Pada akhirnya, aku dapat merasakan suaranya yang serius itu terasa dingin–tapi tidak sedingin suara ayah–Yang Mulia Kerajaan Lotus–yang membenci anaknya sendiri.
Ilkay menjadi serius ketika berada di tempat umum dan menjadi ramah ketika berada di dekatku.
Ya, aku merasakannya.
Aku hanya bisa melihat punggungnya kian menjauh. Tangannya meraih gagang pintu, lalu membukanya, sehingga terdengar suara pintu yang dibuka secara hati-hati.
Dia ke luar rumah pada saat sore hendak berganti malam.
-oOo-
Sore berganti malam. Aku ke luar dari ruang tempat membersih diri dan mengenakan pakaian yang telah diberikan Ilkay tadi. Terasa nyaman ketika tubuh menjadi bersih, tapi tetap saja terasa aneh hidup di dunia yang berbeda tanpa kejelasan sedikitpun.
Kini, kakiku melangkah mendekati jendela, lalu menatap luar. Langit telah berubah menjadi warna dongker seperti jubah yang dikenakan Ilkay. Ada banyak bintang berada di atas sana dan
"Ah, itu–"Mulutku hendak berkata, tapi dua wanita tersebut telah pergi menjauh dari tempat ini."Dia bukan pasanganku ...." Pada akhirnya, aku hanya berbicara sendiri.Aku menghela napas dengan lembut, terlalu lelah karena sudah yang kedua kalinya aku dan Ilkay disangka pasangan. Tapi, sebenarnya kami hanyalah pengembara yang sedang mencari tujuan–ah, apa Ilkay telah menemukan tujuannya, tentu saja dia telah memilikinya.Pada akhirnya, aku memilih untuk berbalik. Hendak masuk ke dalam rumah dan tidak peduli lagi dengan orang-orang yang berlalu lalang di jalanan meskipun hari telah memasuki waktu istirahat."Kau tidak ingin ke pasar malam?"Suara seseorang berhasil membuatku terlonjak kaget. Aku berhenti berjalan dan kembali membalikkan tubuh. Pandanganku mengedar hingga mendapati seseorang sedang berdiri menyandar di batang pohon yang cukup besar dan rindang."Pasar malam?" Benar, wanita tadi mengatakan pasar malam.
"Kau pasti akan suka," ucapnya, penuh yakin.Aku sedikit melebarkan mata karena melihat matanya yang begitu dekat denganku, sehingga dapat kutatap warna biru itu seperti perpaduan langit dan warna permata yang biru.'Ilkay terlihat sangat senang,' simpulku. Dan hatiku juga terasa tenang setiap kali melihat senyumnya.Ilkay melepas cengkraman tangannya dari kedua bahuku. Ia mundur, lalu pergi meninggalkanku di tengah kerumunan orang-orang yang tengah sibuk dengan tujuan masing-masing.Aku mengambil langkah, berjalan mengikuti Ilkay dari belakang. Akan tetapi, baru beberapa langkah, penciumanku membuatku merasa tertarik pada sesuatu. Aroma yang enak dan menggiurkan membuat langkah kakiku berhenti.Mataku kini tertuju pada sebuah makanan yang tidak kuketahuinya. Daging yang dipotong menjadi balok, lalu ditusuk dan diletakkan di atas tempat untuk berjualan.'Makanan itu sepertinya enak,' simpulku.Tak pernah kulihat makanan seperti itu. D
"Sebaiknya kita mencari tempat duduk. Acara kembang api akan diadakan sebentar lagi," ucapnya.'Apa aku salah dengar?' pikirku.Namun, tetap saja, seberapa keras aku bertanya, semakin keras pula Ilkay memberikan kata-kata yang penuh dengan teka-teki. Seolah menyuruhku untuk berpikir lebih keras lagi tentang dirinya.Tidak ada percakapan setelah ini, di sekitarku semakin banyak orang yang berlalu-lalang. Seakan hari ini tidak ada waktu untuk istirahat dan aku yang baru menjalankan kehidupan baru dengan langsung menjadi orang dewasa hanya bisa tercengang berkali-kali.Ilkay menarik tanganku dan kembali menerobos kerumunan yang tidak separah saat kami berada di pasar.Beberapa orang hendak kami lewati, hingga aku tidak sengaja menabrak bahu seseorang cukup keras."Ah, maafkan aku!" ucapku, panik.Sedangkan seorang pria yang aku tabrak secara tidak sengaja berdecih. Wajahnya merah dan dan keningnya mengernyit. Bajunya menjadi tidak rapi k
