Cinta itu buta
Buta itu Hejo [1]
Hejo itu leho [2]
Jadi cinta sama dengan leho kitu?
Ya karena orang jatuh cinta mendadak jadi kardus, karena cinta membuat preman pun jadi rasa Hello Kitty. Makan enggak enak, tidur enggak nyenyak, kalau kata orang sunda mah kaedanan.[3] Kayak lagu sunda itu loh Bangbung hidueng, [4]jung nangtung asa rangkibung, leumpang asa ngalayang. Lah tahi ayam pun rasa cokodot, duh amit-amit Gusti.[5] Itu yang sekarang dialami sama cowok ganteng blasteran Arie Lucas. Berjuta-juta bintang di langit hanya satu yang bercahaya, berjuta-juta cewek yang cantik hanya Irena yang dicinta. Ibarat kata nih, enggak peduli lah seberapa kilo berat badannya, yang pasti berat cintanya mengalahkan berat badannya Irena. Sayangnya Irena enggak peka atau dianya yang kurang gercep? Mau ngomong kok rasanya susah banget. Padahal dia o
Arie menatap bergegas pergi ke kantin, dia sudah mendengar semuanya dari anak-anak yang tertawa dan menjadikan Irena bahan olokan. Dia melihat Igna sedang merokok bersama teman-temannya di dekat toilet, Arie segera menarik kerah seragam Igna dan memukul wajahnya. Igna terjatuh dan kaget dengan kedatangan si ketua OSIS yang sangat marah. Igna bangkit dan hendak membalas Arie, namun Arie lebih cekatan karena menguasai ilmu bela diri. Igna kembali roboh dengan pukulan telak di perutnya. Kedua cowok itu pun berkelahi saling serang satu sama lain, anak-anak yang lainnya tidak berani memisahkan, mereka malah bersorak dan memvideokan aksi Igna dan Arie, tipikal anak zaman now. Hingga salah satu dari mereka ada yang berani memisahkan keduanya.Arie tidak pernah semarah ini, meskipun orang-orang membuatnya kesal dan marah tapi dia lebih sakit hati melihat Irena dibully dan jadi bahan cemoohan semua orang. Rasa emosinya meluap hingga ingin menghabisi nyawa Igna sek
Pak Tatang bingung dengan anaknya, tiba-tiba minta pindah sekolah segala. Pak Tatang yakin, sesuatu telah terjadi di sekolah. Tapi Irena bersikeras tidak mau membahasnya, dia menolak menceritakan apa masalahnya. Irena juga mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan seharian menutup badannya dengan selimut. Pak Tatang sebenarnya mau pergi ke sekolah mencari tahu apa yang terjadi, tapi Irena tidak mau Pak Tatang pergi ke sana. “Neng, makan dulu atuh … Emak udah siapin kesukaan kamu tuh, ayam penyet pedes.” “Kumaha [1]Si Eneng? Mau keluar enggak?” Pak Tatang menatap istrinya yang menggelengkan kepala, Irena bahkan mengunci pintunya. “Hah, naha eta budak. Aya-aya wae.[2]“ Pak Tatang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudah 3 hari anaknya tidak mau sekolah, dulu Pak Tatang pernah menghadapi situasi seperti ini, anaknya sering menjadi bahan olokan teman-temannya. Tapi kali ini sepertinya lebih dari sekedar oloka
Semua berawal dari postingan Mita yang memfoto potongan curhatan di buku diary-nya lalu menyebarkan lewat f******k dan i*******m. Gadis cantik bermulut pedas itu tidak ada sedikit pun rasa kasihan pada Irena. Irena hanya bisa diam dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Serendah itukah dirinya? Arie memberi salam pada kedua orang tua Irena. Tangannya tidak pernah kosong jika berkunjung ke sana. Terkadang membawa Martabak 88, kadang membawa buah-buahan. “Nak Arie, enggak ada bosen-bosennya datang. Makasih Nak Arie, Emak mah pusing sama Si Neng. Dia teh masih aja di kamar ngurung diri.” “Enggak apa-apa, Bu. Saya ‘kan ketua OSIS jadi saya ada tanggung jawab buat bawa dia kembali ke sekolah. Saya akan bolak-balik sampai dia mau keluar kamar dan kembali sekolah.” Jawab Arie dengan senyum ramahnya. Arie dan Mak Esih berdiri di depan pintu Irena. Arie mengetuk pintu kamar Irena dan memanggil nama gadis berpipi chubby itu.
