Malam minggu itu Candra benar-benar membuktikan ucapannya, sekitar jam setengah delapan malam dia muncul di atas tangga bersama seorang wanita yang baru gue lihat. Mereka berjalan ke arah gue yang sedang duduk di atas tembok beranda pembatas kamar.
"Chi, ini dia cowok yg gue ceritain ke lo." Candra menunjuk gue.
"Her, kenalin nih Echi." Kami lalu berjabat tangan.
"Salam kenal ya," kata Echi seraya tersenyum.
Echi bertubuh pendek, tingginya sekitar di telinga gue kalau kami sama-sama berdiri. Kulitnya putih dan berambut panjang sebahu. Sebenarnya gue yakin wajahnya manis, tapi agaknya dia sedikit over dengan make up yg dipolesnya di wajah.
"Ya udah kalian ngobrol-ngobrol aja dulu, gue mau ngapel hehe…" kata Candra sambil meninju lengan gue pelan.
"inget pesen gue tadi pagi." Lanjutnta lagi
Gue pun cuma bisa nyengir.
Candra mengedipkan matanya ke Echi lalu beranjak turun ke tangga.
"Kalian ada 'pesen' apa sih?" Echi tertarik dengan ucapan Candra tadi.
"Eh, enggak kok bukan apa-apa. Biasalah Candra emang ngaco. hehehe..." gue turun dari duduk gue lalu berjalan mengambil kursi di depan kamar.
"duduk Chi," gue mempersilakan Echi.
"lo sendiri?" tanya Echi
"biar gue berdiri aja gak papa kok." Kata gue
"kita ngobrol di kamar lo aja deh biar bisa sama-sama duduk." Kata Echi
"udah gak papa nyantai aja lah. Gue emang lagi pengen menikmati udara malem," kata gue sambil memandang ke depan.
Lampu-lampu pabrik di kejauhan sana seperti kunang-kunang di tengah ladang. Gue kerap menikmati pemandangan ini yang sering membuat gue kangen dengan kampung halaman.
"lo udah kenal lama sama Candra?" Echi membuka pembicaraan.
"belum sih. gue baru ke sini sebulan yg lalu, kurang lebih.." gue biarkan angin malam berembus menerpa wajah gue dengan sejuknya.
"Lo sendiri temen sekolahnya kan?" tanya gue
“Hahahaha” Echi tertawa.
Saat itulah kawat giginya tampak berkilat tertimpa cahaya lampu.
"kok malah ketawa?" tanya gue
"enggak papa lucu aja kalo inget jaman sekolah dulu," kata dia.
Dan Echi mulai bercerita tentang dia dan Candra yang dulu di sekolah sering cekcok adu mulut gara-gara hal sepele. Candra emang terkenal sebagai murid yang suka nyontek dan setiap ada kesempatan menangkap basah dia yg lagi nyontek, Echi pasti langsung melapor ke guru yang mengajar. Jadilah mereka sering ribut. Sejauh ini penilaian gue terhdap Echi adalah dia anak yang smart, dia juga pintar membawa suasana dengan candaannya yang fresh. Sama sekali nggak gue lihat kemurungannya akibat broken heart seperti yg diceritakan Candra tadi pagi. Kami lalu larut dalam obrolan ringan sebagaimana dua orang yg baru kenal. Gue sendiri belum berani menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi darinya dan nampaknya dia pun sama. Cukup lama kami ngobrol tanpa terasa sudah hampir jam sepuluh malam. Anak-anak kos di lantai bawah yang tadi terdengar rame dengan obrolan dan nyanyian kini sudah semakin sepi, tampaknya mereka mulai beranjak tidur. Di lantai atas sendiri cuma ada gue dan Echi, dua kamar yang lain penghuninya sedang lembur shift malam dan pasangan suami-istri di depan kamar Candra sudah sejak awal mengunci pintu. Dan kamar di seberang kamar gue, hmm entahlah gue nggak mengerti.
"eh iya, keasyikan ngobrol sampe lupa ngasih minum," kata gue.
"mau minum apa? adanya aer putih doang sih. hehehe..." kata gue sambil ketawa
"udahlah gak perlu repot-repot." Jawab Echi
Saat itu gue dan Echi berdiri bersebelahan sambil bersandar pada tembok beranda. Gue pandangi Echi yg sedang menikmati lampu-lampu di seberang sana. Dan saat itulah gue melihatnya!! Kedua mata yg mengintip dari celah kertas koran di kaca jendela. Dari seberang kamar gue. Wanita itu... dia kah itu?
"Kenapa?" Echi bertanya melihat perubahan ekspresi di wajah gue.
"ah, ng....anu....enggak papa enggak papa kok," gue tarik nafas panjang.
