya sekarang sudah tidak punya ayam lagi pak,” lanjutnya. “Jadi kamu tidak berjudi?” tanya Cahyadi memastikan. “Saya hanya suka sabung ayam pak, biasanya orang-orang pasang taruhan untuk ayam saya. Kalau menang mereka suka kasih saya uang, tapi saya sendiri tidak pernah memasang taruhan untuk ayam saya,” papar Ari. “Sepertinya kamu paham sekali ya tentang dunia sabung ayam,” ujar Cahyadi. “Iya pak, saya dulu sempat mengelola arena sabung ayam. Tapi sekarang sudah tidak lagi semenjak pulang ke kampung,” jelasnya. Cahyadi melirik kepada Wati. “Iya pak benar yang dikatakan suami saya, dulu waktu saya melanjutkan mengelola warung kedai milik abah, yang datang itu rata-rata orang yang suka pasang taruhan sabung ayam. Jadi tempat kumpul mereka kalau lagi tidak ada per
“Kriingg … kriingg … kriinggg”Telepon kamar hotel yang berada di meja samping tempat tidur berbunyi ketika matahari mulai memancarkan sinarnya melalui sela-sela hordeng jendela kamar hotel.“Halloo …” sapa Ari yang mengangkat telepon dengan ragu-ragu.“Selamat pagi pak, saya dari receptionist, ingin menyampaikan bahwa sarapan saat ini sudah tersedia di restoran samping lobby dan juga saya ingin mengingatkan bahwa nanti pukul 9.00 pagi, Bu Wati dan Pak Ari ditunggu kehadirannya di lobby,” ujar seorang wanita dari ujung telepon.“Oh iya terima kasih, saya bersama istri saya akan segera turun,” jawab Ari.“Baik terima kasih. Selamat pagi,” tutup wanita itu sopan.Ari menutup telepon dan segera membangunkan istrinya yang masih tertidur dibalik selimut.“Neng, bangun neng. Ayo mandi dulu abis itu kita sarapan. Jam 9 kita di tunggu di lobby hotel,” ujar Ari sambil menarik selimut.“Jam berapa emang sekarang bang?” tanya Wati yang masih menutup matanya.“Sekarang jam 7.15, ayo neng cepatan
“Saya akan membelinya dari Ahli Waris Pak Soleh, mereka yang mempunyai hak atas tanah tersebut,” jawab Cahyadi. “Oh, saya baru mengerti sekarang. Itulah sebabnya anda meminta kepada Pak Robert agar Wati dan suaminya didatangkan kesini supaya bisa melakukan transaksi jual beli. Tapi bagaimana dengan sertifikatnya, bukankah masih ada sama Om Aten?” tanya Chintya. Sambil menunjuk dokumen yang ada dalam map coklat di atas coffee table, Cahyadi berkata, “Semua surat-suratnya sudah ada disini. Nanti kamu tolong berikan ini ke Pak Tigor agar dia bisa siapkan segala keperluan untuk pengikatan jual beli.” Chintya memperhatikan dokumen tersebut. “Ba … bagaimana bisa semua dokumen ini secara lengkap ada disini?” ujarnya terbata-bata. Cahyadi hanya tersenyum kepada Chintya. *** Sementara itu, dua mobil terparkir tepat di depan sebuah rumah yang belum sepenuhnya jadi. Wati mengintip dari balik jendela ketika pintu mobil tersebut terbuka. Enam orang pria berbaju preman turun dari mobil ters
“Bisaa … bisaa … biar saya urus semuanya. Boss Samson tenang saja,” jawab Om Aten terbata-bata. “Kau bisa lapor polisi atas kejadian ini, atau kau bisa biarkan dia bermain bersama ikan di lautan. Tersarah kau mau pilih yang mana,” ujar Samson sambil melemparkan uang sebesar 30 Juta Rupiah dan berlalu meninggalkan mereka. Sebelum Samson meninggalkan ruangan, seorang anak buahnya bertanya sambil menunjuk ke arah para pengikut Sarap yang masih berjongkok dilantai, “Boss, bagaimana dengan mereka?” Samson menatap tajam wajah mereka satu persatu yang masih trauma atas kejadian itu. “Tunjukan kalau kalian bisa memberesi ini dengan baik, setelah itu kalian bisa bekerja ditempat ku,” ucapnya. “Baik boss … terima kasih Boss Samson,” ucap mereka bersamaan sembari membungkuk hormat kepada Samson. Samson pergi meninggalkan rumah tersebut diikuti oleh empat orang anak buahnya langsung menuju ke Menara C, kantor Cahyadi Widjoyo. Sementara itu, Cahyadi dan Chintya yang baru saja tiba di Menara
“Ini semua hanyalah salah paham, ini biasa terjadi ketika kita tidak saling mengenal. Saya baru tiba disini dan tidak mengetahui urusan kalian dan Om Aten sebelumnya. Maafkan kalau saya telah berbuat lancang kepada anda,” ujar Sarap kepada Cahyadi dengan sopan.“Selanjutnya, saya tidak akan ikut campur dalam urusan kalian. Silahkan diselesaikan dengan Om Aten,” lanjutnya.Sarap segera beranjak dan memanggil anak buahnya untuk duduk di Gazebo.Om Aten yang kebingungan menatap Cahyadi dengan gugup.Mengambil amplop besar berwarna coklat yang dibawa oleh Samson, Cahyadi berkata kepada Om Aten, “Ini uang 50 Juta Rupiah yang kamu minta sebagai kompensasi karena telah membuang-buang waktu kamu. Silahkan diambil.”“Ahh Boss Cahyadi, tadi itu saya hanya bercanda saja. Saya minta maaf jika membuat anda menanggapinya secara serius. Tidak mungkin saya berani meminta uang dari anda,” celoteh Om Aten dengan senyum yang dipaksakan.“Jadi anda tidak mau menerima uang dari saya?” tanya Cahyadi menegas