"Nadira, ka-kamu?"
"Kenapa, kamu kaget, aku juga, tapi gak masalah," jawabku sambil mengambil sapu dan lap."Sejak kapan kamu di sana?""Dari tadi aku mendengar semua percakapanmu dan termasuk pembahasan tentang perceraian.""Oh, i-itu, kamu hanya salah dengar!""Hah, gak mungkin, jelas aku dengar kok," jawabku sambil tertawa sinis."Sini, aku aja yang sapu, kamu makan aja," ucapnya mencoba bersikap baik dan mengambil alih sapu dariku."Cukup, Mas, katakan saja padaku apa maumu, tak payah kau membuat modus begini, katakan padaku apa yang kau rencanakan.""Tidak ada yang aku rencanakan dan aku tidak akan kehilangan keluarga.""Tapi kau harus memilih antara aku istrimu atau pelakor itu.""Sudah kubilang Jangan sebut dia!" Secara tak sengaja suamiku intonasi suaranya langsung sepertinya dia tidak senang jika ada seseorang yang merendahkan kekasih hatinya. Sungguh baru aku kali ini aku melihat dia begitu serius tentang status seseorang bahkan dia tidak pernah menunjukkan perilaku yang sama ketika seseorang merendahkan diri ini.Ya, keluarga suamiku adalah keluarga kaya dan mendapatkan menantu tidak begitu kaya sepertiku kadang membuat diri ini merasa tersisihkan, tapi masih Indra tidak pernah terlalu begitu serius menanggapi keluhanku. Bahkan pernah seorang kakak iparku merendahkanku di hadapannya dan dia hanya diam saja. Kini ia merasa begitu sakit hati saat aku menyebut kekasihnya Pelakor. Kekasih intannya."Wow, reaksi yang luar biasa," ujarku sambil tersenyum miring."Tolong jangan berkata seperti itu!""Baiklah, jangan berteriak, aku muak mendengarnya," jawabku dengan mata melotot."Kenapa kau melotot!""Karena kau berteriak padaku!""Kenapa situasi rumah ini jadi panas begini?""Kau yang membuatnya begini!""Cukup sudah Nadira!" Dia mengangkat tangan sejajar wajahnya lalu menjauh."Pergi dan pikirkan akan kemauan kekasihmu, dia ingin kita cerai agar kau dan dia bersama, bagus sekali!""Aku tidak peduli.""Percayalah, kau sangat peduli," sanggahku sambil tertawa."Kenapa sih, kau menguping dan menjadikan itu bahan pertengkaran?""Aku tidak menguping, Tapi suaramu yang lantang. Lagi pula berani-beraninya kau menghubungi kekasihmu di dalam rumah ini Apakah kau tidak memikirkan perasaanku dan anak-anak ketika mendengarkan percakapan itu?"Suamiku langsung terdiam seribu bahasa ketika aku mengatakan hal demikian. Sungguh benar kan, apa yang kusampaikan?!"Baiklah, aku menyesal!""Penyesalan tidak akan mengubah kenyataan yang sudah terjadi, sebelum itu terjadi, harusnya kau memikirkannya," balasku geram."Iya, iya, maafkan aku.""Sudahlah, kau menghilangkan selera makan," jawabku sambil menjauh."Nadira, please...." Pria itu menahan lenganku."Kenapa lagi?""Aku minta maaf, makanlah, tolong ....""Apa peduliku aku lapar atau tidak, kau berselingkuh, membela kekasihmu sampai akhir bahkan berani memukulku? Kurang apa lagi?""Sungguh aku minta maaf," jawabnya."Cukup sudah," balasku sambil melepas tangannya dan melenggang pergi. Aku muak sekali Sialnya,aku belum makan, meski lapar tapi rasa tak Sudi melihatnya membuatku ingin muntah. Ya, mungkin, sudah tidak akan ada kenyamanan lagi dalam hubungan kita, sudah tidak akan ada ketentraman lagi kalau tidak ada kepercayaan. Bagaimana akan percaya kalau begini, malam-malam di tengah kegelapan dia menelpon kekasihnya dan membicarakan perkara-perceraian bagaimana aku tidak akan marah dan tersinggung?Ah, aku kesal dan melempar bantal ke lantai, geram antara lapar dan sakit hati. Ingin menangis tapi air mata ini rasanya kering. Kata orang, seseorang yang tidak bisa menangis itu sebenarnya bukan kuat tapi sudah mencapai pada titik terlemah dalam dirinya. Sudah berada dalam titik bosan di mana ia sudah lelah untuk berusaha dan bicara sehingga air mata pun tidak mau menetes lagi.Mungkin, terlalu dalam luka yang ditorehkan Mas Indra pada kesetiaanku yang tulus terlalu sakit pengkhianatan itu hingga aku sulit mengampuni dan memberinya kesempatan. Mungkin hati ini membeku sedemikian rupa, mungkin juga, ah, entahlah.Kubarinhkan badan dintempat tidur, mencoba terlelap. Tak lama kemudian Mas Indra masuk ke dalam kamar dan menatapku dari ambang pintu sambil memegangi pegangan daunnya.Melihat