แชร์

10. Perasaan yang Berbeda

ผู้เขียน: L Liana
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-10-26 13:21:03

Setelah perdebatan panjang dan prahara rumah tangga, akhirnya Bariqi dan Elya duduk anteng dalam mobil. Elya masih menatap sinis ke arah Bariqi, pun dengan Bariqi yang tidak kalah sinis. Bariqi menatap Elya dari atas sampai bawah, teman-temannya selalu mengatakan kalau Elya adalah gadis polos, dan teman-temannya seolah menjadi garda terdepan dalam menjaga Elya. Namun mereka tidak tahu kalau aslinya Elya tidak sepolos yang mereka kira. Elya saja sering menonton drama Petir merah, jelas otak Elya tidak polos lagi. Juga Elya bisa menjaga dirinya sendiri lebih baik dari orang lain.

Bariqi tampak menimang-nimang, pantas saja Elya jomblo akut, karena tingkah lakuknya saja lebih ganas daripada laki-laki.

“Kenapa lihat-lihat? Naksir?” tanya Elya sewot.

Bariqi menjitak kepala Elya dengan kencang membuat Elya balas memukul pundak Bariqi. Bariqi tidak diam saja, pria itu kembali memukul lengan Elya. Tentu saja Elya memukul dada Bariqi lebih kencang.

Tak!

Bugh!

Jrot!

Suara jitakan, pukulan dan tinjuan saling bersahutan dalam mobil sempit Bariqi. Kedua manusia beda kelamin itu sibuk bertengkar dengan bibir yang terkunci, hanya tangan yang bergerak untuk memukul satu sama lain.

“Rasain,” umpat Elya menjambak rambut Bariqi.

“Akhhh … aduh, jangan main jambak!” pekik Bariqi menahan tangan Elya. Mau dipukul sekeras apa, Bariqi masih punya toleransi, tapi kalau sudah rambut, bariqi tidak akan memaafkannya.

“Akhhh … Bariqi jahat!” teriak Elya saat bariqi mencubit tangannya dengan kencang. Elya melepaskan tangannya dari rambut Bariqi, gadis itu mengelus tangannya yang memerah karena cubitan tangan Bariqi.

“Elya, kamu main jambak-jambak rambut orang.”

“Kamu juga cubit tanganku.”

“Kamu yang duluan jambak.”

“Kalau kamu gak ngeselin aku juga gak akan jambak kamu. Dasar Bariqi sialan!” seru Elya dengan kesal.

“Siapa yang kamu panggil Bariqi, hah?” tanya Bariqi menarik dagu Elya. Elya menepis tangan Bariqi.

“Jelas kamu, siapa yang punya nama itu di sini selain kamu.”

“Gak sopan banget jadi bocah.”

“Enak saja panggil bocah.”

“Terus harus panggil apa? Baby atau Balita?”

“Dasar tua bangka, sono bawa tongkat buat alat bantu jalan,” ketus Elya.

“Panggil Mas gitu, kek. Biar sama kayak saat kamu manggil Vino,” ucap Bariqi menarik tangan Elya dan menggenggam tangan gadis itu. Elya memicingkan matanya menatap Bariqi, tidak ada angin tidak ada hujan, pria di hadapannya menyuruhnya memanggil ‘Mas. Lidah Elya menolak menyebutnya, terasa gatal dan geli.

“Eh jangan jangan, jangan kayak manggil Vino. Panggilan yang beda,” ralat Bariqi.

“Kamu apa-apaan sih?” tanya Elya.

“Cepat pikirin panggilan yang cocok!” titah Bariqi mengalihkan pembicaran.

“Enak panggil Chef gitu saja.”

“Itu kan kalau di pekerjaan, di luar harus beda.”

“Ya disamain saja.”

“Gak enak. Jangan manggil Chef, jangan manggil Mas.”

“Manggil Pakde saja kalau begitu,” jawab Elya.

“Enak saja, jangan.”

“Pakde saja, sekarang nyetir yang bener kalau gak mau aku jambak lagi!” kata Elya menghadapkan tubuhnya ke depan. Tubuh Elya rasanya sudah sakit semua karena perang dengan Bariqi.

“Bagaimana kalau manggil ‘Sayang?” tanya Bariqi.

“Hueeek ….” Elya berlagak ingin muntah mendengar ucapan Bariqi.

“Pacar kamu banyak, di setiap belokan ada, kalau aku manggil sayang, sudah pasti nanti malam di depan kamarku ada demo besar-besaran. Seluruh pacar kamu bakal nyerang aku,” oceh Elya.

“Elya, aku gak punya pacar,” aku Bariqi dengan jujur.

“Ya siapa peduli,” jawab Elya masih dengan nada sewot. Bariqi menatap Elya dengan intens, Elya sudah salah sangka padanya perihal pacar. Meski cewek Bariqi banyak, bukan berarti mereka adalah pacarnya.