Hida keluar dari kamar rawat adiknya dan melihat sosok pemuda yang tidak kalah sedih dengannya. Hida duduk disampingnya lalu menepuk pundak Arie, pemuda itu tampak kacau. Dia menangis dan terus menyalahkan dirinya. “Makasih ya, Rie. Udah bawa adik gue ke sini. Rie, mending lu katakan yang sejujurnya ke adik gue, kalau lu suka sama dia. Jangan lu pendam lagi, Rie. Kalau kalian pacaran, lu lebih leluasa jaga dia di sekolah dan gue enggak merasa khawatir lagi.” “Iya, Kak. Gue bakalan bilang tentang perasaan gue ke Irena.” Arie masuk ke dalam ruang rawat gadis chubby-nya menatap Irena yang kini sedang tidur lelap, setelah Dokter memberinya obat. Arie memegang tangan Irena dan mengelus poni yang menutupi dahinya. Dia tersenyum kecil, sudah saatnya perasaan yang selama ini dia pendam diungkapkan. “Ir, bangun ya … kalau kamu enggak bangun aku bakal cium kamu.” Arie mendekatkan wajahnya ke wajah Irena lalu dengan lembut mencium bibir gadis
Irena sejak tadi menunduk di kursi depan bersama Arie Lucas--cowok yang beberapa hari lalu bilang cinta padanya. Irena belum berkata ya karena masih ragu takut untuk memulai hubungan dengan seseorang karena rasa trauma-nya. “Tah pan enak atuh mobil teh, enggak kayak mobil sayur kita geuning, Pak. Hadeh adem pisan nya Pak. Korsinya juga empuk, Hida nanti kalau kamu udah kerja beli mobil kayak kieu nya.” Mak Esih sibuk berceloteh di belakang sama Pak Tatang. Hida hanya tertawa menanggapi emaknya yang baru pertama kali naik mobil semewah ini. “Iya atuh, Mak. Ini mah pakainya AC ari mobil kita mah AG, alias angin gelebug.[1]“ Semua yang ada di dalam mobil tertawa mendengar guyonan Pak Tatang. Sepanjang jalan, hanya Hida dan kedua orang tuanya yang ramai dan bercanda satu sama lain, sementara Irena dan Arie masih saling diam. Irena teringat saat Arie menyatakan cinta padanya. “Kamu enggak usah mikirin jawabannya dulu, sekarang yang pent
“Ir, kamu udah sembuh? Astaga! Maafkan aing ya, kemarin aing harus bedrest total di rumah.”“Makasih Pie, udah khawatir. Aku baik-baik aja, kamu juga udah sembuh?”“Ya, seperti yang kamu lihat aing mah udah baik-baik aja.” Pie tersenyum dan mengedip menggoda Irena. Sementara Arie hanya diam melihat Irena dan sahabatnya sedang bercengkrama.“Ir!” Igna menghampiri Irena, napasnya ngos-ngosan.“Ada apa Kak?”“Lu udah sembuh? Ir gue minta maaf soal—”“Udah enggak usah dibahas, aku udah maafin Kak Igna kok.”“Makasih ya, Ir. Lu emang cewek baik dan berhati lembut.”“Makanya jadi orang kurang-kurangi dosa, Kak. Sekarang tuh zamannya karma tahu enggak, kurang-kurangi deh bully orang kalau enggak mau kualat.” Pie mencebik sementara Igna mendelik pada Pie.“Aku pergi
“Mita. Lu enggak kapok ya bully Irena. Oh atau gue laporin kepala sekolah biar lu di skors.” Suara bariton itu membuat langkah Mita terhenti. Mita membalik tubuhnya dan melihat Arie sedang menatap tajam dirinya.Mita mendengus kesal dan berkata, “ Kamu kenapa sih milih dia daripada aku!”“Karena dia lebih baik daripada lu tentunya.” Arie menarik tangan Irena lembut dan membawanya pergi dari sana. Mita mengepalkan tangannya kesal, dia pun berjalan kembali mengikuti kedua temannya.“Kenapa Kak Mita marah? Lebih baik buat si gajah bengkak itu menjauh atau lenyap sekalian.”“Tria?” Mita menatap adik kelasnya yang sejak tadi bersembunyi di balik tembok.“Ya, ini aku. Aku juga sama kesal pada si gendut itu, gara-gara dia aku putus sama Rara. Bagaimana kalau kita kerja sama, kita buat dia enggak betah di sini.”“Tapi gue takut sama Arie.”“Kak
Arie merasa hatinya tidak nyaman, selesai mengantar Mamanya ke bandara dia mencoba menghubungi Irena beberapa kali. Namun, hape kekasihnya itu mati dan hanya ada suara operator telepon saja. Arie menghubungi Pie, Pie mengatakan Irena ada les matematika. Lalu dengan segera Arie pergi ke sekolah. Hari sudah malam, sekolah tutup.“Mang Sodik, anak-anak yang les matematika udah pulang ya?” Arie bertanya pada Mang Sodik penjaga sekolah yang sedang menggembok pagar.“Setahu Mamang mah enggak ada les apa-apa, soalnya Pak Yanto sakit malahan semua guru besuk ke rumah sakit, Pak Yanto operasi usus buntu.” Mang Sodik menjelaskan. Hati Arie bertambah galau. Dia khawatir dengan kekasihnya. Arie segera menghubungi Hida.“Bentar ya gue telepon Bapak dulu.” Hida menutup teleponnya. Arie menunggu dengan gelisah di mobil.Saat ponselnya berdering memunculkan nama Hida, dia pun segera mengangkatnya.“Bapak bilang Irena belum