Akhir bulan Oktober 2002...
Gue lulusan SMA tahun 1999 dan memutuskan meneruskan kuliah sampai berhasil mendapatkan ijazah Diploma 3 yg gue selesaikan hanya dalam waktu dua setengah tahun di sebuah fakultas di kota kelahiran gue. dan berbekal ijazah itu gue coba mengirim lamaran ke beberapa perusahaan di ibukota karena gue pikir perusahaan di kota tempat gue tinggal nggak begitu menjanjikan. makanya gue pilih ke luar kota, siapa tau peruntungan gue memang di sana. Namun berbulan-bulan gue menunggu, tetapi belum juga ada jawaban dari lamaran gue. Sudah hampir genap satu tahun gue menganggur di rumah dan membebani orang tua gue, dan pada akhirnya di pertengahan September tahun 2002 gue mendapatkan sebuah surat panggilan dari sebuah perusahaan produsen alat-alat elektronik di Bogor. Gue sendiri heran karena seingat gue, gue hanya mengirim lamaran ke perusahaan di Jakarta dan Bandung. Tapi ya namanya pengangguran, gue ambil aja kesempatan ini. Dan berangkatlah gue ke Bogor...
Di Bogor gue nggak punya kenalan siapa-siapa. maka gue keliling di sekitar perumahan yang letaknya dekat ke kawasan industri biar lebih dekat dengan kantor. Selama hari tes berlangsung, gue numpang tidur di sebuah mesjid. Untungnya tes nya cuma tiga hari. setelah ada keputusan gue diterima kerja magang, gue lalu memutuskan untuk mencari sebuah kosan. Dengan bantuan tukang ojek yg gue kenal sewaktu ngobrol-ngobrol di mesjid, gue akhirnya menemukan sebuah kontrakan di daerah Perumahan Bumi Asri. Kontrakan itu lumayan laris, dua lantai di bawah sudah terisi penuh dan hanya ada sisa satu kamar di lantai tiga.
"tinggal yang ini ya Mas," kata Pak Haji pemilik kosan menunjuk pintu sebuah kamar di ujung koridor.
Gue memandang dan berkeliling, sementara Pak Haji membukakan pintu untuk gue melihat-lihat kamarnya. Di lantai atas ini cuma ada enam kamar, masing-masing kamar sudah dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi di dalamnya. Dengan harga sewa seratus ribu rupiah per bulan, gue terima dan mulai hari itu gue resmi jadi penghuni kamar nomor 23. Sedikit deskripsi tentang kosan baru gue, kamar-kamar di sini terpisah koridor selebar kurang lebih dua meter, tiap sisi ada tiga kamar yg saling berseberangan. Gue sendiri merasa cukup beruntung karena mendapat kamar yg posisinya paling ujung. kamar gue dan kamar di depan disambung oleh sebuah tembok pendek berukuran setengah meter sebagai pembatas.
Besok gue sudah mulai kerja, maka hari ini juga gue berbenah kamar, menyapu dan mengepel serta membersihkan dinding dari sarang laba-laba yang menempel. Nampaknya kamar ini sudah lama tidak ditempati. Dan sesi bersih-bersih itu selesai pukul setengah lima sore. Gue sedang duduk di kursi kecil depan kamar saat kamar sebelah gue mulai menyetel lagu dengan volume kencang, ya beginilah nasib anak kos baru, cuma bisa jadi pendengar setia. Setelah capek bersih-bersih dan menyempatkan mendengar tiga buah lagu yg disetel kamar sebelah, gue turun keluar mencari warung makan. Lima belas menit kemudian gue sudah berjalan di tangga menuju kamar gue dengan sekantong nasi bungkus di tangan. Anak-anak kamar sebelah gue nampaknya masih asyik tidur di kamar mereka, karena gue tau rata-rata penghuni kosan ini adalah karyawan yg bekerja di kawasan industri. Hanya ada satu pintu yg terbuka, pintu kamar seberang gue. di depan pintu itu ada seorang wanita sebaya gue sedang duduk memeluk lutut dan memandang kosong ke lantai di bawahnya. Rambutnya panjang dibiarkan tergerai sedikit menutupi wajah. Hidungnya mancung dan berperawakan lumayan tinggi, saat itu dia mengenakan sebuah celana jeans pendek se paha, tapi yg menarik perhatian gue adalah kaos kaki yg dipakainya itu. Kaos kaki panjang sampai menutupi lutut. Bogor memang kota hujan tapi hari ini gue rasa sangat panas, maka gue sendiri aneh melihatnya memakai kaos kaki yg begitu panjang.
