Sarlita mengunjungi Mamanya di hotel, karena perasaan bersalah yang begitu besar. Sarlita memang belum punya pengetahuan tentang kehamilan, dia menganggap hal biasa saat mengalami muntah dan mual (morning sickness). Mama Sarlita curiga melihat Sarlita kerap muntah dan mual, “Kenapa kamu, Sar? Masuk angin?” tanya Mama Sarlita. “Gak tahu nih, Ma.. Dari bangun tidur begini terus.” jawab Sarlita dengan polosnya. “Kamu kurang tidur semalam? Atau malah gak tidur?” cecar Mama Sarlita. Ada kecurigaan yang mendalam di benak Mama Sarlita. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman tentang masa-masa kehamilan, hal seperti itu dianggapnya bukanlah hal yang biasa. Sarlita pun tidak membayangkan kalau apa yang dialaminya itu adalah Morning Sickness. Sesuatu yang dialami wanita saat kehamilan memasuki usia 7 minggu. Sarlita dipapah oleh Mamanya ke tempat tidur, “Kamu tiduran deh, biar Mama gosok minyak kayu putih perut kamu.”Mendengar itu, Sarlita sempat khawatir kalau Mamanya sempat tahu kead
Deg!! Wajah Sarlita pucat-pasti, apa yang ditakutkannya benar terjadi. Sementara Mamanya tetap bersikap biasa di depan dokter. Sarlita memaksakan mengekspresikan kesenangan, “Ooh.. terima kasih dokter.” hanya itu yang dikatakannya sembari menyunggingkan senyum yang dipaksakan. “Kenapa kamu tidak bersuka cita, Sar? Sementara banyak wanita di dunia ini sangat mengharapkannya?” pertanyaan Mamanya begitu menohok. “Ma.. nanti kita bahasnya,” ucap Sarlita. “Jadi secara umum kesehatan saya gak ada masalah dok?”“Gak ada mbak, apa yang mbak alami itu biasa di sebut Morning Sickness.”Karena memang hanya karena morning sickness, maka Sarlita dan Mamanya segera pulang. Dalam perjalanan ke hotel, Mama Sarlita berpikir keras untuk menghadapi situasi yang tidak diinginkannya tersebut. Sarlita merasa berdosa karena telah berbohong pada Mamanya. Tidak ada kemarahan terpancar di wajah Mama Sarlita, karena dia harus menjaga situasi agar tidak membuat Sarlita tertekan. Sesampai di hotel, Sarlita
“Jody.. kamu sudah tahu kalau Sarlita hamil?”Jody tergagap mendengar pertanyaan Mama Sarlita, sulit dia mengatakan sudah tahu. Tapi, kalau mengatakan tidak tahu pun rasanya tidak mungkin. “Belum tahu, Ma.. “ cuma itu yang bisa dikatakan Jody“Kamu tahu? Kehamilan Sarlita sudah memasuki usia tujuh minggu! Sudah berapa lama kalian berhubungan?”“Sudah hampir tiga bulan, Ma.”Kegarangan Jody sebagai lelaki tiba-tiba hilang begitu saja, saat diinterogasi Mama Sarlita. “Saya minta kamu jelaskan pada orang tua kamu, bahwa Sarlita hamil. Dan kamu harus menikahinya!!” tegas Mama Sarlita. “Tapi Ma.. aku gak berani untuk mengatakan itu pada kedua orang tua saya.” ucap Jody dengan wajah memelas. Mama Sarlita seketika mulai mengkelap mendengar jawaban Jody, dia sudah menduga kalau Jody adalah lelaki pengecut. “Apa!!? Kok kamu berani melakukannya pada Sarlita!? Harusnya, kamu juga berani hadapi orang tua kamu!!” nada suara Mama Sarlita mulai meninggi. “Saya berani kalau Mama bersedia mendam
“Kamu ini gimana sih? Pacarannya gak ketahuan, gak tahunya udah hamil aja!! Terus kamu mau hidupi dengan apa anak dan isteri kamu!!?”“Pliiiss Ma.. bantu Jody untuk bicarakan ini sama Papa.”“Mama akan usahakan, tapi Mama tidak janji kalau Papa merestui rencana kamu!!”Jody merasa kalau usahanya tidak berhasil, karena dia tahu persis karakter Papanya. “Sebagai perempuan, Mama bisa memaklumi perasaan Sarlita. Mama tidak masalah kalau kamu mau menikahi dia.”“Nah! Itu maksud Jody, Ma.. Mama rayu Papa agar mau menikahkan Jody sama Sarlita.”Jody katakan pada Mamanya kalau dia sudah bertemu Mama Sarlita. Mama Sarlita menuntut tanggung jawab Jody. Namun, Mama Jody tidak ingin masalah itu hanya menguntungkan satu pihak. “Mama tidak ingin terjadinya pernikahan hanya karena tekanan orang tua Sarlita, Jod!! “Tapi Ma, sebagai pihak laki-laki kita memang harus bertanggung jawab?”***Mama Sarlita jelaskan, bahwa Papanya akan segera datang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Sarlita, “P