"kita turun aja yuk cari makan? gue laper nih." Kata gue berusaha mengalihkan
"mau makan apa?" tanya Echi
"pecel lele aja deh, yang di deket wartel itu enak lho. Mau?" kata gue
"boleh deh.." jawab dia
Walau masih keheranan, Echi tidak menanyakan lagi dan tetap mengikuti gue turun keluar untuk mencari kedai nasi pecel langganan gue. Di sana kami ngobrol-ngobrol lagi. Kami sudah lebih saling kenal sekarang dan malam itu gue akhiri dengan mengantar Echi sampai pertigaan untuk menemani dia menunggu angkot karena dia mau balik menuju kosannya..
Sehabis balik mengantar Echi, Gue tapaki anak tangga menuju kamar. Saat tiba di anak tangga terakhir mata gue terpaku pada sosok wanita yang duduk di beranda sambil memandang kosong ke depan seperti biasanya. Malam sudah larut saat gw balik mengantar Echi, dan wanita itu seolah tidak peduli dengan dingin angin ataupun gigitan nyamuk di lengannya. Dia benar-benar seperti patung. Gue masuk ke kamar dan menutup pintu tanpa menyapa wanita berkaos kaki hitam itu. Lalu gue mulai berguling di atas kasur mencoba mencari posisi yg pas untuk segera tidur. Lima menit... Sepuluh... Dua puluh.... sampai setengah jam, mata gue enggan terpejam. Gue duduk sambil memandangi hampa atap kamar gue dan lalu memutuskan keluar kamar hanya untuk sekedar menghirup udara segar. Dan wanita itu masih di tempatnya, sama persis posisi duduknya seperti yang terakhir gw lihat."nih," gue menyodorkan lotion anti nyamuk kepadanya.Ada lebih dari lima ekor nyamuk yg sedang asyik menyedot darah di lengan
Harusnya minggu pagi yang mendung ini gue habiskan dengan meringkuk di bawah selimut sampai siang karena semalaman tadi gue begadang di kamar Candra main Play Station sampai jam empat pagi. Selepas subuh gue baru bisa terlelap tapi suara ketukan di pintu sangat mengusik kenyamanan gue pagi itu. Awalnya gue abaikan, tapi makin diabaikan suaranya malah semakin keras."iya bentar!" gue menggerutu dengan kesal lalu keluar dari balik selimut ke arah pintu."hay Her..." gue mendapati Echi tersenyum lebar ke gue."baru bangun ya?" tanya nya"eh, kamu Chi." gue buru-buru mengusap wajah gue dengan sarung yg melingkar di pundak gue."tadi lagi tidur ya?" tanya Echi lagi."ya begitulah. hehe.." gue nyengir pait.Gue yakin saat itu gue culun banget, muka kusut, rambut acak-acakan ditambah sisa-sisa iler yg mungkin masih menempel di pipi. (gak usah dibayangin ya!)"masuk yuk Chi," gue mempersilakan Echi masuk sementara gue bergegas cu
Hari-hari gue kini jadi sedikit banyak berbeda dengan sebelumnya karena ada Echi yang hadir menjelma jadi pengisi kekosongan yang gue rasakan sebelumnya. kalau nggak Echi yg menginap di kamar gue, maka gue yg ngandong ke kosannya. Kebetulan kami berdua sama-sama non shift jadi nggak ada istilah jam kerja malam. Layaknya pasangan lain yg tengah dimabuk asmara, gue dan Echi juga kerap memilih menghabiskan waktu berdua meski harus menolak jam lembur yang ditawarkan bos di kantor, gue pikir gaji tanpa lembur gue sudah lebih dari cukup. Selain itu Echi juga adalah tipe cewek yang pengertian, dia menilai nggak harus selalu cowok yg nraktir cewek, beberapa kali gue bahkan makan gratis dari dia. Soal Candra, awalnya dia heran sama gue karena gue sering nggak menampakkan diri di kosan. Setelah gue beritahu kalo gue udah jadian sama Echi dia cuma tertawa lebar sambil tetap ngomong"jangan diapa-apain dulu!" kata Candra tegasdan gue jawab "udah terlanjur!" heheJarang bal
Bukan. Itu bukan dia... suaranya lain. Eh, iya itu dia tapi bukan! Cara menyanyinya lain! Ah, daripada bingung sendiri gue balikkan badan dan... "hemmpph........" gue cukup dibuat terkejut saat mendapati sosok Echi berdiri di belakang gue. Nyaris saja gue terlompat ke bawah"kamu ngagetin aja Chi," gue sedikit terengah karena benar-benar terkejut tadi"by the way kok lo ke sini gak bilang dulu sih?"Echi tersenyum simpul sangat sederhana dengan sedikit sudut bibirnya terangkat ke samping beda dengan cara dia tersenyum biasanya."Lo kenapa Chi? kok murung gitu?" tanya gue lagi mendapati Echi yg berdiri mematung di samping gue.Echi menggeleng perlahan"mau bikin kopi?" gue menawarkanEchi menggeleng lagi"atau lo laper?"Dijawab dengan gelengan lagi.Gue turun dari tempat gue duduk, menyandarkan gitar ke dinding lalu berdiri di samping Echi. Gue raih dan genggam tangannya, hmm dingin... tadi sore memang sempa
