Share

Novel Bersampul Biru

Sebagai anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang tak akur dan setiap hari hanya ada pertengkaran dalam rumah tangga, Langit memiliki keraguan pada setiap hubungan percintaan yang ia miliki. Mama dan papanya yang sama-sama bekerja dan sukses tak membuat hubungan keduanya baik, justru malah semakin memanas. Papa yang seringkali dinas keluar dan menginap sampai beberapa malam membuat mamanya sering merasa kesepian karena hanya malam lah waktunya pulang ke rumah. Karenanya, mamanya juga berakhir ikut-ikutan jarang pulang ke rumah, menyisakan Gita dan Langit yang saling menghibur satu sama lain. Itu adalah awal mula drama berkepanjangan yang ada di keluarganya dan anehnya keduanya sama-sama tidak ingin melepaskan ikatan yang membelenggu mereka ini. Entah apa alasannya, mereka berusaha mempertahankan ikatan pernikahan padahal tidak ada lagi cinta di dalamnya.

Masa remaja Langit hanya berisi pelarian. Beruntung ada Gita yang terus berusaha menuntun Langit untuk tidak keluar dari jalur, sehingga ia bisa sampai sejauh ini. Kisah cinta Langit sendiri bukan kisah cinta yang mulus. Remaja itu dikaruniai wajah yang lumayan tampan untuk menarik perhatian para remaja perempuan di luaran. Dan untuk bergonta-ganti pasangan adalah cara yang paling mudah dilakukannya. Tapi, Langit memilih untuk menghindari itu semua. Ia memilih untuk memberi batas jelas untuk hubungan romansa. Karena meskipun ia kehilangan sebuah keluarga yang harmonis, di rumah, orang tuanya masih memberikan semua yang mereka butuhkan dan Langit sendiri masih diberikan cinta oleh ibu dan ayahnya.

“Dek, gimana kabarnya Tasya? Kayanya gua nggak pernah lihat dia lagi. Bahkan lo juga udah nggak pernah ngomongin dia lagi,” tanya Gita pada suatu hari. Gita yang masuk ke dalam kamar Langit langsung duduk di sebelah adiknya yang sedang tengkurap di ranjang. Saat itu, Langit masih sibuk dengan laptop dan rangkaian skripsinya. Ia sengaja pulang sebentar untuk mencari suasana baru dalam mengerjakan skripsi, dalihnya pada Gita. Tapi, Gita merasa ada yang mengganjal dari perilaku Langit yang lebih memilih untuk menyendiri di kamar. Bahkan ia yang biasanya berebut kulit ayam KFC dengan Gita mendadak menyerahkan kulit ayamnya dengan alasan sudah kenyang pada saat makan semalam. Sebagai kakak yang baik, wajar kalau Gita merasa perilaku Langit ini terlalu aneh. Maka dari itu ia mulai basa-basi dengan menanyakan kabar Tasya, pacar pertama Langit.

Bukannya menjawab, Langit malah langsung memeluk kakak perempuannya itu tanpa berkata. Gita tahu betul kalau Langit sedang memiliki masalah. Yang menjadi salah satu masalah Gita juga adalah Langit pernah berjanji tidak akan menangis lagi di depan Gita. Dan kini pemuda itu tengah menepati janjinya dan menahan tangisannya.

“Nangis aja nggak papa lo, Dek. Kalau ada masalah, luapin aja. Gua di sini nemenin lo. Gua nggak mau lo malah mendem semuanya gini,” ucap Gita lembut. Ia mengelus kepala adiknya dengan perlahan. Di dalam pelukan kakaknya itu, Langit menggeleng pelan.

“Nanti ya, Kak. Kalo gua udah ngerasa enakan, baru gua ceritain. Kalo sekarang masih belum bisa.”

Gita menghela napasnya perlahan. “Ya udah. Terserah gimana yang menurut lo terbaik. Jangan lupa kalo lo nggak sendiri. Gua ada di sini nemenin lo.”

Gita tak ingin memaksa Langit untuk bercerita. Karena apabila ia mau bercerita, ia akan langsung menceritakannya pada Gita. Seperti yang sudah-sudah.

