Share

Meet and Greet

Penulis: eagleon12
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-16 18:09:30

Manusia itu egois. Sebab, egois sendiri adalah sifat dasar manusia, yang menjadikan manusia bisa bertahan hidup di dunia ini. Menjadi egois juga bukan dosa, selama rasa itu diletakkan di tempat yang tepat. Karena, pada hakikatnya, manusia juga butuh untuk bertahan hidup di dunia yang makin kacau ini.

Seperti Langit yang egois untuk tidak melepaskan Biru. Tidak, bahkan Langit tidak bisa mengatakan kalau ia egois. Ia hanya ingin menjadi seseorang yang penting bagi Biru, sosok yang menjadi penolongnya saat Langit nyaris saja salah jalan. Meskipun mungkin, Biru tak akan tahu, dan tidak mungkin tahu. Langit ingin egois dengan terus menggenggam tangan Biru, tanpa ada niat untuk melepaskannya sama sekali. Langit ingin egois dengan memiliki Biru untuk dirinya sendiri, tanpa harus repot-repot berbagi dengan siapa pun. Hanya itu.

Seperti hari ini, lagi-lagi Langit sudah bertengger di atas motornya, tepat di depan rumah Biru. Setelah kejadian Biru demam sekitar sebulan yang lalu, Langit kian gencar mendekati idolanya itu. Biru terpaksa menghela napasnya dan mendekati laki-laki yang berjarak sekitar lima tahun darinya itu.

“Ada apa lagi?” tanya Biru dengan menaikkan alis. Langit tersenyum, ia mengambil helm yang dikaitkan di belakang tempat duduknya dan diberikan pada Biru.

“Hari ini ada acara book signing untuk buku yang baru launching, ‘kan? Aku anterin aja. Katanya ban motornya bocor.” Tangan Langit masih tergantung memberikan helm ke Biru.

“Gua ngeri, sumpah. Berasa kaya lagi ketemu sama sasaeng*, tau!” ucap Biru sembari melotot. Karena kasihan, Biru mengambil helm di tangan Langit.

*sasaeng: Dalam kebudayaan Korea Selatan, sasaeng atau penggemar sasaeng adalah penggemar yang sangat obsesif dari idola pop Korea, atau tokoh masyarakat lainnya, yang terlibat dalam penguntilan atau perilaku lain yang merupakan pelanggaran privasi.

“Ya nggak mungkin aku jadi sasaeng. Masalah jadwal, kan semua fans-mu tahu kalau hari ini kamu mau book signing sekalian launching seri keduamu dari trilogi Banyu Segara-mu. Novel fantasi yang paling ditunggu pembaca. Jadi nggak mungkin, kan, aku yang seorang fans sejati nggak tahu berita ini,” goda Langit di akhir kalimatnya. Biru mengangguk paham.

“Terus, masalah motor?” tanya Biru lagi.

“Kan kamu bilang ke kakak kalo motormu bocor. Kakak kasih tahu aku buat jemput kamu. Daripada naik ojol, kan mending dianter calon ayang.” Langit tertawa mengakhiri perkataannya. Biru sendiri memilih memutar bola matanya malas. Ia akhirnya mengalah, memakai helm dan naik ke bangku belakang Langit.

“Nggak papa sekarang duduk depan-belakang di motor. Di masa depan, kita duduk bersanding di pelaminan,” gombalnya. Biru yang kesal terus digombali akhirnya menggetok helm Langit yang lagi-lagi ditanggapi dengan tawa olehnya.

“Kayanya elu bahagia banget, ya? Setiap ketemu gua, nggak pernah gua lihat lu kesel,” celetuk Biru. Menurut gadis itu, Langit seperti orang tanpa beban dan masalah. Jujur itu sedikit membuat Biru iri.

“Bahagiaku itu bersamamu. Mau dunia runtuh, pun, selama aku bersamamu, aku bahagia.”