"Tok tok tok!" ketukan di pintu membangunkan gue dari tidur.Ketukannya makin cepat terdengar dan hampir saja pintu roboh kalau gue nggak cepat-cepat membukanya."apaan sih lo Ndra?" gue mendengus begitu tau yg mengetuk pintu adalah Candra."masih pagi juga udah gedor-gedor kamar orang. Ini kan kamar gue?""iya iya gue ulangi deh, ngapain pagi-pagi gedor kamar elo? buruan pake pakean lo!" kata Candra tetap berdiri di tempatnya."ada apaan emang?""sms gue masuk nggak sih??" gue cek hp yg masih tersambung dg charger.Di layarnya terdapat pemberitahuan memori pesan penuh, maka gue segera hapus semua pesan di inbox dan satu pesan baru dari nomor Candra langsung masuk. 'Echi kecelakaan. dia dirawat di RS Dewi S*i nanti gue jelaskan lagi, ketemu di sana aja.'"maksudnya apaan nih?" tubuh gue bergetar cukup hebat.Gue berharap yang gue baca ini hanya sms lelucon."tadinya gue mau kita ketemu di sana, tapi gue sms elo ko
N 6689 M Gue pandangi coretan nomor plat motor di kertas kecil yang lagi di tangan gue, sudah dua hari ini gue sering menatap berlama-lama deretan angka itu meski tanpa hasil apapun. Dua hari yg lalu saat gue ke kantor Polsek gue mendapat informasi tentang identitas pelaku tabrak lari Echi, salah satu saksi berhasil menghafal plat nomor sepeda motor yg melarikan diri itu. Sebuah sepeda motor Me*a P*o berplat nomor N 6689 M. Untuk identitas pelakunya, sayang belum ada kejelasan karena saat kejadian si pelaku menggunakan helm full face dan jaket kulit serta celana jeans hitam sehingga cukup menutup ciri-ciri fisiknya, yang pasti dia memiliki tinggi badan se Candra lah.. lumayan tinggi. Pihak Polisi sedang melacak keberadaan kendaraan asal kota Malang itu (huruf N adalah kode nopol Malang). Hal ini juga menjadi ironi sendiri buat gue, dimanapun gue berada, setiap gue melihat sepeda motor melintas gue jadi selalu tertarik untuk memperhatikan plat nomornya. Siap
"Heyy... apa yg terjadi? lo baik-baik aja kan?!" gue gedor pintunya berkali-kali"buka pintunya!" teriak gue karna panikBeberapa kali pun gue memutar handle pintu itu tetap tidak bergeming, tidak ada respon dari orang di dalam. Hanya suara tangisnya yg kini lenyap."minggir.." Candra memasang kuda-kudaGue menepi dan kemudian dia menghempaskan tubuhnya ke pintu berusaha mendobraknya."aaaaarrggggh..." suara Candra terdengar miris, dia terhuyung mundur sambil pegangi kaki kanannya yg kesakitan akibat benturan tadi."ah lo belagak di film laga aja," komentar gue melihat Candra yang gagal dan kesakitan.Aneh memang di saat seperti ini gue pengen ketawa, cairan merah di bawah pintu masih menjalar sampai nyaris menyentuh ujung kaki gue. Gue gedor lagi pintunya. tetap tidak ada jawaban."Bongkar aja jendelanya," Candra mengusulkan"nih ambil obengnya di bagasi motor gue." Kata Candra lagiDengan gelagapan gue menangkap
"DIAM!!!" Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri wanita ituSeketika dia berhenti memberontak, dengan cukup terkejut gue menatap bergantian Candra dan wanita itu. Gue nggak nyangka Candra akan melakukan hal itu, iya menampar si wanita."Gue mau nolong lo... please lo jangan berontak terus," suara Candra terdengar bergetarWanita itu hanya diam dan nafasnya masih terengah-engah. Saat ini seprai kasur Candra yang berwarna putih sudah nyaris ber metamorfosa jadi warna merah gara-gara darah yang terus mengucur dari kaki si wanita ini."Ri, lo lap dulu lukanya gue bikin perban deh," Candra bergegas membuka lemari baju dan mulai menggunting di bagian depan dan belakang baju yang dia ambil"sorry," gue pegang kaki wanita itu dan mulai menyeka darah dari kakinya dengan secarik kaos yang diberikan Candra tadi.Luka di kaki dan tangannya cukup dalam. Meski sekarang darah yang mengucur nggak sebanyak di awal tadi, wanita itu meringis kesakitan saa