Besok paginya gue terbangun dengan kepala pening, agaknya gue salah posisi tidur semalam. Gue lihat jam dan ternyata udah jam setengah enam pagi. Buru-buru gue mandi karena gue harus sudah di kantor di jam tujuh meski jam masuk adalah jam setengah delapan, karena hari pertama ini gue harus memberikan kesan yg baik kepada atasan gue. Selesai mandi gue bergegas mencari sarapan, pagi-pagi begini ada banyak penjual nasi uduk "dadakan" di depan kos, jadi gue nggak perlu repot-repot nyari sarapan. Seperti yg sudah gue bilang sebelumnya, penghuni kontrakan ini kebanyakan karyawan-karyawan pabrik. Lapak nasi uduk ini sudah dipenuhi antrian mereka yg hendak berangkat shif pagi. Gue pun berdiri di belakang antrian, dari sini gue bisa melihat pintu kamar gue di atas dan di tembok pembatas itu gue melihat dia, wanita yang kemarin gue temui di depan pintu kamarnya. Dia sedang memandang kosong seperti kemarin dan saat gue memperhatikan dia dengan ekspresi hampanya, gue jadi teringat suara tangisan yg gue dengar semalam. Apa mungkin tangisan itu adalah suara dia? kalau dilihat dari sikapnya, kemungkinan besar itu memang benar. Wanita berkaos kaki hitam, begitu gue memanggilnya mulai hari ini.
Dan pagi itu pun gue memulai hari pertama gue kerja, atau lebih tepatnya disebut magang. Setelah lewat masa magang selama 1 tahun, gue akan dipromosikan sebagai staff di bagian General Affair sesuai fresh graduate gue. Sedikit gue deskripsikan kantor gue, suasana kantor gue cukup menyenangkan dan bersahabat meski sangat terkesan kikuk, gue mencoba secepat mungkin beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru ini. Karena ini hari pertama, gue cuma diberi tugas ringan seperti mengecek data kelengkapan barang, keperluan karyawan dan beberapa tugas ringan lainnya. Gue lebih banyak nganggur dan nganggur bikin gue bengong dan orang bengong pasti melamun. Maka mulai melintas pertanyaan-pertanyaan aneh di benak gue, tentang wanita berkaos kaki hitam itu. Apa yg selalu dilamunkan oleh dia? Apa dia menderita depresi berkepanjangan? Karena gue lihat nggak ada sedikitpun ekspresi ceria di wajahnya dan lambat laun otak gue mulai dipenuhi oleh bayangan-bayangan wanita itu.
“Gue mesti cari tahu” pikir gue.
Dan sorenya setelah pulang kerja, gue memberanikan diri berkenalan dengan penghuni kamar sebelah gue yg selalu "berisik". Sore itu dia menyetel lagu band yg sedang naik daun saat itu.
"kerja dimana Mas?" kata Candra, nama laki-laki itu. Kami mengobrol di teras kamarnya.
"Di Polytrin," jawab gue.
"Udah lama?" tambahnya
"baru kemaren kok. semalem baru gue tidur di sini." Kata gue menjelaskan
Candra hanya mengangguk dan kami mulai larut dalam obrolan ringan. Setelah gue rasa cukup akrab sebagai orang baru, gue beranikan diri bertanya tentang 'dia'.
"Oh iya Ndra, lo tau nggak cewek penghuni kamer depan gue?" kata gue
"emang ada ya yg nempatin kamer itu?" dia malah balik tanya.
"lah..kemaren gue liat kok. Cewek yg pake kaos kaki item panjang itu?" kata gue heran
"lo liat setan kali?" Candra malah tertawa lebar.
"hahaha.. sorry cuy. Gue nggak hafal soalnya abis balik gawe gue 'ngebo' di kamer. Keluar cuma kalo nyari makan doang, abis itu molor lagi. Sama kamer sebelah juga gue nggak kenal. cuma sama lo aja. itu juga lo nya yg ngajak kenalan duluan.." kata Candra sambil terkekeh.
