Berdiri tepat di belakang Ari, Cahyadi menepuk bahunya. “Kamu masih suka main judi?” “Saya … saya bukan pemain judi Pak,” jawab Ari terbata-bata. “Saya awalnya suka nonton sabung ayam, akhirnya jadi ikut-ikutan. Tapi saya sekarang sudah tidak punya ayam lagi pak,” lanjutnya. “Jadi kamu tidak berjudi?” tanya Cahyadi memastikan. “Saya hanya suka sabung ayam pak, biasanya orang-orang pasang taruhan untuk ayam saya. Kalau menang mereka suka kasih saya uang, tapi saya sendiri tidak pernah memasang taruhan untuk ayam saya,” papar Ari. “Sepertinya kamu paham sekali ya tentang dunia sabung ayam,” ujar Cahyadi. “Iya pak, saya dulu sempat mengelola arena sabung ayam. Tapi sekarang sudah tidak lagi semenjak pulang ke kampung,” jelasnya. Cahyadi melirik kepada Wati. “Iya pak benar yang dikatakan suami saya, dulu waktu saya melanjutkan mengelola warung kedai milik abah, yang datang itu rata-rata orang yang suka pasang taruhan sabung ayam. Jadi tempat kumpul mereka kalau lagi tidak ada per
Sementara itu di lahan lokasi yang baru saja di beli oleh Cahyadi Widjoyo, Samson yang baru saja tiba menggunakan Pajero Sport putih miliknya langsung disambut oleh puluhan anak buahnya yang sudah bersiap untuk membersihkan lahan tersebut. Berdiri membentuk formasi tiga baris menghadap kepada Samson, mereka siap menerima instruksi. “Lima orang berjaga di luar menjaga parameter agar tidak ada orang yang masuk, sebagian lagi bongkar pos penjagaan yang disana sisanya bongkar pagar seng ini,” perintah Samson kepada mereka. “Siaapp bos,” jawab mereka serempak. “Kalian bertiga ikut saya,” ucap Samson sambil beranjak masuk ke dalam lokasi. Menuju ke bangunan tua yang berada di dalam lokasi, Samson memerintahkan ketiga orang anak buahnya untuk membersihkan dan mengatur di salah satu pojok ruangan yang terdapat jendela untuk tempat duduk sambil memantau aktivitas anak buahnya melalui jendela tersebut. Setelah mengatur meja dan tempat duduk untuknya, Samson duduk di pojok ruangan sambil m
“Para hadirin sekalian, mari kita bersama-sama mulai menghitung … tigaaa, duaaa, satuuu," ajak MC wanita yang berdiri di atas panggung.‘Teett … Teeettt …. Teetttt .’Suara sirine yang menggelegar disertai hujan balon dan pernak-pernik kertas berkilauan dari atas Atrium Mall, memeriahkan suasana peresmian Mall, Apartment & Hotel terbesar di kota ini.“Dengan ini, kami ucapkan Selamat atas diresmikannya The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel,” ujar MC disertai gemuruh tepuk tangan dari para tamu undangan.“Mari kita sambut, Owner dari The Lotus Square Mall, Apartment & Hotel. CEO kita, Bapak Cahyadi Widjoyo.”Secara serempak seluruh tamu undangan yang berada di Atrium Mall, berdiri dan bertepuk tangan tanpa ada yang memberikan instruksi.‘Selamat Mr. C’‘Sukses Mr. C’Beberapa celetukan-celetukan dari tamu undangan yang antusias memberikan semangat ketika Cahyadi Widjoyo berjalan melewati mereka untuk menaiki panggung.Di atas panggung berukuran 8 x 15 meter dengan layar videotron se
“Hallo Mr. C, bagaimana acara potong pita peresmian Mallnya? apakah lancar-lancar saja ?” tanya Mona basa-basi. “Sebetulnya, ini ada apa Mona?” tanya Cahyadi Widjoyo penuh selidik. “Saya hanya diminta ‘Bapak’ untuk segera menjemput anda Mr. C. Itu saja” jawab Mona dengan santai. “Menjemput dengan melumpuhkan 3 pengawal pribadi saya? Itu lebih terlihat seperti penculikan daripada disebut menjemput.” ujar Cahyadi Widjoyo geram. “Jika hanya sekedar untuk bertemu, kenapa kamu tidak menghubungi Chintya? Kamu berdua kan sama-sama sekertaris, seharusnya lebih paham bagaimana mengatur pertemuan” lanjutnya. “Maaf Mr. C, saya hanya menjalankan perintah saja. Saya pun harus memberikan alasan yang baik ke ‘Bapak’ untuk tidak segera menjemput anda, agar bisa memberikan kesempatan kepada anda menyampaikan kata-kata sambutan pada saat peresmian tadi.” “Saya tidak mengetahui apa yang terjadi, yang saya tahu keadaan saat ini sedang mendesak, dan ‘Bapak’ ingin agar anda segera hadir dihadapan bel