selimut dan bantal yang tercerai-berai ke lantai, pria itu seakan tersinggung dan paham apa maksudku sehingga ia memungutnya mengambil bantal dan selimut itu lalu keluar dari kamar sambil membanting pintu. Mungkin dia pikir aku ingin dia tidur di kamar yang berbeda, padahal sebenarnya aku hanya sedang meluapkan kekesalan.Ah, suamiku yang keras hati.Kini setelah meninggalkan diriku dalam keheningan dan duduk sendirian di atas kasur yang cukup luas ini aku hanya bisa mengelola nafas dan menahan kesedihan yang perlahan kesedihan itu merambat setelah aku menyadari bahwa suamiku rela merusak hubungannya denganku demi intan.Di sisi lain aku perlahan mulai penasaran dengan siapa dan apa latar belakang wanita itu hingga berhasil mengalihkan perhatian Mas Indra dari keluarga dan fokusnya untuk membahagiakan kami. Aku tahu persis bahwa suamiku bukan tipe orang yang mudah teralihkan ketika dia hanya fokus pada satu hal, kecuali jika hal itu benar-benar sangat menarik dan membuat dia tidak berhenti memikirkannya.Aku juga berpikir, apakah ini berkaitan dengan kepuasan di tempat tidur ataukah kecantikan seorang wanita? Jika Itu masalahnya maka aku tidak akan pernah bisa menyamai kekasihnya, karena Tentu saja aku menakar kemampuan dan menerima seperti apa Tuhan menciptakan diri ini. Aku memang tidak secantik intan tapi setidaknya Mas Indra m
Melihat kopinya yang kutuangkan ke wastafel tentu saja suamiku sangat tersinggung, tapi dia tak kuasa mengatakan apapun selain hanya bisa menghela nafas dan beranjak Pergi ke kamar mandi.Benci dan jijik rasanya melihat dia di depanku, aku yakin telah sejauh apa hubungan mereka selama ini, jika sudah memutuskan untuk membeli cincin dan menikah. Lalu aku juga sangat muak mengetahui suamiku melepaskan cincin pernikahan kami lalu memakai cincin inisial wanita yang jelas-jelas belum terikat apapun dengannya.Hah, dobel sakit hati tentunya.Aku yakin, suamiku membiayai wanita itu dengan gaji yang ia sisihkan entah itu mungkin dari bonus atau dari gaji lembur dan perjalanan dia ke luar kota. Harus sebagai rewardnya wanita itu akan memberikan tubuh untuk menghibur Mas Indra.Tadinya aku pikir sebagai istri yang bertanggung jawab atas nama baik keluarga serta berusaha menutup aurat dari penglihatan orang lain, aku telah membahagiakannya dan membuat dia bangga tapi ternyata sesuatu yang lebih
Dan pada akhirnya, hingga malam aku hanya menghabiskan waktu duduk di tepian ranjang sambil berurai air mata dan menghitung kekecewaan yang telah terjadi.Sebenarnya, kalau bisa, Aku ingin menepi semua perasaan sakit ini tapi mengingat betapa bahagianya aku sebelum ini betapa mesra dan harmonisnya rumah tangga kami Aku benar-benar tidak menyangka bahwa suamiku punya selingkuhan dan berniat untuk menikahinya. Lihat tadi bagaimana reaksinya saat aku minta cerai. Dia diam saja dan memasang ekspresi datar seakan tidak terjadi apa apa.Bahkan yang paling membuatku kecewa dia tidak kunjung menyusulku ke kamar untuk minta maaf atau sekedar mengucapkan sepatah atau dua patah kata. Dia tetap berada di ruang keluarga sementara aku masih memungut kepingan hatiku yang hancur sendirian di kamar."Jadi suamiku tetap berkeras dengan kemauannya bahwa ia mempertahankan kekasihnya?" aku menggumam sendiri."Lantas, jika memang begitu untuk apa aku berurai air mata dan menangisi orang yang tidak mencinta
"Apa kau yakin kau tidak akan menyesal dengan keputusanmu seperti ini Nadira?""Loh, yang mengemasi barangnya siapa? Bukannya kau yang berinisiatif untuk segera meninggalkan rumah ini demi kekasihmu?""Nadira, jujur saja aku tidak mau rumah tangga kita berakhir, bisakah kita mempertahannya?""Bisa, asal kau meninggalkan wanita itu, mudah kan?" tanyaku dengan senyuman, koper itu sudah dalam posisi berdiri dan siap di tarik keluar."Dengar Nadira, kalau aku sudah keluar dari rumah ini maka sulit untuk membuatku kembali lagi," ujarnya mencoba menakutiku. Sepertinya dia sendiri yang ketakutan untuk meninggalkan rumah ini merasa belum begitu yakin dengan keyakinannya sendiri.Kupikir aku tidak akan terpengaruh lagi karena rasa yang ada di dalam hatiku sudah terlanjur penuh dengan kekecewaan. Aku masih ingat pertengkaran kami semalam dan sampai pagi ini dia belum minta maaf juga, bahkan ia sudah berkemas sebelum aku bangun.Apakah niatnya sekarang, apakah dia benar-benar ingin pergi atau ha