Biru diam. Ia tidak lagi menjawab apa pun meskipun bibirnya gatal untuk membantah.

***

Biru baru selesai memberikan kata sambutannya. Sesi penandatanganan novel miliknya akhirnya dibuka. Fans yang sudah menunggu dengan semangat mengantre sembari memegang bukunya dengan riang. Untuk event kali ini, Biru membatasi sekitar 150 orang untuk ditandatangani bukunya. Rata-rata, penggemar yang mendapatkan kesempatan ini juga membawa buku karya Biru yang lain untuk dimintakan tanda tangannya. Bahkan Langit ikut berjubel di sana, dengan sebuah buku. Padahal laki-laki itu bisa meminta secara pribadi, mengingat kakaknya adalah editor Biru dan mereka juga sering berjumpa.

Di pertengahan acara, tiba-tiba kegaduhan terjadi. Salah seorang penggemar mendorong penggemar lainnya sampai-sampai menabrak meja. Entah bagaimana ceritanya, meja yang berisi beberapa barang pribadi Biru seperti ponsel dan tas kecil yang ada di atas meja terjatuh sehingga isinya berhamburan. Biru yang sedikit terkejut belum sempat bereaksi, lalu seorang lelaki yang tadi ikut antri langsung duduk berjongkok membereskannya. Langit yang berdiri agak jauh langsung mendekat dan ikut merapikannya. Seorang fans perempuan lainnya juga ikut mengumpulkan isi tas yang paling banyak hanyalah ATK seperti pena dan ballpen, stabilo, flashdisk, dan beberapa peralatan kecil lainnya.

“Nggak papa, Bi?” tanya Langit sembari menyerahkan ponselnya yang juga jatuh. Biru mengangguk karena memang dia tidak kenapa-kenapa. Lelaki yang tadi mengumpulkan barang-barang yang jatuh dan seorang fans perempuan yang ikut membantu berdiri dan menyerahkan tas kecil tersebut.

“Terima kasih, ya.” Biru tersenyum.

“Sama-sama. Lagian ini salah saya juga tadi karena nggak sengaja nyenggol mejanya. Maafkan saya, ya?” Pemuda itu meminta maaf bersungguh-sungguh. Sementara fans wanita tadi langsung kembali ke antrean. Situasi agak ricuh sejenak sebelum akhirnya kembali kondunsif.

“Nggak papa. Kan udah dibantu juga. Ya sudah, sekarang mana bukunya, Kak. Biar sekalian saya tanda tangani.”

Lelaki itu membawa tiga buah buku, yang satu adalah buku yang baru rilis ini, sementara dua lagi adalah buku terbitannya beberapa tahun lalu.

“Namanya siapa, Kak? Biar sekalian saya tulis di sini.”

“Alfa aja. Kalo sama nama panjangnya panjang banget soalnya.”

Biru mengangguk tak lagi memperpanjang. Sebenarnya dirinya hampir salah tingkah karena lelaki di depannya benar-benar tipenya sekali. Aura dewasa menguar, seolah menunjukkan bahwa dirinya berkelas dan berwibawa. Bahkan Biru nyaris terhanyut dengan suara rendah yang keluar dari bibir lelaki itu. Sepertinya dia bukanlah perokok, dilihat dari warna merah muda yang terkesan seksi.

“Oke, Kak Alfa. Terima kasih suda mengadopsi karya-karya saya. Semoga suka dan tidak menyesal, ya.”

“Nggak, kok. Karya kamu bagus-bagus. Kemarin saya lihat yang diangkat layar lebar, film horor yang judulnya, ‘Dering Pukul Tiga'. Jujur saya langsung kesengsem sama cara produsernya bikin dialognya. Lalu, karena based on novel, saya langsung cari novelnya dan ternyata tidak mengecewakan. Makanya buku ini saya bawa untuk minta tanda tangan. Sebagai bukti kalo buku ini adalah saksi saya bertemu dan mengenal anda.” Senyum manisnya tercetak di wajahnya yang tampan membuat Biru juga ikut tersenyum. Akan tetapi, tak tunggu waktu lama, Langit langsung menggeser Alfa yang terlalu lama berdiri.