“Aku jujur, Elya. Aku gak punya pacar,” jelas Bariqi lagi.

“Ya siapa yang peduli, Mas? Mau kamu punya pacar, mau jomblo juga gak ada urusannya sama aku,” kata Elya yang kini menggunakan panggilan ‘Mas.

Bariqi terdiam, ia sadar buat apa ia harus menjelaskan pada Elya. Toh Elya bukan siapa-siapanya. Bariqi menatap kaos yang ia pakai dan juga dipakai Elya. Saat berdekatan, kaos yang mereka pakai akan bermotif love sempurna. Baju yang mereka pakai memang baju pasangan, tetapi mereka seolah tidak ditakdirkan menjadi pasangan. Karena di setiap kesempatan dan pertemuan, tidak ada kata akur pada Bariqi dan Elya.

Bariqi menegakkan tubuhnya, pria itu menarik sabuk pengaman dan mulai menjalankan mobilnya pergi dari kawasan mess karyawan. Sepanjang perjalanan, Bariqi mencoba untuk tidak menatap Elya. Pria itu menatap lurus ke depan dengan bibir yang terkunci rapat. Kalau ada yang melihat mereka, sudah pasti banyak yang mengira mereka sepasang kekasih yang tengah berkencan, tapi siapa sangka kalau hubungan mereka tidak lebih dari atasan dan bawahan juga musuh bebuyutan.

Di dunia ini banyak manusia yang bisa ditemui Bariqi, tapi hanya satu orang yang bisa membuat perasaan Bariqi jungkir balik. Terkadang Bariqi suka dengan kehadiran Elya, terkadang juga ia membenci gadis itu. Perasaan Bariqi tidak bisa konsisten dengan Elya, tapi satu hal yang Bariqi tahu, ia ingin selalu berada di dekat Elya, entah itu dalam keadaan suka atau pun benci.

Tidak berapa lama, Bariqi sampai di ‘Wisata Petik Apel Mandiri Kota Batu yang berada di daerah Punten Kecamatan Bumiaji, masih satu kecamatan dengan tempat Elya dan Bariqi tinggal. Setelah memarkirkan mobilnya, Bariqi segera turun. Sedangkan Elya tampak turun dengan ogah-ogahan.

“Elya, sini!” ajak Bariqi setelah ia turun dari mobilnya. Elya malah gelendotan di pintu dengan malas.

“Elya,” panggil Bariqi lagi.

“Gak mau,” jawab Elya.

“Kenapa?”

“Kamu pukul aku.”

“Siapa pukul siapa?”

“Kamu pukul aku.”

“Ulangi!” titah Bariqi dengan mata yang menghunus tajam menatap asistennya.

“Aku pukul kamu,” jawab Elya dengan pasrah. Elya pun menutup pintu mobil dengan lemas dan berjalan menghampiri Bariqi.

Bariqi merangkul pundak Elya dan mengajak gadis itu untuk masuk ke tempat wisata. Elya menatap berbinar ke arah apel-apel yang tampak segar-segar. Wisata apel dengan mess Elya tidak terlalu jauh, masih di jalan yang sama Jl Selecta, tetapi Elya tidak pernah mampir karena menghemat uang.

“Waah apelnya besar-besar,” pekik Elya yang sudah ingin kabur memetik Apel. Namun tangannya ditahan oleh Bariqi.

“Ambil keranjang dulu,” kata Bariqi.

”Ambilin!” titah Elya. Bariqi memutar bola matanya jengah. Kendati demikian, pria itu tetap mengambil keranjang untuk Elya.

Setelah mendapatkan keranjangnya, Elya segera ngacir begitu saja untuk memetik apel yang paling besar. Elya berani memetik buah apel karena ia yakin seratus persen kalau Bariqi lah yang akan bayar.

Elya berlarian bagai bocah berusia lima tahun yang sangat antusias dengan apel-apel yang bergelantungan. Sedangkan Bariqi, dengan pasrah pria itu mengikuti Elya.

“Mas … mas, lihat, besar yang mana?” tanya Elya menunjukkan dua buah apel yang bergelantungan bersebelahan.

“Besar dua-duanya,” jawab Bariqi.

“Aku hanya minta kamu pilih salah satu.”

”Kenapa hanya satu, dua saja biar kayak gunung fuji,” jawab Bariqi menatap tubuh atas Elya.

Dugh!

”Aww.” Baiqi memekik kecil saat Elya menendang tulang keringnya.

“Aku tanya serius,” ujar Elya kesal.

“Iya dua duanya saja, gak usah dibikin ribet.”

Elya memetik dua buah apel dan memasukkannya ke keranjang. “Eh fotoin aku, Mas!” pinta Elya merogoh saku celananya untuk mengambil hp.