Gue menggaruk kepala yg sebenernya nggak gatal, rupanya gue salah pilih informan dan rasa penasaran gue semakin membubung tinggi di dalam dada. Gue sengaja membuka sedikit gorden jendela kamar gue supaya bisa mengintip keluar kalau-kalau wanita itu menampakkan dirinya. Gue ingin sekali melihat dengan jelas wajahnya tanpa tertutup rambut. Berjam-jam lamanya gue duduk di samping jendela yg kacanya rendah ini, tapi pintu kamar di depan gue tidak bergerak se inchi pun. Entah berapa lama gue duduk dalam diam mengawasi itu dengan saksama, tapi nampaknya malam ini misi gue nggak membuahkan hasil. Gue malah tertidur di samping jendela dan bangun keesokan paginya dengan kepala lebih sakit....
Malam itu gw terbangun setelah hampir dua jam terlelap di pangkuan Anna. Kami memutuskan pulang dan sampai di kosan sekitar jam sebelas malam."Nah ini dia anaknya," seorang teman penghuni kamar bawah menyambut kedatangan gw"charger gw mana? Hp gw udah berisik daritadi minta diisi batere nya" sambungnya lagi"oh iya gw lupa kembaliin," gw menepuk jidat. "Lo tunggu aja di sini. Gw ambil dulu di atas."Temen gw mengangguk lalu kembali ke kamarnya. Gw dan Anna melanjutkan ke kamar atas, lalu gw turun mengembalikan charger punya temen gw dan kembali lagi ke kamar Anna."Sorry ya Na, gw nginep lagi di kamar lo malem ini," kata gw"enggak papa nyantai aja lah," Anna sedang menulis sesuatu di sebuah buku kecil warna kuning.Padahal kamar ini cukup gelap buat nulis, karna masih mengandalkan lilin sebagai pencahayaan."Lagi nulis apa sih?" tanya gwAnna menghentikan sejenak aktivitasnya, menatap gw lalu tersenyum, "ini diary gw.
Gimanapun cara yang udah gw lakukan, gw tetep nggak bisa tidur. Guling-gulingan, nutupin mata pake bantal, dan banyak cara lagi yang gw lakukan tapi mata gw enggan terlelap. Dan HP gw sudah nyaris benar-benar mokad ketika gw lihat jam nya menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gw putuskan mandi, menyeduh teh anget manis lalu duduk di tembok balkon sambil menunggu waktu berangkat. Anna akan gw bangunkan beberapa saat sebelum gw pergi, karena gw nggak mau ganggu tidurnya. Dia nampak nyenyak dalam kamar yang masih berpencahayaan satu lilin. Emh, pagi ini gw akan melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Ini pertama kalinya gw mudik, karna sebelum ini gw memang nggak pernah merantau. Ternyata menyenangkan sekali bisa berada di momen menunggu kepulangan seperti ini. Gw juga kangen banget dengan keluarga di rumah. Kedua orangtua gw dan adik gw, rasanya pengen buru-buru ketemu mereka. Mata yang pedih dan kepala yang nggak karuan rasa gara-gara insomnia semalam seolah bisa tertutupi ole
Gimanapun cara yang udah gw lakukan, gw tetep nggak bisa tidur. Guling-gulingan, nutupin mata pake bantal, dan banyak cara lagi yang gw lakukan tapi mata gw enggan terlelap. Dan HP gw sudah nyaris benar-benar mokad ketika gw lihat jam nya menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gw putuskan mandi, menyeduh teh anget manis lalu duduk di tembok balkon sambil menunggu waktu berangkat. Anna akan gw bangunkan beberapa saat sebelum gw pergi, karena gw nggak mau ganggu tidurnya. Dia nampak nyenyak dalam kamar yang masih berpencahayaan satu lilin. Emh, pagi ini gw akan melakukan perjalanan balik ke kampung halaman. Ini pertama kalinya gw mudik, karna sebelum ini gw memang nggak pernah merantau. Ternyata menyenangkan sekali bisa berada di momen menunggu kepulangan seperti ini. Gw juga kangen banget dengan keluarga di rumah. Kedua orangtua gw dan adik gw, rasanya pengen buru-buru ketemu mereka. Mata yang pedih dan kepala yang nggak karuan rasa gara-gara insomnia semalam seolah bisa tertutupi ole
