Matanya mulai terbuka, aku bisa melihat matanya yang cekung. Dia tampak sangat kelelahan. Ketika dia akan beranjak bangun dan duduk. Aku hendak menghentikannya.Aku menggenggam tangannya. “Yang Mulia, maafkan aku jika aku tidak sopan atas sikapku saat ini—dan aku minta maaf, aku sangat egois!” Aku menundukkan kepala.”Tidak apa, Jane.” Dia mengelus rambutku."Tidak perlu canggung terhadapku, aku menganggapmu sebagai anakku. Panggil saja aku ayah."Aku menatapnya, aku bisa merasakan kebahagiaan di sini. Tidak bisa dibayangkan, kini aku mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Sepertinya aku memang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Entahlah, aku tidak ingat sama sekali. Aku sangat beruntung saat ini.Aku tersenyum dan menangis terharu. "Terima kasih, Yang Mulia."Raja Aaron memberi sebuah tanda kepada Tom. Aku bisa mengerti tanda apa itu. Karena pada saat itu, Tom bergegas pergi keluar dari kamar."Sama-sama, Jane. Aku minta maaf atas perlakuan Darren terhadapm
Semua orang menatapku jijik. Entah apa yang mereka pikirkan? Akan tetapi, aku bisa menebaknya. Setelah kejadian Darren, aku tidur bersama Tom semalaman. Mungkin itulah sebabnya semua orang di sini melirikku dengan tatapan benci. Tidak semua orang, hanya beberapa. Aku memang tidak peduli. Toh, aku memang berniat pergi dari kastil ini secepatnya. Setelah aku pikir-pikir memang rasanya tidak sopan jika pergi begitu saja. Namun, jika aku berpamitan, aku tidak akan bisa keluar dari tempat ini.Setelah aku berhasil menemukan selembar kertas dan tinta di perpustakaan. Aku berniat menulis surat dan meninggalkannya di kamar ini. Aku berniat pergi tanpa mengambil apapun, dan aku akan pergi dengan berjalan kaki.Malam ini akan ada beberapa bangsawan datang menjenguk Raja Aaron. Memang bukan pesta. Namun, semua orang sibuk menyiapkan acara penyambutan seolah-olah mereka akan mengadakan pesta. Aku rasa tidak perlu semerepotkan itu.Aku menghabiskan waktu di kamar menulis sebuah surat. Tulisan tang
"Aku tidak melihat Williams hari ini?" "Ayolah!" Tom memainkan kedua tanganku. "Kau tidak mengkhawatirkan sahabatmu sendiri? "Sudah aku katakan, dia seorang laki-laki dewasa!" ucapnya sambil cemberut. "Dia seorang Pangeran?" Tom mengangguk, dan dia masih menggenggam kedua tanganku dan tidak ingin melepaskannya. "Lantas mengapa dia terus-menerus berada di sini?" "Tidak mungkin aku mengusirnya, bukan?" Aku menghela napas, dan terdiam. "Aku tidak mungkin menceritakan permasalahannya kepadamu. Kecuali jika dia sendiri bercerita langsung kepadamu." Tom melepaskan genggaman tangannya, dan mengusap rambutku. Dia benar, rasanya itu akan menjadi seorang pengkhianat jika salah satu dari sahabat menceritakan cerita pribadinya kepada orang lain. Aku memakluminya, dan membuang rasa penasaranku tentang itu. "Jane?" Aku memeluknya, dan dia mencium rambutku. Lengannya melingkari seluruh tubuhku. Aku membenamkan wajahku di dadanya. Aku merasa tenang saat mendengar suara irama detak jantung
Dengan perlahan aku mencoba membuka mataku. Bayanganku buram, tapi aku berusaha untuk membuka mataku dan melihat pandangan menjadi lebih jelas. Ini bukan di kediaman Philip, Kastil Burchard ataupun Kastil milik Raja Tua itu. Lantas di manakah aku berada sekarang? Entahlah. Kepalaku terasa berat, saat aku mencoba memfokuskan pandanganku. Langit-langit yang biasa, dan aku rasa bahwa aku sedang berada di sebuah rumah. Akan tetapi, ini di rumah siapa? Dengan sekuat tenaga aku mencoba untuk bangun dan beranjak dari sini. Aku yakin bahwa aku sedang tidak dalam bahaya. Akan tetapi, aku tidak boleh kembali terlibat dengan mereka. Aku tidak boleh kembali ke kastil itu, atau kastil manapun. "Jane!" Suara ini? "Kau tidak boleh memaksakan dirimu untuk bangun! Beristirahatlah!" Aku menyipitkan kedua mataku, berusaha melihat wujud dari suara ini. Aku mengenali suara ini. Akan tetapi, aku tidak yakin. Cahaya di rumah ini cukup gelap, hanya di bantu penerangan dari perapian di sana. Laki-la