"Tidak menjalankan tugas sama artinya mengkhianati kerajaan." Ilkay berucap sebelum perasaan bersalah semakin menyelimutiku. "Jadi, jangan sekali-kali melakukan pengkhianatan atau kita akan mati."Kata 'kita' dalam sekejap memudar dalam pikiranku, akan tetapi kata 'mati' begitu kental dan melekat. Rasa gundah kembali menghantuiku dan perasaan waspada menyuruhku untuk menjaga jarak darinya.Kenapa dia mengatakannya padaku?' pikirku.Kutatap Ilkay dengan lekat, pria itu terlihat santai ketika mengucapkannya. Tapi sekilas dapat kurasakan hawa dingin yang mengancam seperti pada saat aku tertangkap basah oleh ksatria yang mengejarku saat pelarian.Namun, bukan maksudku ia mirip dengan ksatria yang menangkapku, melainkan Ilkay mirip dengan sang pemberontak.'Dia mengingatkanku padanya.' Jika boleh berharap, apakah pria pemberontak itu mengalami reinkarnasinya juga?"Ilkay ...." Aku memanggil namanya dengan hati-hati.Sedangkan Ilkay, menaik
Ilkay tidak melihat langit, ia tidak menyaksikan pertunjukan–apa aku boleh mengatakan ini pertunjukan–dan lebih memilih menatap lurus ke depan. Tangannya dengan sigap menarik penutup kepalanya ke depan dan lebih menutupi wajahnya dari sebelumnya. Ilkay sedikit menunduka dan–"Kita pergi dari sini," pintanya sambil menarik pergelangan tanganku untuk meninggalkan tempat yang akan menjadi kenangan.-oOo-Malam yang penuh dengan memori itu membuatku sedikit kesulitan untuk tidur, sehingga ketika matahari menyinari mataku, pedih yang terasa.Aku bangkit dari tidur dan mendnegar suara kicauan burung dari luar rumah. Pandanganku berkeliaran, lalu menatap salah satu jendela sudah terbuka dengan lebar.Ah, apa aku lupa menutupnya'Sudah pagi?' Tak kusangka, satu hari telah berlalu.Tubuhku beranjak dan kasur yang sedikit keras, lalu berjalan mendekati cermin.'Aku masih di tubuh ini.'Kutatap tubuhku yang sekara
Perasaan tidak enak muncul dari dalam hati. Terasa sangat menyakitkan, tapi aku sendiri tidak mengetahui artinya.Mataku menatap sendu pada tangan yang sedang memegang pedang itu.'Sekarang, dia tak lagi memegang tanganku,' pikirku, semakin sendu. Membuatku semakin tidak nyaman berada di sampingnya dan mengikuti ke mana saja seperti parasit. 'Apa aku berbuat kesalahan?'Perasaan bersalah karena telah menerima tawarannya dan mengikuti ke mana saja ia pergi benar-benar mengganggu fokus. Aku menggelengkan kepala, berharap dapat mengembalikan fokus sambil merutuki diri sendiri.'Tidak! Aku tidak boleh berpikir seperti itu! aku–"Tapi, siapa sangka rutukanku membuat seorang wanita berteriak. Tidak. Seseorang berteriak dan fokusku kembali."Di sana!"Seorang ksatria yang berjalan berlawan dariku berlari mendekati suara. Karena merasa penasaran, aku membalikkan tubuh untuk melihat apa yang terjadi di belakang."Dia ada di sana!"
"Uh ...." Membuatku bimbang untuk menjawab pertanyaan dari pemilik toko senjata tadi.Jika dikatakan aku menginginkan pedang, memang benar, akan tetapi aku sendiri tidak pernah diajarkan cara bertarung. Bahkan, untuk cara memegang senjata–seperti pedang saja tidak dapat kuketahui dasar-sadarnya.Kutatap Ilkay lagi untuk memastikan jawaban, lalu menatap pemilik toko ini dengan penuh harap."Aku hanya ingin menjaga diriku dari orang lain, jadi tolong tunjukkan padaku senjata yang cocok untukku," ucapku.Wajah pemilik toko tampak sendu, padahal jika seseorang membeli dagangannya, pastinya pemilik toko itu yang beruntung."Jika itu yang nona inginkan ...." Wajahnya semakin sendu.Pemilik toko membalikkan tubuhnya. Sebelah tangannya bergerak menggaruk pipi yang sudah keriput. Matanya mencari tahu senjata yang pantas aku gunakan.Lalu, ia berbalik sambil membawa senjata yang dianggap lebih pantas."Bagaimana dengan panah?" tany
'Seseorang, tolong bantu aku!' pintaku kepada siapapun yang dapat mendengar isi pikiranku."Jika senjata-senjata ini memberatkanmu, kau bisa memilih sesuatu yang mudah dan ringan."Ah, seseorang berbicara dengan nada yang menghangatkan. Seperti biasa, suara Ilkay yang seperti malaikat, rambut emas yang disembunyikannya dan mata biru permata seperti langit siang dalam sekejap menghilangkan perasaan takutku.Ilkay tersenyum tulus, "Belati mungkin cocok untuk melindungi diri sendiri karena tidak perlu mempelajari hal mendasar dulu."Aku menengadah hanya untuk melihat wajahnya lebih jelas. Tersenyum penuh makna yang tidak dapat kuartikan, suara yang tenang membuat lengah. Tidak tahu mengapa, suara pemilik toko mengembalikan kesadaranku."Oh, belati!" Dia bersuara penuh semangat dengan sebelah tangan mengepal dan meninju telapa tangannya. "Terdengar bagus untuk seorang wanita sebagai bentuk pertahanan dirinya."Tidak. Aku tidak meminta untuk memp