Aku yakin wanita itu baru saja memperolok diri ini dengan kalimatnya. Aku yakin dia puas mengatakan apa yang ada di hatinya dan sengaja menghina untuk merendahkan mental dan menjatuhkan kepercayaan diriku. Dia ingin aku putus asa sebagai seorang istri lalu memilih untuk bercerai dan mengalah demi kemenangannya.Begitu banyak cacian dan hujatan yang ingin aku lontarkan tapi aku malu kepada penampilanku yang berhijab, kepada akhlakku selama ini dan kepada Tuhan itu sendiri. Aku tidak akan menodai martabatku hanya demi berhadapan dengan pelakor lalu menjadi pusat perhatian semua orang hanya lantaran merebut satu orang pria. Kesimpulannya, tetap saja, sebaiknya merangkum aset-aset yang ada untuk anak ana lalu memilih bercerai.Percuma aku bertahan dalam luka yang mendera bertubi-tubi ini, hatiku sakit tiada terkira ditambah sikap suamiku yang sudah acuh tak acuh saja dia tidak berusaha untuk meminta maaf tapi selalu nampak ingin mencari pembenaran dan mendorong-dorong agar aku yang lebih
"jangan memaksaku untuk melakukan hal yang tidak kuinginkan, aku tidak mau menceraikanmu!""Kalau begitu jangan paksa aku untuk menggenggam bara api dan bertahan dalam luka yang kau timbulkan setiap harinya, aku selalu makan hati dan lama-lama bisa gila karena perselingkuhanmu, jadi tolong jangan paksa aku untuk bertahan dalam rumah tangga ini!"Mas Indra terbelalak, ponsel di pangkuannya terjatuh ke lantai dan anehnya dia tak memperdulikannya. Dia hanya menatap padaku sambil menahan air mata yang kini menganak sungai di pelupuk netranya."Jangan coba-coba untuk menjual air mata dan memasang wajah sedih, aku tidak termakan oleh kesedihan yang kau jual-jual itu. Dengar Mas, ceraikan saja Aku dan semuanya selesai.""Kenapa kau begitu bersih keras tidakkah kau memikirkan masa depan anak-anak kita ketika kita berpisah?""Akan lebih baik bagi mereka hidup denganku dan lepas dari situasi tegang seperti ini. Biarpun kita tidak bersama, tapi jika situasinya kondusif maka aku lebih menyukai ha
"Oh, aku paham, jadi inilah rupanya yang terjadi?" Tanyaku kepada mereka sambil menatapnya secara bergantian, ayah mertua terdiam sementara ibu mertua nampak gelagapan dan sedikit gelisah sambil memegangi tengkuknya dan tersenyum gugup."Uhm, Intan ini adalah keponakan kami, dia adik sepupunya Indra, dia hanya ....""Mustahil Ibu tidak tahu kalau mereka berselingkuh dan punya hubungan khusus?"Mengejutkan sekali saat mengetahui bahwa mertuaku tahu yang sebenarnya dan justru itu adalah keponakannya. Nanti dia pasti tahu detail hubungan mereka dan rencana pernikahan mereka. Lagi pula mereka tidak akan sejauh ini tanpa dukungan keluarga. Tapi bisa-bisanya aku yang selama ini hanya diam di rumah dan setia pada suami diperdaya sedemikian rupa, hingga terlihat sangat tolol di mataku sendiri. Aku benar benar benci situasi ini."Kami akan menikah, iya kan Mas?" desak intan pasa mas Indra."Uhm ... Sebaiknya kita bicara di luar saja Nadira ada beberapa hal yang harus aku jelaskan padamu di man
Aku bangun dari tindihanku di atas wanita itu, aku puas memberinya pelajaran dengan satu cekikan dan dorongan lalu setelah itu, aku bangkit dan membereskan jilbab. Kukenakan kain kain pashmina menutupi rambut dan leherku kemudian mengambil tasku dengan kasar dan melangkah pergi.Herannya mereka tidak mengatakan apa-apa lagi selain hanya bisa tercengang dan diam. Mas Indra yang tadinya ingin marah padaku juga tidak sanggup berkata apa-apa selain Hanya bisa membantu kekasihnya untuk bangkit dan wanita yang sudah tersengal-sengal itu menangis tersedu sambil terbatuk-batuk."Mas, kasih dia pelajaran, dong Dia sudah mukulin aku.""Ya Aku pastikan akan bicara padanya nanti Tapi tolong tenangkan dirimu dan biarkan saja dia pergi," Jawab Mas Indra."Kenapa membiarkan dia pergi, aku harus membalas pukulan ya Mas!""Apa! Membalasku?!" Tanyaku di ambang pintu. Sebuah papan bening berisi mawar segar langsung kuambil dan kulempar ke arahnya. Benda benda berukuran sedang itu langsung berkeping-kep