"Sore Mbak," sebagai "anak baru" gue memberanikan diri menyapa supaya dinilai sopan.
“….” diam.
Wanita itu bergeming, jangankan membalas sapaan gue, mengangkat kepalanya pun tidak.
"Selamat sore Mbak..." kali ini gue coba keraskan suara.
“….” dia tetap diam.
"Sialan," omel gue dalam hati.
Maka gue putuskan langsung masuk ke kamar dan menyantap nasi bungkus gue. Nggak ada yg spesial di hari pertama gue di kosan, kecuali momen mati lampu pada jam delapan malam, gue memutuskan untuk segera beranjak tidur karena besok pagi gue tidak boleh terlambat datang ke kantor. Gue cukup senang listrik mati, karena itu artinya gue bisa dengan tenang tidur. Kamar sebelah gue pun mendadak sudah menjadi "bisu".
Entah sudah jam berapa saat itu, dalam kondisi kantuk yg mulai menjalari mata, samar-samar gue seperti mendengar sebuah suara. Asalnya dari luar, entah dari sebelah mana. Sebuah suara isak tangis seorang wanita dan gue yakin itu isakan kesedihan yg dalam. Bulu kuduk gue merinding, pikiran gue mulai membayangkan kelebatan-kelebatan sosok-sosok yang bahkan nggak pernah gue tau keberadaannya. Gue menaikkan selimut sampai menutup kepala dan tiba-tiba suara itu hilang. Gue diam memasang telinga berusaha menangkap suara-suara lagi, tapi tidak ada suara apa pun. Beberapa menit gue masih terjaga memastikan dan tetap sunyi, hanya ada suara degup jantung di dada gue yang terdengar mengalun berkejaran dengan suara detik jam di dinding....
Malam itu gw terbangun setelah hampir dua jam terlelap di pangkuan Anna. Kami memutuskan pulang dan sampai di kosan sekitar jam sebelas malam."Nah ini dia anaknya," seorang teman penghuni kamar bawah menyambut kedatangan gw"charger gw mana? Hp gw udah berisik daritadi minta diisi batere nya" sambungnya lagi"oh iya gw lupa kembaliin," gw menepuk jidat. "Lo tunggu aja di sini. Gw ambil dulu di atas."Temen gw mengangguk lalu kembali ke kamarnya. Gw dan Anna melanjutkan ke kamar atas, lalu gw turun mengembalikan charger punya temen gw dan kembali lagi ke kamar Anna."Sorry ya Na, gw nginep lagi di kamar lo malem ini," kata gw"enggak papa nyantai aja lah," Anna sedang menulis sesuatu di sebuah buku kecil warna kuning.Padahal kamar ini cukup gelap buat nulis, karna masih mengandalkan lilin sebagai pencahayaan."Lagi nulis apa sih?" tanya gwAnna menghentikan sejenak aktivitasnya, menatap gw lalu tersenyum, "ini diary gw.
Gimanapun cara yang udah gw lakukan, gw tetep nggak bisa tidur. Guling-gulingan, nutupin mata pake bantal, dan banyak cara lagi yang gw lakukan tapi mata gw enggan terlelap. Dan HP gw sudah nyaris benar-benar mokad ketika gw lihat jam nya menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gw putuskan mandi, menyeduh teh anget manis lalu duduk di tembok balkon sambil menunggu waktu berangkat. Anna akan gw bangunkan beberapa saat sebelum gw pergi, karena gw nggak mau ganggu tidurnya. Dia nampak nyenyak dalam kamar yang masih berpencahayaan satu lilin. Emh, pagi ini gw akan melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Ini pertama kalinya gw mudik, karna sebelum ini gw memang nggak pernah merantau. Ternyata menyenangkan sekali bisa berada di momen menunggu kepulangan seperti ini. Gw juga kangen banget dengan keluarga di rumah. Kedua orangtua gw dan adik gw, rasanya pengen buru-buru ketemu mereka. Mata yang pedih dan kepala yang nggak karuan rasa gara-gara insomnia semalam seolah bisa tertutupi ole
