Siang itu, Biru tengah menikmati waktu liburnya. Ia sedang menonton anime yang baru saja selesai musim ini dengan khusyuk. Gadis itu memang berada di tim nge-batch dalam menonton anime. Menunggu satu season selesai, barulah ia nikmati tanpa merasa penasaran menunggu setiap minggunya. Seperti yang sedang dilakukan gadis itu saat ini.Di pangkuannya, semangkuk besar popcorn yang ia buat sendiri menemaninya menonton. Bahkan es cokelat juga tersaji, berada di atas meja di sebelahnya. Biru lebih suka menonton di atas kasur dengan berganti-ganti gaya sesuai maunya. Lelah duduk, ia akan tengkurap. Lelah tengkurap, laptopnya ia angkat untuk ia pangku, lalu dengan nyaman, Biru akan merebahkan dirinya. Intinya, me time ini adalah waktunya mencari hal yang membuatnya nyaman tanpa diganggu siapa pun. Bahkan Biru memilih mematikan ponselnya dan hanya ada laptop yang tersambung di wifi. Ia juga mengeluarkan wa-nya dari aplikasi di laptopnya agar tidak ada distraksi dari pihak luar.Tapi sayangnya
“Nggak balik, lo? Kakak lo udah ketemu, kan? Udah kenyang juga abis makan,” celetuk Biru yang baru saja duduk di sebelah Langit. Ia tadi dari dapur, membereskan piring bekas makan sore mereka. Gita sendiri masih mencuci piring di belakang.“Nggak. Masih kangen sama kamu, Bii.” Langit berkelakar sembari menaik-turunkan kedua alisnya seolah mengajak Biru bercanda. Dengan ringan, tangan gadis itu memukul bahu Langit sampai bersuara cukup kencang. Langit sendiri malah tertawa.“Nggak lucu sumpah. Lo itu masih muda, ngapa ngejar-ngejar gua yang notabenenya tante-tante, sih?” Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sudah lama Biru pendam. Sebenarnya bisa saja ia langsung mempertanyakannya pada Langit. Tapi, ia selalu kehilangan momen yang pas. Barulah kali ini ia mendapati momen tersebut.“Ya, karena aku suka sama kamu, Bii. Nggak ada alasan lain.”“Heleh. Bohong. Gita aja bilang kalo lo masih belum bisa move on sama yang dulu.”Langit menyunggingkan senyumnya. Ia mengubah arah tubuhny
‘Kak, bisa kita ketemu, nggak? Ada yang pengen gua tanyain. Ini penting banget soalnya. Tapi gua nggak bisa bicarain lewat sini. Kita harus ketemu.’Sebuah chat masuk di permintaan pesan dari sebuah akun fake. Biru membaca pesan tersebut sembari mengernyitkan alisnya. Ia bahkan sempat mencari tahu siapa pengirimnya dengan mencoba menjelajahi akun tersebut. Tapi, ia masih belum mendapatkan jawaban. Akhirnya Biru memilih menyerah. Gadis itu mencoba untuk membalas saja daripada dirinya dipenuhi rasa penasaran.‘Boleh. Tapi ini siapa, ya? Terus, mau ketemu di mana?’Biru kembali meletakkan ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya. Tapi lagi-lagi suara notifikasi kembali berbunyi. Biru langsung membuka ponselnya tersebut.‘Ketemuan di kafe A aja. Nggak jauh dari rumah Kak Biru, kan?’Biru kembali terheran. Bagaimana dia bisa tahu di mana rumah Biru? Apakah orang ini adalah penguntit? Tetapi, gadis itu mencoba menyingkirkan kecurigaannya. Toh Biru bukanlah seorang artis besar yang setia
“Aku penggemar berat Kakak. Kalau Kakak ingat, Kakak pernah bilang di salah satu story kalo Kakak mau bikin novel rom-com. Saat itu aku bales DM minta bocoran judul dari akun fanbase. Karena saya yang megang akun itu, Kak. Terus, Kakak bilang minta rahasiain dengan kasih beberapa opsi judul. Kita juga sempet diskusi itu, kan? Sampe akhirnya pilihan kakak jatuh sama pilihan yang kita pilih bareng. Aku tau banget, Kak. Karena aku penggemar berat kakak. Aku nunggu novel itu. Tapi, ternyata si Alfa itu yang terbitin judul yang sama. Bahkan sama garis utama yang kakak kasih tau waktu itu juga sama, Kak. Sampai aku catat biar nggak lupa. Tapi tiba-tiba, ada berita lewat FYP tikt*k tentang si Alfa yang terbitin buku dengan judul yang sama dengan punya kakak. Kupikir cuma sama di judulnya aja. Tapi, waktu denger jawaban dia di wawancara, seratus persen yakin kalo kakak dan aku punya sedikit kisah yang sama. Cuma, aku nggak tahu gimana ceritanya kakak bisa ketipu dia.”Biru tercengang. Ia seg