“Bi, jangan lama-lama. Yang antre banyak,” ucap Langit seraya melirik Alfa dengan tatapan tajam.

Alfa tersenyum ke Langit. Pemuda itu langsung membuang muka dan tersenyum ke Biru. Tangan Biru dengan cekatan menandatangani semua novel yang disodorkan Alfa, lalu lelaki itu bergeser sehingga antrean yang di belakang bisa maju ke depan. Langit sendiri kembali ke tempatnya semula. Yang antre setiap lima orang, sisanya menunggu di kursi pengunjung. Dan kebetulan memang Langit yang sedang berada di barisan paling belakang.

Sesampainya giliran Langit, pemuda itu melayangkan senyumannya ke arah Biru. Sedangkan Biru gantian mendengkus seraya membuang muka.

“Biii, jangan ngambek, ah.”

Biru melirik sinis. Setelah kejadian sebulan lalu di mana ia dirawat Langit dan Gita, Langit secara tiba-tiba mengatakan kalau dirinya tidak ingin memanggil Biru dengan sebutan ‘kakak'. Alasannya karena dia bukan adik dari Biru. Masuk akal, sih. Tapi Biru sempat mengernyitkan alisnya mendengar alasan itu dan agak sedikit kagok saat Langit memanggilnya ‘Bi' alih-alih ‘Ru'.

“Nih udah. Geser! Gantian yang lain!” Biru menyerahkan setumpuk buku yang ditandatanganinya. Langit menerimanya tanpa banyak protes dan kembali duduk ke kursinya.

Beberapa waktu telah berlalu. Tanpa terasa acara mereka akhirnya selesai juga. Gita yang juga sudah selesai dengan pekerjaannya menemui Biru dan Langit yang masih ada di lokasi sementara para penggemar sudah bubar.

“Gimana? Lancar?” tanya Gita sembari menyerahkan dua buah kopi dengan brand ternama yang membuat secangkirnya paling murah tak jauh dari angka Rp. 80.000.

“Ada om-om deketin Biru!” lapor Langit langsung. Biru hanya menyeruput kopinys karena dirinya benar-benar dalam posisi kekurangan asupan kafein.

“Wuih, mantep, tuh! Kan emang tipenya Biru yang om-om.”

Biru tak ingin menanggapi pada awalnya. Tapi, tatapan penuh rasa keingintahuan dari Gita mau tak mau membuatnya menjelaskan apa yang terjadi.

“Mana ada om-om. Emang ganteng, sih, tadi. Auranya berwibawa. Udah daddy-able lah. Cuma kurang hot aja.”

“Standar ‘hot' lo itu yang kaya gimana to, Biruu. Perasaan semua juga lo bilang kurang hot.” Gita kesal.

“Kaya Toji. Mantep itu.”

Mendadak sebuah pulpen di atas meja menabrak dahinya. Gita yang kesal tak lagi menanggapi ucapan Biru. Ia sudah sangat hapal dengan ketidakwarasan kawan baiknya itu yang terlalu berhalu dengan karakter dua dimensi.

Langit berjalan mendekati Gita dan membisikkan sesuatu yang membuatnya yang sedang meminun kopinya tersedak.

“Toji se-hot apa emang, Kak? Kok sampe Biru segitunya?”