“Pakai Hpku saja,” kata Bariqi menarik hpnya dan mulai memotret Elya.

Elya berpose dengan berbagai gaya yang sangat konyol. Bariqi tertawa kecil melihat tingkah Elya. Selama bersama Elya, Bariqi hampir tidak pernah melihat Elya berfoto atau pun mengunggah fotonya di media sosial. Namun kali ini Elya meminta foto terlebih dahulu. Gadis itu menjulurkan lidahnya, menjulingkan matanya dan berpose aneh yang lainnya.

“Eh aku cantik gak di foto?” tanya Elya menyibak poninya.

“Jangan disibak poninya!” kata Bariqi. Elya menuruti ucapan Bariqi dan kembali berpose. Sudah banyak gambar yang diambil Bariqi, pria itu mendekati Elya dan merangkul pundak gadis itu.

Bariqi mengubah stelan kamera depan, mengambil gambar berdua dengan Elya. Bariqi tersenyum tipis, sedangkan Elya tampak berpose seolah menggigit apel. Bariqi tidak mengelak kalau gadis yang persis seperti singa itu bisa berpose menggemaskan juga.

“Elya, satu kali lagi,” kata Bariqi. Elya yang sempat menjauhkan kepalanya pun kembali mendekat.

“Satu … dua … tiga … Cup!”

Bariqi mencium pipi Elya sembari memencet ikon untuk mengambil gambar. Elya yang semula berpose tersenyum lebar kini membulatkan matanya. Bibir Bariqi menempel tepat di pipinya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Chef Galak, (tapi) Kucinta   55. Ending

    Pernikahan bukanlah akhir dari sebuah kisah, melainkan awal untuk memulai kehidupan yang baru. Sudah terhitung satu minggu Elya dan Bariqi menikah. Elya tidak tinggal lagi di Tulungagung, melainkan gadis itu ikut suaminya ke Batu. Bariqi diberi satu rumah oleh ayahnya untuk dia tempati bersama Elya. Selama satu minggu itu belum terjadi sesuatu antara Elya dan Bariqi. Bariqi belum menyentuh Elya karena bocah itu yang merengek belum siap. Bariqi harus mengalah karena saat dia akan mendekati Elya, Elya malah menangis. Hari ini terakhir kali Bariqi cuti dari pekerjaannya dan besok dia harus bekerja lagi, begitu pun dengan Elya. Bariqi menatap Elya yang memasak di dapur, sedangkan dia duduk di samping kulkas sembari meminum air. Pandangan Bariqi tidak lepas dari punggung kecil Elya. “Aduh … dasar wajan kurangajar. Gak lihat apa kalau di sini ada tangan, malah nyentuh tanganku. Dipikir gak panas,” omel Elya saat tangannya terkena wajan panas. Bariqi hampir menyemburkan airnya saat mend

  • Chef Galak, (tapi) Kucinta   54. Pernikahan

    48.Niat hati Elya tidak ingin menikah muda. Masih banyak cita-cita yang ingin Elya gapai. Menjadi koki utama misalnya, karena selama ini Elya hanya menjadi asisten Bariqi. Karir Elya mulai naik lagi saat dia dipindah tempat menjadi seorang bartender. Namun, untuk sekarang karir Elya terpaksa harus dihentikan. Waktu berlalu begitu cepat. Elya yang semula tidak mendapatkan restu dari ibunya, kini restu sudah dia kantongi. Acara lamarannya dengan Bariqi berjalan lancar. Dengan sepenuh hati ayah dan ibu Elya menerima Bariqi untuk menjadi menantunya. Satu tahun setelah lamaran Elya, tepat di usia Elya yang ke dua puluh satu tahun, Elya dan Bariqi resmi menikah. Hari ini adalah hari spesial untuk Bariqi dan Elya setelah empat tahun pertemuan mereka. Bariqi baru saja mengucap ijab qobul di depan penghulu juga ayah Elya. Pernikahan sudah sah secara agama dan negara. Pernikahan yang dilakukan hanya pernikahan sederhana, ijab qobul dan resepsi pernikahan yang dihadari oleh teman-teman Elya.