Gw sudah berkali-kali ganti posisi tidur. Telungkup, telentang, dan miring ke kiri. Gw nggak berani miring ke kanan coz Anna ada di situ, entah kenapa gw yakin dia belum tidur. Gw bisa merasakan tatapannya meski mata gw terpejam. Ciumannya di kening gw tadi ternyata berefek menghilangkan kantuk yang sempat menyergap. Dan entah sudah berapa lama saat gw benar-benar terbangun dan duduk di tepi kasur. Sepertinya sudah jam 3 pagi, di luar hujan sudah mulai turun dan membuat malam semakin dingin."Lo belum tidur Ri?" suara Anna terdengar lembutGw menoleh ke arahnya. Dia menopang kepala dengan satu tangan. Shit! Posenya..."Engga tau nih mendadak panas," gw sekenanya"kok bisa? Ini kan lagi ujan? Gw malah kedinginan" tanya Anna heran"emh.. iya juga sih. Sekarang dingin," jawab gw dengan bodohnya"lo aneh Ri" Anna bangun dan duduk di sebelah gw, "mau gw bikinin teh anget?"Gw menggeleng, "enggak usah repot-repot deh," kata gw. "Gulanya jan
Gw langkahkan kaki menaiki tangga dengan malas, hari ini kecewa banget gw gagal mudik gara-gara jadwal penerbangan di delay sampe besok siang jam 10 karena ada trouble di mesin. Maskapai yang bersangkutan memang mengembalikan ongkos tiket sebagai bentuk tanggungjawab dan artinya besok gw bisa pulang gratis, tapi tetep aja gw kecewa karna gw pikir malam ini gw udah bisa kumpul bareng orang tua di rumah. Saat itu sudah hampir jam dua belas malam, beberapa penghuni lantai 1 dan 2 masih asyik ngobrol di luar kamar dan memutar lagu-lagu klasik. Sementara di lantai 3, karena penghuninya memang lebih sedikit, sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Pintu kamar Candra terkunci, sepertinya dia lagi keluar. Gw raih gagang pintu kamar gw, terkunci. Lalu gw rogoh kantong celana, tadi pagi gw yakin gw taroh di situ. Tapi nggak ada! Gw cek lagi di kantong kemeja dan dompet, tetep nggak ada!"Jangan-jangan..." otak gw mulai menerka dan mengingat dengan keras."Di dalam tas!! K
Akhirnya kontrak magang gw berakhir dan kini gw berganti status jadi karyawan tetap. Nggak ada perbedaan mencolok memang, tapi sekarang gw mulai memikirkan untuk membangun kehidupan gw di kota ini. Keluarga di rumah menyambut kabar baik ini dengan antusias. Mereka, terutama nyokap, meminta gw pulang sekedar bertemu dan sedikit syukuran. Gw belum tau pasti bisa atau nggak nya, karna terkait jarak yang nggak memungkinkan gw mudik memanfaatkan weekend yang cuma 2 hari. Maka gw sudah memutuskan mengambil cuti pada akhir tahun nanti. Gw juga sudah kangen karena lebaran kemarin gw nggak mudik. Dan nggak kerasa perkembangan karir masing-masing penghuni kosan atas juga berkembang pesat. Candra sudah jadi foreman muda yang potensial. Baru tiga bulan menempati posisi itu dia mulai dipertimbangkan untuk merangsek naik ke supervisor. Keren! Kadang gw pengen seperti dia yang karirnya begitu cepat naik. Dan Anna, dia tetap jadi mahasiswi yang rajin. Sejak terakhir dia menusukkan jarum ke tangan,