Smith memandang ke arah lantai. Dia lupa memperkenalkan Niels kepada George, tapi dia akan melakukannya setelah mereka selesai mendapatkan keterangan dari teman sekolah korban. Sesaat kemudian, Smith kembali mengalihkan pandangannya.
Kali ini, ia melihat ke arah George.
"Tunjukkan pada kami ruang laboratorium sekolah yang sempat kau singgung tadi, George." Smith akan mencari tahu, apakah ini murni sebuah kecelakaan ataukah sebuah rencana pembunuhan yang telah menewaskan korban.
Smith juga akan menghubungi unit lain, dan meminta mereka untuk menghubungi kepala sekolah serta menanyai siapa guru yang bertugas menjaga laboratorium sekolah.
Bukankah laboratorium sekolah harus diawasi dengan baik agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?
Seperti peranan laboratorium sekolah yang George ketahui dari beberapa buku yang pernah dia baca.
Pertama,
"Bagaimana?" tanya Jonathan, ternyata pria itu bersembunyi di suatu tempat dan diam mengamati George dari kejauhan. Pekerjaannya sudah selesai sedari tadi, dan tak ada yang bisa dilakukannya selain duduk termenung. Dan akhirnya, Jonathan memilih mengikuti George dan mengamati apa yang anak laki-laki itu lakukan. Jonathan tahu, jika George mengagumi seorang Smith Hegner, dia juga demikian. Oleh karena itu, dia memberi kesempatan pada George untuk berbicara langsung dengan Kapten Smith. Sebab Jonathan sendiri juga merasa senang jika bisa bersama seseorang yang diidolakannya. Pertemuan Jonathan dengan Smith terjadi di tempat kerja, tetapi Jonathan tahu jika Smith seseorang yang berbeda dari yang lain, dia juga sosok yang baik hati. Smith benar-benar tak tahu jika dirinya dikagumi oleh banyak orang, terutama seorang anak laki-laki yang terobsesi ingin menjadi seperti dirinya. George terseny
Waktu berlalu dengan cepat, dan tibalah saatnya untuk George pulang ke rumah. Hari itu begitu panjang dan melelahkan, tapi George senang karena mendengar banyak hal tentang Smith Hegner dari teman barunya, Jonathan. "Tapi aku bisa pulang sendiri," ucap George datar ketika menolak ajakan Jonathan yang ingin mengantarkannya pulang ke rumah menggunakan motor besarnya. "Tidak, ini wajib, karena aku ditugaskan untuk mengantar seorang anak didik yang bersekolah di sini, demi melindungi kemungkinan jatuhnya korban selanjutnya." Jonathan menjawab dengan tegas dan tak bisa diganggu gugat lagi. George mendengkus. Ketika dia hendak berjalan pulang, dia malah bertemu dengan Jonathan. Tak cukupkah sejak pagi sampai sore selalu bersama? "Tapi aku tidak suka naik motor itu." George menjawab jujur seraya menatap motor besar milik Jonathan. Dia lebih suka naik mobil sport ketimbang motor dengan tangki m
Setelah hampir 50 tahun berlalu, George masih ingat ekspresi terakhir yang dilihatnya di wajah muda sang ayah, sebuah tatapan yang enggan menuduh anak laki-lakinya sebagai sang pelaku, penyebab hilangnya seekor laba-laba berbahaya. George lantas tertawa terbahak-bahak. Menertawai betapa naifnya seorang Erick Owens dulu. George sendiri, tidak pernah bisa membenci kedua orang tuanya, bahkan benci kepada salah satunya pun ia tidak bisa. Meski orang tuanya terkadang melakukan kekerasan, kerap adu mulut bahkan menuntut George melakukan sesuatu yang tidak George inginkan, tetapi George masih menghormati mereka sebagai orang tuanya. Faktanya, ia bisa tumbuh seperti sekarang ini karena jasa mereka juga. Jadi, mengapa George harus membenci orang tuanya? "Diam, bodoh! Kau menganggu penghuni yang lain!" Tiba-tiba seorang napi berteriak kepada George, ia lewat di depan sel seraya mengacungkan tongk
George berusaha menenangkan dirinya. "Bagian sekecil itu hilang di mana?" gumam George. Wajahnya yang biasanya tenang, mendadak keruh karena ada sesuatu yang hilang dan sesuatu yang hilang itu sangat mempengaruhi masa depannya.Namun seperti yang sudah terjadi, George kembali merasa tenang setelah meyakinkan dirinya bahwa tak ada sidik jari yang tertinggal di kepala laba-laba itu. Sebelumnya, George sudah menebak bahwa kepala Ken bisa menjadi masalah. Oleh karena itu, dia menggunakan sarung tangan khusus untuk melepas satu per satu tubuh Ken si tarantula hingga menjadi beberapa bagian.Memang benar yang dikatakan orang-orang, rencana seperti apa pun, jika dilakukan dengan tidak matang, maka akan mengakibatkan hal tidak terduga di masa depan. Namun George tak merasa menyesal sama sekali, sebab baginya rencananya sudah sangat sempurna. Semua berjalan lancar.George kemudian merebahkan dirinya di ranjang, lalu memikirkan kesuksesan yang didapatnya pada hari itu.Alangkah indahnya jika Ge