  • Chef Galak, (tapi) Kucinta   53. Cinta yang Tulus

    Seorang Gadis tengah mengocok shaker koktail di depan para pelanggannya. Elya sudah menguasai teknik shak setelah beberapa lama berada di bar. Perempuan itu dalam sekejap menjadi perempuan idola. Bahkan ada pelanggan yang terang-terangan setiap hari datang dan mengatakan kagum dengan Elya. Kalau lagi gabut, Elya akan balik menggoda para pelanggannya. Tapi itu hanya manis di bibir, kalau perasaannya hanya untuk Bariqi. Kendati demikian, Bariqi tidak bisa jenak dan ingin Elya berada di dapur saja. Bagi Bariqi, di bar terlalu banyak buaya yang siap memangsa Elya. Namun, Bariqi tidak sadar kalau dirinya juga buaya. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tetapi Elya masih belum selesai dengan pekerjaannya. Elya pulang jam delapan sesuai jam kerja yang baru. Saat asik atraksi di depan para tamu, seorang pria tampan mendatangi Elya. Pandangan Elya mengarah tepat ke Bariqi, kalau dilihat-lihat orang yang sudah melamarnya itu sangat tampan. “Elya, seorang gadis dua puluh tahun, yang cant

  • Chef Galak, (tapi) Kucinta   52. Fakta Mengejutkan

    Bariqi menggelengkan kepalanya, dia merasa bahwa dirinya sudah gila. Hanya gadis kecil yang bahkan dilihat sekilas biasa saja, tetapi Bariqi bisa jatuh cinta sedalam ini. “Kenapa tersenyum sendiri?” tanya Putri berdiri di depan pintu kamar anaknya. Bariqi terkesiap, pria itu langsung bangun dan menatap ibunya, “Ibu, kenapa ibu masuk nggak ketuk pintu? Kalau aku sedang ganti baju bagaimana?” tanya Bariqi bertubi-tubi. “Tapi kenyataannya kamu nggak sedang ganti baju, tapi kamu sedang senyum-senyum sendirian,” jawab Putri terkekeh. Bariqi malu bukan main, pria itu menarik selimut dan menyelimuti separuh tubuhnya. Putri melangkahkan kakinya mendekati Bariqi. Perempuan paruh baya itu duduk di ranjang anaknya. Tangan lembutnya mengelus puncak kepala Bariqi. Entah kenapa tiba-tiba Putri merasa sedih. Bukan maksud apa-apa, tetapi anaknya yang dulu kecil kini sudah menjadi pria dewasa. Putri selalu ingin anaknya menikah, tetapi saat tadi Bariqi pulang mengatakan sudah melamar Elya dan ing

  • Chef Galak, (tapi) Kucinta   51. Lamaran Romantis

    Elya menatap sinis ke arah Bariqi, saat ini Bariqi dan Elya tengah kencan di sebuah cafe yang ada di tengah kota. Cafe dengan penuh lampion yang sangat indah dan estetik untuk digunakan berfoto. Namun, Elya masih saja sinis perkara tadi saat Bariqi bersama Sera.“Situ boleh cemburu sama aku, tapi aku nggak boleh cemburu sama situ,” cibir Elya sambil mencebik-cebikan bibirnya.“Huh, dasar laki-laki semaunya sendiri. Kalau cemburu saja aku kayak mau dibanting di tempat, tapi aku sendiri yang cemburu malah gak boleh. Curang banget jadi cowok,” cibir Elya lagi.Sudah setengah jam mereka nongkrong di cafe, tetapi Elya tidak kunjung berhenti nyinyir. Kejadian tadi sore, tetapi masih diungkit sampai sekarang.“Rasanya mau ganti cowok saja. Cowok yang lebih … hmppp-”Ucapan Elya terhenti saat Bariqi menjejalkan kentang ke bibir Elya. Mata Elya melotot, perempuan itu menggebrak meja dengan kencang.“Hishh … apa-apaan kamu ini!” pekik Elya setelah menelan kentangnya.“Dari pada kamu terus ribut

  • Chef Galak, (tapi) Kucinta   50. Mode Cemburu

    Sudah satu minggu Elya kembali ke tempat kerja yang semula. Namun, Elya tidak berada di bagian dapur lagi. Melainkan di bagian bar. Elya meracik minuman alkohol di bar mewah yang ada di hotel. Tugas Elya dipindah ke sana bersama Vino. Awalnya Bariqi sangat tidak setuju Elya dipindah ke sana, tetapi itu keputusan papanya yang tidak bisa diganggu gugat. Umumnya, Bar dibuka saat malam hari. Namun, berbeda kalau di hotel Sunflowers di mana Bar buka dua puluh empat jam. Siang hari juga sangat ramai pengunjung. Elya sudah mulai terbiasa dengan pekerjaan barunya. Namun, berada di bar membuat Bariqi sering ngambek. Pasalnya banyak cowok di sana yang membuat Bariqi cemburu. Apalagi teman kerja Elya adalah Vino. Di dapur, Bariqi tampak bekerja dengan semangat meski pikirannya terkadang fokus pada Elya. “Sera, semua bahan yang dibutuhkan sudah siap?” tanya Bariqi kepada Sera. “Sudah, Chef,” jawab perempuan itu dengan cekatan mendekatkan bahan-bahan makanan yang diperlukan. Bariqi langsung

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status