Gita tak menjawab. Gadis itu hanya membuka ponselnya lalu mengetikkan sesuatu di mesin pencarian. Tak lama, gambar sebuah karakter animasi dari negara Jepang keluar dan membuat Langit juga ikut tersedak. Biru sendiri hanya tertawa tanpa beban dan membawa barang-barangnya keluar dari ruangan. Ia ingin segera pulang karena sangat lelah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Carinya Daddy Dapetnya Baby   Syukuran dan Deeptalk

    Acara di rumah Gita berjalan dengan lancar. Tamu yang diundang calon ibu itu hanya terbatas pada teman kantornya dan kolega Dika. Meskipun begitu, suasana syukuran itu terasa khidmat dan penuh haru. Mereka tak henti-hentinya mengucapkan selamat pada Gita yang ditanggapi dengan ucapan terima kasih oleh perempuan itu.“Gita, boleh Ibu tanya sesuatu nggak?” Angela duduk di sebelahnya dengan senyum ramah. “Kerasa mual-mual nggak, Sayang?”“Alhamdulillah enggak, Bu. Sejauh ini masih aman, kok. Cuma, emang kerasa agak lebih lemes aja. Kemaren aja ngehnya kalo mungkin hamil gara-gara telat datang bulan. Soalnya, aku kan datang bulannya nggak terlalu lancar. Kadang sampe beberapa bulan nggak haid. Jadi, pas telat tuh nggak sadar kalo ternyata ada dedek gemasnya di sini.” Gita menjawab dengan senyum yang terasa sangat lepas.“Wah, serius? Untung aja nggak kenapa-kenapa kamu sama dedeknya. Ya allah. Tapi bener, kan, nggak ada keluhan apa-apa, kaya morning sickness dan lainnya?” Angela memastika

  • Carinya Daddy Dapetnya Baby   Gita Hamil?!

    Tidak ada yang berbeda dari status baru ini, kecuali Langit yang semakin blak-blakan dalam menunjukkan rasa sayangnya ke Biru. Biru sendiri tidak merasa terbebani akan hal ini. Meskipun ia masih belum bermanja-manja layaknya seorang kekasih, Biru merasa hubungan mereka tidak buruk untuk dipertahankan. Lebih dari dua bulan sudah berlalu sejak mereka memiliki hubungan baru. Sore itu, Biru datang ke rumah Gita atas undangan perempuan itu.“Tumben undang-undang. Mau ada apa?” tanya Biru sembari mengunyah sebuah risoles yang dihidangkan di atas piring.“Nanti. Biar kejutan. Lagian undangannya habis maghrib, ngapa ashar aja belum mulai lo udah di sini?” tanya Gita sedikit menggerutu.“Gua gabut. Udah nggak ada kerjaan. Kemarin udah kirim semua naskah sampe beres, sekarang mau rehat dulu. Sial emang, jatuh cinta mengurangi sisi produktif seseorang. Yah, walaupun gua belum yang bener-bener jatuh cinta, seenggaknya dengan punya hubungan sama seseorang, gua ngerasa waktu gua jadi banyak dikuran

  • Carinya Daddy Dapetnya Baby   Keyakinan

    Jarum jam baru menunjukkan pukul 8 pagi. Langit yang merasa lapar kemudian sarapan di atas meja makan dengan makanan yang dimasak kakaknya. Berhubung ini hari Minggu, Gita tidak berangkat kerja, jadi ia masih santai di rumah. Kalau Dika kebetulan ada perjalanan bisnis sejak kemarin dan baru akan kembali nanti malam. Sementara Langit baru akan keluar pukul sepuluh nanti. Pemuda itu makan dengan lahap makanan yang dimasakkan sang kakak. Ia makan sendiri karena Gita kebetulan sudah sarapan tadi pagi karena merasa lapar.“Lo udah jadian sama Biru, Ngit?” tanya Gita tiba-tiba. Langit yang saat itu sedang sarapan tersedak mendengarkan tembakan Gita yang begitu.“Pake aba-aba kenapa, Kak. Kaget gua mendadak ditembak gini,” sahut Langit setelah ia menelan yang sedang ia kunyah.Gita terkekeh. Ia duduk di sebelah adiknya dan menghirup segelas teh hijau yang ia seduh tadi. Ia kemudian meletakkan tehnya di atas meja, lalu menumpukan dagunya dengan tangan seraya menatap Langit dengan senyum penuh

  • Carinya Daddy Dapetnya Baby   How Langit Says "I Love You, Biru?"