“Makan apa, Bii?” tanya Langit saat mereka masih di atas motor. Biru berpikir sejenak. Ia sebenarnya ingin mengajak Langit ke tempat makan yang mahal sekalian. Tapi gadis itu tahu sebenarnya tidak berguna untuk membuat pemuda itu merasa malas atau risih dengannya. Toh tanpa kerja pun, uang jajannya masih berada di dua digit angka. Biru ingat Gita pernah sedikit menyinggung kalau mereka memang selalu kekurangan kasih sayang, tapi tidak dengan uang.“Pecel lele tempat biasa aja. Gua pengen makan ayam goreng.” Biru agak mengeraskan suaranya dan sedikit memajukan tubuhnya agar terdengar Langit. Pemuda itu merespon dengan sebuah anggukan. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan yang tidak terlalu ramai ini.Seperti dugaan Biru, sesampainya mereka di tempat makan itu, pusat perhatian otomatis tertuju pada mereka. Bahkan Biru dengan sengaja menempel Langit dan merangkul lengannya. Beruntung dirinya memakai masker meskipun masker itulah yang menjadi daya tarik perhat
Mencintai seseorang itu terkadang tanpa alasan, tapi terkadang juga beralasan. Bagi Langit, mencintai seseorang tanpa alasan memanglah hal yang indah, bahkan terkesan sangat indah. Akan tetapi, Langit juga percaya bahwa sebenarnya setiap manusia tertarik pada lawan jenisnya pasti memiliki alasan permulaan. Entah karena kehadiran sosok itu terlalu bersinar, karena senyumannya begitu menawan, atau karena sebatas karya yang dihasilkannya dapat mempertahankan keinginan untuk hidup lebih lama. Karena itulah banyaknya industri entertainment yang memakai pendekatan ini untuk menarik fansnya. Entah dengan membagikan kisah pilu yang bisa dirasakan oleh banyak orang, atau yang terburuk mengarang agar cerita itu terkesan benar-benar terjadi. Lalu dari sana, diberikan berbagai potongan-potongan kata penyemangat yang membuat siapa pun targetnya merasa kalau mereka tidak sendiri dan terus disemangati dari jauh.Itulah yang setidaknya terjadi pada Langit. Pemuda yang baru saja kehilangan beberapa al
“Tapi lo yakin kalo penantian lo ini nggak sia-sia? Gua kenal Biru lumayan lama, jadi gua tahu banget gimana sifat dia. Gua tahu kalo sebenernya dia bener-bener serius waktu bilang mau punya seseorang yang jauh lebih tua dari dia. Karena, selain buat alasannya melarikan diri kalau-kalau dicecar pertanyaan kapan menikah, dia juga berharap kalau dapet laki-laki yang lebih dewasa darinya itu bisa benar-benar bertanggung jawab. Bahkan sebenernya dia itu ngerasa skeptis sama laki-laki dan hubungan pernikahan, apalagi ketambahan si brengsek Alfa itu. Gua makin nggak yakin gimana dia menyikapi sosok laki-laki di hidupnya.”Langit tak langsung menjawab. Tangannya menggenggam tangan Biru yang dibalut kasa untuk menahan infus dengan lembut. Sialnya, dia tidak yakin apakah bisa menyerah pada gadis yang masih menutup matanya ini,“Gua sadar kok, Kak. Tapi gimana, ya? Kalau Biru emang udah punya seseorang, mungkin gua bisa menyerah sama dia. Tapi kalo masalahnya adalah karena usia yang ada sangkut
Karena dipaksa oleh Gita dan juga Biru, siang itu Langit akhirnya keluar untuk mencari makan, ditemani oleh Dika yang juga menjenguk Biru. Mereka berdua sudah cukup akur sebagai calon ipar. Mungkin karena keduanya sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sebelum kakaknya bertunangan dengan Dika.“Bang, kalo kondisinya saat ini dituker, apa yang bakal lo rasain?” tanya Langit secara random saat mereka sedang menunggu makanan datang. Dika juga kebetulan belum makan, jadi sekalian dirinya makan siang. Kalau Gita sendiri, dia memilih menitip lontong pecel pada mereka berdua.“Dituker gimana maksudnya? Gua jadi lo, gitu? Atau gua jadi Biru? Kalo ngomong yang jelas ngapa.”Langit memutar bola matanya. “Yee, ya nggak gitu, Bang Dika. Maksudnya kalo lo jadi gua dan Kak Gita yang lagi di posisi Biru. Lo bakal ngerasain apa?”“Ih, mit amit jabang bayi. Wah adik durhaka ini malah doain kakaknya yang nggak-nggak. Gua laporin Gita loh nanti.” Dika mengatakannya dengan wajah serius.“Nggak gitu mak