Gimanapun cara yang udah gw lakukan, gw tetep nggak bisa tidur. Guling-gulingan, nutupin mata pake bantal, dan banyak cara lagi yang gw lakukan tapi mata gw enggan terlelap. Dan HP gw sudah nyaris benar-benar mokad ketika gw lihat jam nya menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gw putuskan mandi, menyeduh teh anget manis lalu duduk di tembok balkon sambil menunggu waktu berangkat. Anna akan gw bangunkan beberapa saat sebelum gw pergi, karena gw nggak mau ganggu tidurnya. Dia nampak nyenyak dalam kamar yang masih berpencahayaan satu lilin. Emh, pagi ini gw akan melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Ini pertama kalinya gw mudik, karna sebelum ini gw memang nggak pernah merantau. Ternyata menyenangkan sekali bisa berada di momen menunggu kepulangan seperti ini. Gw juga kangen banget dengan keluarga di rumah. Kedua orangtua gw dan adik gw, rasanya pengen buru-buru ketemu mereka. Mata yang pedih dan kepala yang nggak karuan rasa gara-gara insomnia semalam seolah bisa tertutupi ole
Gw sudah berkali-kali ganti posisi tidur. Telungkup, telentang, dan miring ke kiri. Gw nggak berani miring ke kanan coz Anna ada di situ, entah kenapa gw yakin dia belum tidur. Gw bisa merasakan tatapannya meski mata gw terpejam. Ciumannya di kening gw tadi ternyata berefek menghilangkan kantuk yang sempat menyergap. Dan entah sudah berapa lama saat gw benar-benar terbangun dan duduk di tepi kasur. Sepertinya sudah jam 3 pagi, di luar hujan sudah mulai turun dan membuat malam semakin dingin."Lo belum tidur Ri?" suara Anna terdengar lembutGw menoleh ke arahnya. Dia menopang kepala dengan satu tangan. Shit! Posenya..."Engga tau nih mendadak panas," gw sekenanya"kok bisa? Ini kan lagi ujan? Gw malah kedinginan" tanya Anna heran"emh.. iya juga sih. Sekarang dingin," jawab gw dengan bodohnya"lo aneh Ri" Anna bangun dan duduk di sebelah gw, "mau gw bikinin teh anget?"Gw menggeleng, "enggak usah repot-repot deh," kata gw. "Gulanya jan
Gw langkahkan kaki menaiki tangga dengan malas, hari ini kecewa banget gw gagal mudik gara-gara jadwal penerbangan di delay sampe besok siang jam 10 karena ada trouble di mesin. Maskapai yang bersangkutan memang mengembalikan ongkos tiket sebagai bentuk tanggungjawab dan artinya besok gw bisa pulang gratis, tapi tetep aja gw kecewa karna gw pikir malam ini gw udah bisa kumpul bareng orang tua di rumah. Saat itu sudah hampir jam dua belas malam, beberapa penghuni lantai 1 dan 2 masih asyik ngobrol di luar kamar dan memutar lagu-lagu klasik. Sementara di lantai 3, karena penghuninya memang lebih sedikit, sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Pintu kamar Candra terkunci, sepertinya dia lagi keluar. Gw raih gagang pintu kamar gw, terkunci. Lalu gw rogoh kantong celana, tadi pagi gw yakin gw taroh di situ. Tapi nggak ada! Gw cek lagi di kantong kemeja dan dompet, tetep nggak ada!"Jangan-jangan..." otak gw mulai menerka dan mengingat dengan keras."Di dalam tas!! K
Akhirnya kontrak magang gw berakhir dan kini gw berganti status jadi karyawan tetap. Nggak ada perbedaan mencolok memang, tapi sekarang gw mulai memikirkan untuk membangun kehidupan gw di kota ini. Keluarga di rumah menyambut kabar baik ini dengan antusias. Mereka, terutama nyokap, meminta gw pulang sekedar bertemu dan sedikit syukuran. Gw belum tau pasti bisa atau nggak nya, karna terkait jarak yang nggak memungkinkan gw mudik memanfaatkan weekend yang cuma 2 hari. Maka gw sudah memutuskan mengambil cuti pada akhir tahun nanti. Gw juga sudah kangen karena lebaran kemarin gw nggak mudik. Dan nggak kerasa perkembangan karir masing-masing penghuni kosan atas juga berkembang pesat. Candra sudah jadi foreman muda yang potensial. Baru tiga bulan menempati posisi itu dia mulai dipertimbangkan untuk merangsek naik ke supervisor. Keren! Kadang gw pengen seperti dia yang karirnya begitu cepat naik. Dan Anna, dia tetap jadi mahasiswi yang rajin. Sejak terakhir dia menusukkan jarum ke tangan,