Langit sudah melepaskan pelukannya. Gita kemudian beranjak dari kasur Langit untuk keluar dari kamarnya. Tak lama kemudian, ia masuk lagi dengan membawa sebuah novel yang ia ambil dari kamarnya. Bersampul warna biru dengan gambar jam di depannya.

“Nih, coba baca. Kali aja bisa nangis. Ini dari salah satu penulis yang gua kenal. Gua juga editornya.” Gita menyerahkan buku itu ke Langit. Langit menatap kakaknya ragu, kemudian ia mengambilnya dengan perlahan. Ia membolak-balikkan buku tersebut, kemudia membaca judul yang tertulis di sampulnya.

“Mungkin Waktu Yang Menjadi Obat. Ini novel, Kak?

Gita mengangguk. “Iya, itu novel. Kisahnya tentang seorang anak yang sedang mencari jati dirinya. Di sana dia bertemu dengan kehilangan, pertemuan, perpisahan, canda tawa, pokoknya bagus. Tapi emang lebih ke banyak sedihnya. Makanya gua rekomendasiin. Gua suka banget sama penggambarannya. Bahkan waktu gua baca ulang dari masa mau terbit sampe udah terbit gini, gua nggak pernah nggak nangis. Meskipun nggak kejer kaya waktu pertama kali baca.”

Langit membaca di bagian bawah sampul novelnya. Di sana ada tulisan ‘Oceana Biroe’, nama pena dari sang penulis. Kemudian membuka-buka sekilas dalamnya.

“Oke, nanti gua baca. Gua juga lagi mentok sama skripsi ini. Pusing, nggak bisa fokus.”

Gita kembali mengangguk. Kemudian menambahkan, “Nanti kalo udah selesai baca, lo kasih review ke gua. Nanti gua terusin ke penulisnya.”

“Oke. Gampang. Dah, sana keluar! Gua mau menyendiri lagi ini!” usir Langit ke kakaknya. Gita terkekeh. Ia mengelus kepala adiknya.

“Ya udah, gua keluar dulu. Jangan lupa makan siang. Tadi gua udah beli nasi padang. Keburu nggak enak nanti. Niatnya gua masuk juga sekalian manggil lo makan.”

“Boleh minta tolong bawa ke sini nggak, Kak?”

Gita tak menjawab apa pun. Ia langsung keluar dan kembali masuk dengan membawa sebungkus nasi padang di atas piring dengan dilengkapi sendok. Meskipun makan nasi padang paling nikmat pakai tangan, tapi kakak beradik ini lebih nyaman memakai sendok. Alasannya karena mereka malas cuci tangan.

“Nih. Kalau makan jangan di atas kasur tapi. Gua taro di atas meja aja. Lo ke sini kalo mau makan.”

Langit hanya mengangguk. Matanya sudah mulai fokus pada halaman pertama di novel yang ia baca. Fokusnya sudah mulai bermain ke dalam alur yang tersaji dari setiap kata. Tanpa disadari, ia sudah menutup lembar terakhir novel itu. Dengan air mata yang entah berapa kali keluar, dan kini, ditutup dengan tangisan sesenggukan. Sekalian menumpahkan semua kesedihannya yang sebenarnya sudah lama menumpuk di dada. Gita yang mendengar adiknya menangis dari luar kamar memilih untuk membiarkannya terlebih dahulu. Setidaknya sampai Langit sudah lebih baik. Nanti, saat pemuda itu sudah keluar kamar, ia akan membuatkan susu coklat hangat kesukaannya setiap merasa tidak baik-baik saja.

Benar saja. Tak lama kemudian Langit keluar dengan mata yang sembab. Gita yang sengaja duduk di ruang tamu untuk menanti Langit langsung beranjak ke dapur. Ia langsung membuat susu coklat hangat yang sudah dipersiapkan sebelumnya, lalu diserahkan ke Langit yang sudah duduk di tempat Gita duduk tadi. Perempuan itu duduk di sebelah adiknya yang tengah menyesap susunya dengan perlahan. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu Gita.

“Kak, boleh gua lihat penulisnya? Lo pasti punya fotonya, kan?”

“Kenapa emang?”

“Nggak papa. Gua penasaran aja. Soalnya karyanya bagus banget. Tulisannya cantik.”

