Share

Main Gitar

Sehabis balik mengantar Echi, Gue tapaki anak tangga menuju kamar. Saat tiba di anak tangga terakhir mata gue terpaku pada sosok wanita yang duduk di beranda sambil memandang kosong ke depan seperti biasanya. Malam sudah larut saat gw balik mengantar Echi, dan wanita itu seolah tidak peduli dengan dingin angin ataupun gigitan nyamuk di lengannya. Dia benar-benar seperti patung. Gue masuk ke kamar dan menutup pintu tanpa menyapa wanita berkaos kaki hitam itu. Lalu gue mulai berguling di atas kasur mencoba mencari posisi yg pas untuk segera tidur. Lima menit... Sepuluh... Dua puluh.... sampai setengah jam, mata gue enggan terpejam. Gue duduk sambil memandangi hampa atap kamar gue dan lalu memutuskan keluar kamar hanya untuk sekedar menghirup udara segar. Dan wanita itu masih di tempatnya, sama persis posisi duduknya seperti yang terakhir gw lihat.

"nih," gue menyodorkan lotion anti nyamuk kepadanya.

Ada lebih dari lima ekor nyamuk yg sedang asyik menyedot darah di lengan kirinya.

"..............." wanita itu diam.

Bola matanya bahkan nggak bergeser satu milimeter pun dari tempatnya.

"Ya udah gue aja yang pake," kata gue, lebih tepatnya pada diri sendiri.

Semenit kemudian kulit gue sudah terlindung dari nyamuk. Gue pandangi wajah wanita itu, lalu mencoba mengikuti arah pandangan matanya. Hanya menatap deretan lampu-lampu di kejauhan sana.

"ngeliatin apa sih mbak?" tanya gue.

….. sunyi .......

"lagi sariawan ya?" kata gue lagi.

…… tetap sunyi..........

"mau kopi?"

…… masih sunyi........

"udaranya dingin banget yah?"

"sendal jepit gue putus."

"tadi di jalan tukang nasi gorengnya brewokan."

Argggghhh..... Mulut gue nyaris berbusa saat mencoba berbicara pada wanita itu, tapi tetap nggak ada jawaban satu huruf pun dari mulutnya. Gue pun mulai kesal. Gue masuk kamar, mengambil gitar dan kembali ke beranda lalu duduk di tepian tembok. Tanpa memperdulikan orang yang di sebelah gue dan gue mulai bernyanyi.

Ada lagu yg liriknya tepat sekali untuk menyindir wanita ini, sebuah lagu yg waktu itu lagi hits banget. Dengan sedikit serak tapi banyak fals nya gue coba menyanyikan 'Pelangi di Matamu' milik Jamrud.

"tigapuluh menit kita di sini tanpa suara..." gue yakin lirik awal lagu ini ngena banget. Itu kalau dia mendengarkan.

"dan aku resah...harus menunggu lama...kata darimu......"

Deggg gue terdiam. Suaranya terdengar dalam. Yaaaa, wanita di samping gue tanpa gue duga melanjutkan liriknya. Kedua mata gue melongo menatap wajahnya, dia sama sekali nggak bergerak dari tempatnya duduk, hanya bibirnya yang tipis terbuka perlahan melantunkan lirik lagu. Gue speechless. Jari-jari gue mendadak kaku hanya untuk sekedar memetik senar di tangan gue. Tapi wanita itu tetap bernyanyi meski tanpa iringan gitar dari gue. Setelah bisa menguasai diri lagi, gue kembali memetik gitar membiarkan dia yang bernyanyi. Memang ada beberapa kata dalam liriknya yang salah, tapi over all ini adalah lagu yang indah yang dinyanyikan di malam hari bareng seorang wanita.

Tepat saat lagu selesai, wanita itu langsung turun dari duduknya, tanpa memandang gue. Dia lalu beranjak ke kamarnya dan lampunya dimatikan. Hanya ada hening yang tersisa sekarang, sampai detik ini gue masih belum yakin kalau yang tadi itu benar-benar terjadi. Mimpi apa gue denger dia nyanyi sementara untuk bicara pun dia pelit.

"woy..belom tidur lo?" Candra tiba-tiba muncul dan membuyarkan lamunan gue.

"Eh Ndra, tadi dia di sini lho. di sebelah gue. kita nyanyi bareng malah, lagunya Jamrud itu lho! yang jam dinding nya bisa ketawa," gue mencecar Candra dengan antusias dan agak berlebih.

Candra hanya merespon dengan geleng-geleng kepala sambil elus-elus dadanya.

"gue juga sebenernya pengen ketawa," katanya sambil berjalan mendekati gue.

"awalnya gue pikir lo becanda waktu bilang ketemu cewek itu, tapi kayaknya lo beneran deh."  Kata Candra seolah mulai percaya gue

"kan gu..." omongan gue terpotong

"beneran gila lo!" sela Indra.

"mana? mana cewek itu sekarang? gue jadi prihatin sama lo. Besok kita ke psikiater deh, kalo nggak ke dukun aja buat periksain otak lo yg mulai jereng itu." Candra malah kesal

"Gue serius, Dol." Balas gue

"serius gila nya? Iya? hahaha..." Candra tertawa

Gue tarik napas panjang, lagi-lagi percuma untuk debat sama Candra.

"udah deh jangan bahas itu. Gimana tadi sama Echi nya?" tanya Indra mengalihkan topik.

"engga gimana-gimana kok, biasa aja." Jawab gue

"Ya biasa kayak gimana maksud lo?" tanya nya lagi

"setau gue yg namanya 'biasa aja' ya nggak gimana-gimana deh." Jawab gue bingung

"itu kata elo! Kalo kata gue, kayaknya lo suka deh sama dia. Iya kan?" kata Candra memancing

"ah, ngasal aja lo." Jawab gue singkat

"alaah...sama gue aja pake rahasia-rahasiaan." Candra menyalakan rokoknya. "terus gimana kelanjutannya?" lanjutnya lagi

"tau deh, ketemu aja nggak tau kapan."  Jawab gue

"makanya beli HP doong biar bisa SMS an. Canggihan dikit napa? nih kayak gue," Candra mengeluarkan Nokia 3315 nya. (Jaman segitu ni HP masih tergolong kelas atas cuy! gue aja belom punya HP saat itu).

"Tuh liat bisa bikin gambar sendiri. canggih kan??" lanjut Candra menunjukkan layar monochrome kuning bergambar sebuah logo nama dirinya. Saat itu jugalah ada sebuah panggilan masuk. Candra langsung segera ke kamarnya, meninggalkan gue sendirian lagi. Cukup lama gue termangu menatap pintu kamar itu dan akhirnya gw habiskan malam dengan menyanyikan lagi lagu itu berkali-kali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status