    Biru menonton film di depannya dengan serius. Sesekali ia menyuapkan popcorn ke mulutnya dan mengunyahnya dengan perlahan. Di momen seru, ia terlihat menahan napasnya dan segera tertawa sembari bertepuk tangan saat karakter favoritnya berhasil menambah poin. Bahkan Biru juga terlihat kecewa saat karakter favoritnya gagal mencetak poin dan justru karakter lawan yang menambah poin mereka. Semua itu terekam jelas di mata Langit. Dibandingkan dengan menatap layar di depan, Langit lebih tertarik dengan ekspresi Biru yang begitu lepas. Ia juga memperhatikan bagaimana mulut Biru yang penuh berisi popcorn terlihat seperti tupai yang menyimpan biji di pipinya.Film selesai tanpa Langit sadari. Terlihat wajah Biru yang cerah sembari bersenandung kecil. Gadis itu juga menatap beberapa cosplayer karakter ‘Tsukishima’ dengan intens.“Mau aku fotoin sama Tsuki?” tanya Langit yang mulai mengenal setiap karakter. Biru menggeleng.“Nggak usah. Gua udah tua buat ikut euphoria anak remaja,” jawab Biru.“

  • Carinya Daddy Dapetnya Baby   Bioskop

    Sore itu, Biru dan Langit berniat untuk berkencan. Kencan pertama mereka setelah saling membuka hati untuk lebih menerima satu sama lain. Mungkin, lebih kepada Biru yang menerima kehadiran Langit.Karena anime kesukaannya ada yang difilmkan, Biru dengan semangat mengajak Langit untuk menonton dan menjadi salah satu tujuan mereka dalam kencan mala mini.“Lo pernah nonton anime ini?” tanya Biru saat mereka sedang menunggu teater dibuka. Mereka berdua memilih menunggu sembari menikmati makanan di foodcourt di luar bioskop karena waktu tayangnya masih agak lama.“Hmm, jujur aja, aku kurang ngikutin anime, Bii. Jadi ya nggak tahu banyak selain anime tentang voli,” jawabnya. Biru yang sedang memakan rice bowl-nya menyunggingkan senyum. Ia mengangguk-angguk dan mengeluarkan ponselnya dari tas kecil yang ia letakkan di atas meja. Biru kemudian meletakkannya terbalik, memperlihatkan sebuah gambar karakter anime berambut kuning berkacamata dan juga headphone yang digantung di lehernya.“Ini hus

  • Carinya Daddy Dapetnya Baby   Hari Raya

    Hidup ini terkadang berjalan dengan sangat cepat. Saking cepatnya, Biru merasa baru kemarin dia mulai puasa, tapi tiba-tiba saja takbir bergema di seluruh penjuru. Ramadan kali ini tidak ada yang spesial. Ibadah, kerja, main, sesekali bukber. Hanya itu yang dapat Biru lakukan. Bahkan, intensitas pertemuannya dengan Langit bisa dibilang semakin berkurang selama Ramadan ini. Setelah acara berbagi kemarin, mereka sempat berbuka bersama beberapa kali, setelahnya benar-benar tidak bertemu satu sama lain. Alasan pertama, Biru dan Langit sama-sama sibuk. Alasan kedua, Biru menganggap kalau ia juga perlu tahu bagaimana kebenaran dari perasaannya. Apakah ia benar-benar mencintai Langit atau hanya sekadar kagum pada pemuda itu. Karenanya Biru memilih menjaga jarak sebisa mungkin.Beberapa musola mengadakan takbir keliling dengan arak-arakan yang kebetulan lewat di depan rumah Biru. Gadis itu duduk di depan pintu sembari menyaksikan ramainya arak-arakan tersebut. Ia memperhatikan bagaimana seman

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status