"Gimana ini, Bang?" Ari menggaruk kepalanya yang mungkin gatal karena digigit kuntilanak, eh nyamuk."Kamu bawa uang? Kita bisa ke penginapan," usulku lagi. Ari menggeleng. Aku hanya membawa uang seadanya karena kupikir kita akan keluar sebentar saja," balasnya dengan wajah kebingungan.Rumah besar tapi tak bisa menampung anak menantu. Emak memang keterlaluan. Waktu aku masih remaja, Emak biasa melakukan ini. Tapi sekarang aku sudah menikah. Apa masih layak diperlakukan dengan cara yang sama? Apalagi sekarang ada menantunya."Maafkan Emak, ya, Ari," ujarku. Aku sungguh tak enak hati melihatnya."Sudahlah, Bang. Sampai kapan pun kita akan tetap seperti anak-anak di mata Emak. Kita yang salah, dan aku lah yang apes karena mengikuti Abang." Ari tergelak."Alhamdulillah, kita masih bisa tidur di mobil. Untu
Karena aku salah lagi, aku memutar otak mencari lagu yang biasa dinyanyikan laki-laki. Kapan sih aku terlihat elegan di depan istri sendiri. Aku tahu pernah salah karena berlaku tidak adil pada Rika, tapi Hadi udah taubat loh, Mak e."Kau masih gadis atau sudah janda? Katakan padaku, jangan malu." Aku menyanyi sambil melirik gerak-gerik Emak. Dan saat melihat Emak mengambil sapu ijuk, aku berlari ke kamar dan menguncinya dengan cepat."Dasar anak soleh! Suka sekali nyindir orang tua. Kamu di dalam saja. Gak usah keluar sekalian." Emak mulai mengancam. Ampun, Mak! Saat marah pun, Emak tak pernah mengataiku dengan hal-hal yang buruk. Dia tak mau kata-kata keramat seorang ibu menjadi doa pada anaknya. Oh, Emakku sayang. Aku merasa sangat beruntung lahir dari rahimmu, itupun kalau memang aku beneran anak kandung.Aku membuka pintu dan keluar dengan punggung menempel ke dinding. Tak
Jarak dari kampung kami ke Parapat, tepatnya ke danau toba, memakan waktu kira-kira tujuh jam naik mobil. Itupun kalau jalannya maju, kalau jalannya sambil mundur, mungkin akan lain ceritanya. Lagian, orang kurang kerjaan saja yang mengemudikan mobil dengan cara mundur, ye kan? Aku mah masih banyak pekerjaan yang belum tuntas, terutama membahagiakan istriku tersayang. Ehem. Yang jomblo mah mana tahu rasanya. Aku doain deh, kamu segera nyusul. Iya, kamu. Cie yang ngarepin jodoh seganteng aku, limited loh. Auw ah.Selama di perjalanan, tak ada sedikit pun rasa ngantuk menyapa. Ajaib sekali pengaruh perempuan muda nan cantik yang duduk di sampingku. Dengan memandangnya sesekali saja, aku bagai meminum kopi. Ampuh mengusir kantuk."Abang keringatan? Panas ya?" tanya Rika sambil mengeluarkan sapu tangan yang harum mewangi. Duh, perhatian banget istriku. Ah, rasanya pingin keringatan terus deh, biar dia tetap menyeka
Bagaimana bisa koper berisi baju-baju Alisya yang kami bawa? Rika sih aman, baju Nifa ada di koper. Tinggi dan berat badan mereka hampir sama. Dia bisa memakainya, sedangkan aku? Gak mungkin dong memakai selimut kalau mau keluar. Kelakuan Emak memang di luar prediksi orang secerdas aku.Coba saja kalau aku yang salah bawa koper, Emak akan memarahiku. Lah menantunya, tak ada tuh sedikit omelan pun yang keluar dari bibirnya. Aku jadi berburuk sangka kalau ini rencana Emak."Bang!" Rika menepuk bahuku pelan setelah obrolan unfaedah mereka berakhir. Sepertinya aku harus membeli baju. Dan dimana, ya? Huh, bikin kerjaan saja."Kata Emak, di kursi belakang ada tas berisi baju kita kok. Abang ambilkan yah," titahnya yang mmbuat mataku berbintang-bintang. Tuh kan, ketahuan kalau Emak gak ada kerjaan selain ngusilin anak menantunya. Sebaiknya, kurencanakan saja memberinya cucu kembar agar Emak
"Mau nyari apa, Bang?" tanya lelaki kekar berpakaian perempuan yang berpapasan denganku tadi. Aku yang tadi memandanginya dengan jijik, malah berpenampilan sama,. Astaga! Aku harus ngomong apa diam, ya? Dan dari mana dia tahu kalau aku lelaki. Sekarang, dia sudah berpakaian normal, sedangkan aku .... Oh, ini memalukan."Hallo, Bang. Jangan malu! Kamu pasti sedang dikerjain istrimu kan?" tanyanya sambil menepuk bahuku. Untunglah dia bukan peramal yang bisa menebak penderitaanku. Aku mah dikerjain emakku sendiri, bukan istri."Aku menariknya ke tempat sepi. Duh, aku malah merasa sedang mojok dengan lelaki. Aku bergidik ngeri. Jangan sampai orang mengira kami sedang berpacaran. Bisa jadi bahan konten youtuber iseng nantinya."Abang yang tadi make baju perempuan, kan?" tanyaku meyakinkan. Ia menganggu sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih.