Gita mengambil ponselnya yang tadi ia letakkan di meja. Langit sudah meminum susunya setengah, lalu ia letakkan di atas meja. Setelahnya, ia kembali menyender ke sang kakak

“Kan lo ada g****e. Kenapa nggak lihat g****e aja?” tanyanya heran.

“Nggak mau. Kalo ngeliat di g****e rasanya kaya seolah tak tersentuh. Vibesnya beda. Gua mau liat yang sama lo aja. Kan kapan lagi liat foto kakak sama orang terkenal? Kalo nggak kaya gitu, nanti gua nggak pernah ngeliat sebuah keajaiban itu.”

Gita mencubit perut adiknya. Langit mengaduh sembari tertawa tanpa mengangkat kepalanya. Ia masih bersandar di tubuh kakaknya,

Beberapa lama Gita menggulirkan layar dengan jarinya di album foto, akhirnya ia mengklik sebuah foto. Di sana ia dan Biru berpose peace dengan latar sebuah pantai. Rambut keduanya diacak-acak angin, tapi tak menjadikan hasil fotonya aneh. Justru malah semakin estetik dan indah.

“Kayanya lo sama dia deket kalo diliat dari foto, Kak.” Langit berceletuk.

“Yoi. Gua sama dia udah jadi sohib dari awal kita orang jadi partner. Dia anaknya asik. Makanya gua suka.”

“Kalo deket, kok nggak banyak foto kalian berdua? Malah scroll nya tadi sampe jauh banget. Malah banyakan foto lo sama Bang Dika.”

“Jadi sohib nggak harus banyak foto,” Gita menjeda seolah memikirkan sesuatu. Kemudian ia melanjutkan, “Terkadang lo  kalo udah sama orang yang lo anggep sahabat, waktu kebersamaan itu bikin lo lupa untuk megang hape, apalagi foto-foto. Gua sama dia cuma foto kalau ke tempat baru, atau momen yang kiranya perlu diabadikan. Itu pun paling banyak sepuluh foto, sisanya bener-bener kita habisin buat seneng-seneng. Kadang kalo nggak kemana-mana, cuma berdua ngobrol, emang sesekali kita orang main hape. Tapi ya itu kalo udah habis topik atau capek ngobrol.”

Langit mangut-mangut. Benar-benar berbeda dengan yang ia alami selama ini.

“Kok nggak pernah dipost?” tanya Langit lagi.

“Dia nggak terlalu suka dipost. Ya tapi gua kadang ngepost kok kalo bareng-bareng. Lo aja yang nggak merhatiin.”

“Di akun Biru?”

Gita menggeleng. “Biru nggak pernah upload fotonya sendiri. Kadang kalo upload di akun pribadi yang diprivasi sama dia. Yang akun publik cuma foto novel-novelnya aja.”

Langit manggut-manggut. Pantas saja sempat ia mencari i*******m Biru dan hanya ada novelnya saja. Bahkan di g****e saja itu Langit tidak tahu foto Biru dari tahun berapa yang dipajang.

“Kak, kayanya aku jatuh cinta sama seseorang.”

Gita yang terkejut mendengar pengakuan adiknya langsung menatapnya heran.

“Sama siapa? Bukannya lo masih sama Tasya?”

“Tasya memang masihh menyisakan bagian, Kak. Tapi luka yang dia buat terlalu besar sampe ngehapus semuanya. Sekarang gua kayanya jatuh cinta sama Biru.”

“Masih kecil nggak usah cinta-cintaan dulu. Lagian Biru lebih tua dari lo. Mana mau dia sama berondong.”

Langit langsung menegakkan tubuhnya. Ia menggenggam tangan kakaknya erat.

“Dengar, kakakku tersayang. Perempuan mana yang nggak klepek-klepek sama pesonaku? Pokoknya aku pasti bisa bikin dia jatuh cinta sama aku.” Langit mengatakannya dengan percaya diri. Gita yang tahu bagaimana Biru hanya bisa tersenyum kecil.

“Yah, good luck aja, deh! Lagian dibilang lo masih kecil, jangan mikir cinta-cintaan. Setelah lulus, baru lo pikirin gimana deketin Biru. Mungkin kalo lo udah lulus dia bakal terkesan? Siapa tahu, kan. Semangat, Bocah!”

“Kakaaaakkk!!!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status