Setelah masuk dengan terburu-buru ke dalam salah satu bilik toilet, Niels lalu menghabiskan beberapa menit waktunya di dalam sana. Niels berusaha untuk tidak melihat ke langit-langit, karena yang akan terpikir oleh otaknya nanti adalah makhluk yang tidak ingin dia lihat wujudnya. Ketika urusan buang airnya telah selesai, Niels pun membersihkan tangannya di wastafel. Yang mengherankan Niels, wastafel itu tidak memiliki cermin. Padahal seharusnya wastafel yang ada di toilet itu memiliki cermin untuk berhias atau merapikan penampilan. Ini aneh, tapi tidak terlalu penting.Barulah setelah dirasa tangannya bersih, Niels keluar dari dalam toilet. Ketika hendak melewati toilet perempuan, Niels tertegun sesaat ketika melihat pantulan dirinya di kaca."Oh, ada cermin di sini!" ucapnya kegirangan, seperti orang yang baru pertama melihat dirinya di pantulan kaca. Sebelumnya dia tak tahu jika ada cermin di tempat itu.Akibat terlalu tergesa-gesa karena dorongan hasrat ingin buang air kecil yang
Di lain waktu dan tempat yang berbeda dengan Niels yang sedang bersusah payah mencari barang bukti di tempat kejadian, ada sebuah keluarga kecil yang terlihat bahagia sedang bersiap-siap untuk makan malam bersama-sama.Namun menjelang makan malam, anak laki-laki tunggal keluarga itu yang bernama George izin pergi ke halaman belakang kepada orang tuanya yang saat itu pulang lebih cepat ke rumah, hanya untuk menemani George yang kesepian. Akibat mendengar kasus kematian misterius di sekolah George, mereka takut terjadi sesuatu kepada anak laki-laki mereka. Oleh karena itu, mereka bergegas pulang dan meninggalkan pekerjaan mereka di kantor.Erick tak lagi memikirkan keadaan Ken, laba-laba peliharaannya yang hilang secara misterius. Kondisi mental George lah yang paling utama, mereka menganggap George saat ini sedang terguncang karena telah menyaksikan sendiri teman sekelasnya yang mati secara mengenaskan.Joly tak sanggup membayangkan bagaimana keadaan anaknya saat tahu teman sekelasnya
Keesokan harinya, George menyambut pagi dengan senyum yang sempurna. Kebahagiaan terlihat jelas di wajah George yang terlihat polos. Setelah sebelumnya melakukan sesuatu yang penting untuk memusnahkan barang bukti, George merasa pikirannya lebih segar dibandingkan sebelumnya (saat Ken belum dikuburkan bersama surat-surat pemberian Alyssa). George merasa lebih bertenaga untuk melewati hari-hari yang membosankan di rumah besar tersebut."Selamat lagi, George." Erick menyapa putranya di meja makan. "Akhirnya aku bisa menyapamu dengan lancar hari ini."George tersenyum menanggapinya. Hal yang jarang dilakukan olehnya, mengingat dia jarang mempunyai waktu luang di rumah, bahkan untuk sekadar sarapan membalas sapaan keluarga kecilnya yang remeh itu .Joly juga demikian, dia jarang memasak untuk keluarganya, membuat George lebih senang memesan makanan melalui jasa pengantaran online dibandingkan menunggu ibunya memasak.George yang suasana hatinya baik pun membalas sapaan sang ayah. "Pagi,
"Alyssa! Harus berapa kali kukatakan padamu, jangan membuka tas orang lain sembarangan!"George ingat, sebelum dia melancarkan aksinya itu, dia sempat bertengkar dengan gadis yang namanya ia sebutkan dengan keras. Alyssa senang sekali membuka tas George, dan dia selalu memasukkan surat-surat tak jelas ke dalam tas anak laki-laki itu.Bukan hanya sekali dua kali saja, tapi sudah sering sekali Alyssa melakukannya. George tak pernah suka ada yang membuka tasnya tanpa sepengetahuannya. Ketika dia tahu Alyssa lah pelakunya, George tak bisa memaafkan perbuatan gadis itu, meski dia tahu Alyssa melakukannya karena ingin menarik perhatiannya.Di kemudian hari, George tahu jika kematian Alyssa menjadi peluang untuk seseorang yang juga menyukai dirinya."Aku tak suka kau membuka tasku, Alyssa!" George kembali berkata kepada sang gadis.Gadis berambut cokelat gelap yang perbuatannya diketahui oleh anak laki-laki itu hanya bisa tersipu malu. "Maafkan aku, George," ucapnya dengan wajah yang memerah