Tiga hari kemudianSesama kepala dinas di sebuah instansi, tentunya mudah bagi Papa Sarlita - - Wiryawan Wicaksono untuk menemui Tantrianus Samosa, Papa Jody. Wiryawan menemui Tantrianus di ruang kerjanya, “Lho? Pak Wiryawan kapan datang? Ada apa nih tiba-tiba ke Jakarta?”“Maaf pak Tantri.. pertemuan ini di luar konteks pekerjaan. Saya datang dalam misi anak-anak kita.”Tantrianus belum memahami apa yang dikatakan Wiryawan, dia kembali bertanya pada Wiryawan, “Maksudnya gimana Pak? Saya benar-benar belum mengerti?” Tantrianus mengernyitkan dahinya. “Ini semua di luar kekuasaan kita pak, ternyata selama ini anak saya Sarlita berhubungan dengan Jody anak bapak.”“Ooo Sarlita itu anak bapak? Saya baru mengerti, kemarin memang Mama Jody juga sudah cerita soal ini.”Tantrianus merasa satu level dengan Wiryawan. Sehingga dia bisa membicarakan persoalan itu secara lapang dada. Tantrianus secara tidak langsung merasa keberatan pada awalnya, karena Jody dan Sarlita masih kuliah. Tapi, al
Satu bulan kemudianSebuah pernikahan tanpa perayaan sudah dilalui. Pernikahan yang seharusnya begitu sakral dan hanya dilakukan satu kali seumur hidup, tidak memberikan kebahagiaan bagi Sarlita. Kuliahnya terbengkalai, sehari-hari hanya diisi Sarlita dengan meratapi nasibnya. Sesuatu yang tidak pernah dipikirkan Sarlita sebelumnya, kini di rumah yang begitu besar dan dihuni hanya 4 orang dan beberapa pembantu. Sarlita serasa disangkar emas, terkurung tanpa bisa melakukan apa pun. Saat Jody sudah berangkat kuliah, Sarlita hanya bermalas-malasan di kamar. Ibu mertuanya menegurnya, “Kamu itu lagi hamil, harusnya banyak bergerak dan beraktivitas.” tegur mertuanya “Tapi Ma, Sarlita harus mengerjakan apa? Semua sudah dikerjakan pembantu.”Bukan hanya kali itu Sarlita ditegur mertuanya, hampir setiap hari ada saja yang dijadikan masalah. “Ya setidaknya kamu olahraga kecil di luar rumah, Sar. Maaf kalau Mama agak cerewet, semua demi kamu kok!”Sarlita mencoba cari kesibukan di dapur, di
Sarlita tak kuasa menahan kesedihan, dia merasa sendirian menghadapi masalahnya. “Jod! Kalau saja kamu ada diposisi aku, kamu pasti berontak..” Sarlita membanting tubuhnya ke tempat tidur. Sarlita menumpahkan airmatanya di atas bantal. Ada perasaan iba di hati Jody, saat mendengar ratapan penuh penyesalan Sarlita. Jody menghampiri Sarlita, diusapnya punggung Sarlita, “Sar.. kamu benar, aku gak bisa merasakan apa yang kamu derita.” ucap Jody lirih. Sarlita berbalik menatap Jody dengan masih berurai airmata. Sarlita terlihat sangat cantik dengan segala kepolosan wajahnya. Jody tertegun sejenak menatap Sarlita dengan mata yang juga berkaca kesedihan. Jody peluk Sarlita dengan penuh kasih sayang, “Sayang.. maafkan aku ya, yang belum bisa membuat kamu bahagia.” Sarlita tambah terharu dan tangisnya semakin menjadi, dia larut dalam pelukan Jody. “Jod.. Aku cuma butuh kasih sayang saat ini, aku gak butuh apa-apa dari kamu.” ucap Sarlita disela isak tangisnya. Jody mempererat pelukan
Setelah bercinta dengan Sarlita, Jody ingin pergi nge-gym. Sarlita menganggap Jody selalu berusaha mencari kesibukan di luar. “Kamu mau ke mana Jod? Keringat kamu juga belum kering, kok udah mau pergi begitu saja?”“Maaf Sar, aku ada jadwal nge-gym dan basket sore ini, bukan aku gak rindu sama kamu.” ucap Jody seakan tak menghiraukan apa yang dikatakan Sarlita. Sarlita inginnya Jody menimbang perasaannya, karena mereka baru saja bercinta dan keringat pun belum kering. Tiba-tiba Jody ingin pergi begitu saja. Sarlita bangun dari tempat tidur, dihampirinya Jody dan Jody tetap bersikukuh ingin pergi. Ponsel Sarlita ada nada sambung masuk, dia mengambil ponselnya yang ada di sisi tempat tidur. “Ya Runi.. ada apa? Kok kamu sedih gitu?” Ternyata telepon dari Seruni, adik Sarlita. Dia mengabarkan kalau Mamanya dalam keadaan sakit. “Sudah berapa hari Mama sakitnya?”“Udah dua hari kak, Mama gak mau aku kasih kabar pada kakak.”Jody yang tadinya ingin keluar rumah, mengurungkan niatnya. D