"Mak! Nifa pulang dulu ya! Besan Emak sudah rindu sama menantu dan cucunya ini," ujar adik semata wayangku. Apa semua perempuan mendapatkan mertua seperti Emak dan mertua dari adikku? Mereka sungguh beruntung bisa mengendalikan suami berkat mertua.Aliysa tidak mau digendong mamanya dan masih lengket saja dipelukan neneknya. Mata Emak berkaca-kaca dan terus menciumi pipi cucunya yang menggemaskan. Padahal, hampir tiap hari mereka selalu video call. Masa serindu itu sih? Eh, aku juga sudah merasakan hal yang sama pada Rika. Ingin didekatnya terus. Syahdu sekali."Iya, Sayang. Makanya, Di, kamu harus cepat ngasih cucu buat emak. Kira-kira berhasil gak?" ujar Emak sambil mengerling. Kan? Aku lagi yang jadi sasaran. Gadis tua ini suka sekali menggoda anak lelaki satu-satunya ini. Sabar, Hadi! Slow saja.Kutarik nafas dan membuangnya perlahan. Aku meraih bahu Rika dan merangkulnya d
"Bang, ayo kasih nafas buatan!" titah Rika tanpa merasa bersalah. Rika, lihatlah bibir mertuamu itu. Senyuman meledek yang berusaha ia sembunyikan itu masih bisa kulihat.Rika mengambil minyak kayu putih yang tidak berwarna putih dan meletakkannya di dekat hidung Emak. Ya elah, pingsan boongan mana mempan pake itu. Rika terus saja mengoleskan minyak itu ke leher dan hidung Emak. Si gadis tua bersikukuh menahan senyum demi sempurna aktingnya."Dek! Kalau Emak pingsan saat abang gak ada di rumah, kamu gelitikin aja pinggangnya ya!" titahku sambil mencontohkan.Baru saja tanganku menyentuh pinggang yang dibungkus baju terusan itu, Emak langsung berteriak kegelian lalu balas menggelitikku. Aku persis seperti Emak, tidak tahan digelitikin. Karena posisiku sebagai anak, akhirnya aku yang kalah, lebih tepatnya mengalah."Ampun, Mak!" teriakku saat ce
Aku mengikuti Rika ke kamar untuk ganti baju, sedangkan Emak masuk ke kamarnya."Dek! Abang terlanjur basah nih. Apa kita mandi aja sekalian," godaku sambil membuka gembok, eh kancing bajuku yang basah karena minumanku disenggol Emak. Rika tersenyum malu dan terlihat berpikir. Halah, jual mahal."Ya udah, Abang mandi saja. Emak gak suka nunggu lama. Aku pergi sama Emak saja," balasnya lalu menghilang di balik pintu.Jangan tinggalin abang, Rika! Kapan sih aku bisa mengerti bahasa tubuh istriku tersayang? Harusnya senyum malu, ya tanda mau. Ini malah ninggalin yayangnya.Aku mulai berganti kostum yang kuyakini dapat membuatku berkali-kali lebih tampan di mata perempuan yang sudah mencuri, mengambil, dan menguasai hatiku. Dia telah mengunci segumpal daging bernama hati itu untuk tidak bisa berpaling pada yang lain.B