Tatapan Cedric tidak pernah lepas menatapku. Dia bahkan selalu terjaga. Aku tidak pernah tahu kapan dia tertidur. Ketika aku menutup mata dan saat terbangun, Cedric masih menatapku dengan awas. Aku merasa bahwa aku seperti tahanan di sini, tanpa diikat.Saat aku menanyakan kapan dia tertidur, dia selalu menjawab bahwa dia tertidur saat aku tertidur juga. Bahkan dia mengatakan ketika aku sudah terlelap, dia akan tidur di ranjang bersamaku. Aku tidak yakin akan hal itu, dia berusaha menakutiku agar aku menunjukkan wajah tidak suka. Raut wajah seperti itu yang sangat disukai Cedric. Aneh!Rumah ini terlihat sederhana, aku rasa di sini memiliki beberapa kamar. Namun, Cedric lebih memilih tidur di sofa di kamar bersamaku.Aku semakin ragu untuk pergi dari sini. Karena aku tidak tahu caranya bagaimana? Aku masih bisa lolos dari penjagaan yang ketat yang terdiri dari banyaknya pasukan. Namun, aku tidak bisa lolos dari satu orang ini.Cedric mengajakku makan malam di ruang makan.Hanya cahaya
Aku membuka mataku dan terbangun.Dengan sontak, aku membuka mataku lebar-lebar, dan menduduki kasur.Cedric?Apa yang sudah dia lakukan di kasur ini? Apa aku telah tertidur bersamanya?Aku diam mematung menatapnya, sampai dia mulai membuka matanya.Berbeda denganku, dia tampak berbahagia sekali di pagi ini.Dia tersenyum, kemudian beranjak duduk. "Selamat pagi, Jane." Dia mengusap pipiku. Namun, aku menepisnya."Pagi yang indah." Dia merenggangkan kedua tangannya ke atas.Aku mengerutkan dahi, melihat tingkah Cedric yang aneh."Aku senang jika penglihatan pertamaku di pagi hari adalah dirimu. Akan lebih indah jika kau tersenyum bukan memasang wajah yang seperti itu."Dia tersenyum licik."Tidak masalah, aku tetap menyukaimu."Aku beranjak dari kasur, kemudian membuka jendela. Udara pagi hari sangat segar, jadi lebih baik aku menghirup udara pagi ini dan menikmatinya. Aku menutup mataku, dan membiarkan cahaya matahari menyinariku serta angin menyapu seluruh wajahku.Cedric memelukku d
Badanku terguncang-guncang mengikuti arah jalan yang membuatku terbangun. Apa aku bermimpi tadi?Aku menarik napas yang dalam lalu terbangun, nyawaku seperti bangkit kembali. Setelah itu aku terbatuk-batuk, tenggorokanku terasa gatal. Mungkin karena sisa asap yang masih membekas di tenggorokanku. Menyadari hal ini, berarti kejadian itu bukanlah mimpi.Setelah seluruh anggota tubuhku tenang, lalu hidungku menghirup udara bersih yang cukup, dan mulutku menghentikan batuk. Aku melihat sekitar, bahwa aku sedang berada di dalam kereta kuda dan di hadapanku terdapat seorang laki-laki yang berumur sekitar pertengahan 40-an. Dia memiliki kumis berwarna coklat, dan jenggot panjang berwarna yang sama. Rambutnya panjang dan ikal. Dengan penampilan seperti itu, dia membuatku ketakutan. Tatapannya tidak berhenti menatapku."Sudah aku katakan jika kau akan aman berada di sana," ucapnya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Kemudian dia bersandar dan mengubah posisi duduk menjadi lebih santai
Seseorang datang untuk memeriksa kondisiku. Dia seorang wanita paruh baya berpenampilan rapi. Aku bisa menilai jika wanita ini hampir mirip dengan Philip. Dia memiliki aroma yang menyengat, kadang aku merasa pusing tapi di saat yang lain aku merasa nyaman. Aku tidak tahu aroma apa yang dimiliki wanita ini. Tangannya meraba-raba tubuhku, memeriksa jika aku memiliki luka bakar ataupun luka yang lain. Lalu dia memeriksa mulutku, kemudian menyinari cahaya ke arah mataku menggunakan alat kecil yang mudah di genggam.Aku menyesal telah mengatakan bahwa aku tidak enak badan. Maksudku hanya untuk sebagai alasan agar aku tidak ikut acara makan atau perkumpulan dengan orang-orang ini. Namun, raja tua itu malah mengirim seorang wanita untuk memeriksaku. Benar-benar merepotkan."Sudah selesai, kau tampak baik-baik saja Mungkin karena efek yang ditimbulkan masih terasa, sehingga badanmu masih merasa lelah. Bergeraklah, itu akan terasa jauh lebih baik. Otot-ototmu butuh peregangan agar tidak kaku,"