Cahyadi Widjoyo menyadari sepenuhnya bahwa jika hanya permasalahan Dana Operasional, tentunya Sang Jenderal tidak akan mendesak dia bertemu di sini. Ini adalah salah satu rumah yang dijadikan sebagai tempat persembunyian Sang Jenderal, biasa disebut sebagai Rumah Aman. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memasuki rumah ini. Walaupun tempat ini pemberian dari Cahyadi Widjoyo, namun dia sendiri baru 2 kali mengunjungi rumah ini untuk bertemu dengan Sang Jenderal. “Kamu tahukan, bahwa tidak lama lagi kita akan mengadakan Pemilihan Umum untuk memilih Presiden baru. Presiden kita saat ini, sangat berambisi untuk kembali memimpin negeri. Dan kita sama-sama tahu, bahwa sebetulnya yang mengatur itu semua adalah suaminya, seorang pebisnis handal.” ujar Sang Jenderal. “Minyak. Eksplorasi Minyak Bumilah yang membuat posisi Presiden begitu krusial. Permintaan pasar saat ini sangat tinggi dari Amerika dan Eropa.” lanjutnya. “Hanya Presiden yang bisa memutuskan, perusahaan mana yang berh
Setelah menghabiskan makanan padang kesukaannya, Cahyadi langsung mandi di kamar mandi yang memang tersedia khusus untuknya. Ruangan kerjanya memang terbilang cukup luas. Hampir seluruh lantai 27 digunakan untuk ruangannya, hanya sebagian yang digunakan untuk kantor Sekertarisnya dan ruang tunggu tamu. Dengan menggunakan kaus t-shirt dalaman hitam yang dipadu dengan celana Jeans Versace dan sepatu kets berwarna putih, dia sudah siap untuk melakukan misinya. “Chintya, apa kamu sudah siap?” tanya Cahyadi melalui panggilan interkom yang tersedia di meja kerjanya. “Biar saya yang ke ruangan kamu. Tunggu saja di situ,” lanjut Cahyadi sambil menutup telepon interkomnya. Chintya yang menggunakan Kaos Gucci bergambar Mickey Mouse dengan celana Jeans Hitam, baru saja selesai mengikat tali sepatu boot ketika Cahyadi memasuki ruangannya. Dengan rambut kuncir kuda dan make upnya yang tipis, terlihat lebih segar dan menawan. “Saya sudah siap, apa ada yang harus saya siapkan lagi sebelum ber
“Saya merasa ada yang aneh. Saya butuh informasi yang lebih detail sebelum bertemu dengan boss mereka,” ujar Cahyadi sambil memasuki kendaraan.Mereka berduapun meninggalkan lokasi, tidak jauh dari situ Cahyadi membelokkan kendaraannya memasuki gang kecil di tengah-tengah pemukiman padat penduduk. Setelah beberapa belokan yang membuat Chintya kebingungan, mereka sudah berada di jalan besar. Cahyadi memarkirkan kendaraannya di Mini Market Circle K.“Mr. C, kok Anda bisa mengetahui jalan di sini dengan baik?” tanya Chintya.“Kan tadi saya sudah bilang, saya memahami daerah ini dengan sangat baik,” jawabnya sambil tersenyum. “Tapi Anda belum bilang bagaimana sampai bisa memahami daerah ini dengan baik,” tuntut Chintya.“Hahaha … Ayo kita turun ngopi dulu disini, nanti saya ceritakan,” ujarnya sambil mematikan mesin mobil.Cahyadi membiarkan Chintya masuk ke dalam Circle K untuk memesan kopi, sedangkan dia memilih untuk duduk di kursi yang tersedia di luar sambil melihat-lihat area di se
“Om Aten itu awalnya hanya seorang pemborong pekerjaan bangunan, Kontraktor kampunglah istilahnya. Namun setelah bertemu dengan preman itu, dia menjadi kaya raya karena bisa dengan mudah mendapatkan tanah dari orang yang sedang kesusahan. Hampir semua orang yang menggadaikan sertifikat tanahnya ke Om Aten, bisa dipastikan akan kehilangan tanahnya.” tutur Bu Romlah. “Preman itu, dia yang membuat kamu hampir meninggal dunia tempo dulu Wid.” “Sarap? Preman itu si Sarap?” tanya Cahyadi memastikan. “Iya betul. Semenjak keluar dari penjara, Sarap mempunyai banyak pengikut. Dia diangkat menjadi salah satu pengurus oleh Ormas Bintang Hitam karena punya anak buah yang banyak,” tutur Bu Romlah menceritakan. “Mr. C, Sarap itu siapa? Mengapa dia bisa membuat anda hampir terbunuh?” tanya Chintya penasaran. “Itu kisah masa lalu, ceritanya panjang. Nanti di lain kesempatan akan saya ceritakan kepada kamu,” ujar Cahyadi. “Bu Romlah, apa anda tahu, berapa jumlah uang yang dipinjam oleh Ari ketik