Share

Sakit Hati

Di perjalanan pulang Zahra begitu bahagia karena ia bisa pulang bersama Randy. Ia mencoba untuk melingkarkan tangannya di pinggang Randy. Beberapa kali ia ingin mencoba tapi ditariknya kembali. Setelah perasaan yakin itu memang telah dirasakan, diulanginya kembali untuk melingkarkan kedua tanganya itu, dan ... sekarang ke dua tangan milik Zahra sudah berada di pinggang Randy. Ia tersenyum dengan sendirinya.

Randy merasakan ada yang berbeda berada di pinggangnya. Ia melihat ke arah pinggangnya, ia terkejut dengan apa yang Zahra lakukan. Ia menoleh ke belakang sebentar lalu melihat dari spion motornya terlihat Zahra yang begitu bahagia. Ia tersenyum lalu menarik tangan Zahra agar pelukannya semakin erat.

"Lebih erat ya peluknya biar gak jatuh," ucap Randy tersenyum.

Zahra terdiam. Ia hampir tidak bisa berkata-kata. "Iya, Kak."

Zahra mempererat pelukannya dan kepalanya di tenggelamkan di atas pundak Randy yang bidang itu. "Kita langsung pulang?"

"Kamu mau ke mana?" balas Randy.

"Gak tau deh. Terserah kamu aja," ucap Zahra kembali.

"Kita makan aja yuk! Mau gak?" Randy tetap melajukan motornya namun secara perlahan-lahan.

"Boleh juga tuh." Zahra tersenyum karena begitu bahagia.

Saat ini Randy dan Zahra telah berada di depan cafe yang cukup mewah. Randy meletakkan motornya di parkiran, Zahra turun dari motor lalu menunggu Randy untuk mematikan mesin motornya.

"Yakin mau makan di sini?" Zahra memasang wajah datar.

"Yakin donk. Apalagi untuk cewek secantik kamu!" puji Randy memasang senyuman yang semanis mungkin.

"Oke deh." Zahra menggandeng tangan Randy.

Randy berusaha untuk melepaskan gandengan tangan itu, membuat raut wajah Zahra berubah menjadi sebal. Lalu, ia meletakkan tangannya di pundak milik Zahra. "Kalau aku yang rangkul kamu boleh kan?"

Zahra lagi dan lagi di buat tersenyum oleh Randy. "Boleh kok."

"Yaudah jalan yuk Zahra Sayang," ucap Randy kemudian.

"Oke, Randy Sayang." Zahra menatap wajah Randy dengan tersenyum bahagia.

***

Air mata Shilla sudah mengalir sedari tadi. Apa yang ia curigakan sepertinya memang benar kenyataanya. Mana ada sepupu yang akan bersikap semesra itu. Bukan hanya pelukan di atas motor saja, melainkan gandengan tangan dan rangkulan pun di lihat oleh Shilla dengan matanya sendiri. Ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi saat ini. Hatinya begitu sakit dan tubuhnya begitu rapuh terkuras terbuang percuma bersama air matanya.

Sivia berusaha menenangkan Shilla sedari tadi. Tapi, setelah emosi Shilla memuncak yang marah-marah sendiri tadi mengeluarkan segala macam pernyataan atas kecurigaannya itu, ia mulai terdiam hanya air mata saja yang menemaninya. Ia bingung apa yang harus di lakukannya. Selain memeluk Shilla dan mengusap-usap pundaknya agar Shilla lebih kuat dan tenang. Sivia percaya kalau ia akan memberikan motivasi ataupun semangat untuknya hanya akan sia-sia saja. Di saat seperti yang di butuhkan Shilla hanyalah ketenangan.

***

Sivia sibuk mengotak-atik smartphonenya. Ia berkali-kali mencoba menelpon Galang. Tapi untuk kesekian kalinya belum mendapatkan jawaban dari Galang. Ia kesal dan akhirnya menyerah. Di letakkannya benda itu di atas nakas. Namun, baru saja di letakkan malah berbunyi tanda ada panggilan masuk. Sivia melirik dan membaca nama Galang. Dengan cepat ia mengangkatnya.

"Hallo kak Galang! Kenapa lama banget sih angkat telepon aku?"

"Kamu gak apa-apa kan?" tanya Galang di seberang telepon.

"Aku gak apa-apa kok kak. Aku boleh nanya gak?" ucap Sivia berhati-hati.

"Tanya apa? Kayaknya penting banget ya?" balas Galang kembali di seberang telepon.

"Nama lengkap mantan kakak yang bernama Anita siapa ya?" Sivia memberanikan diri mengeluarkan pertanyaan itu.

"Kamu kenapa sih ingatin aku lagi dengan mantan? Kan aku sudah ada kamu!" ucap Galang sebal.

"Bukan gitu kak. Tapi, ada yang lebih penting nih. Nanti aku jelasin aja kalau kita sudah ketemu kak. Aku mohon kak!" Sivia kembali berusaha.

"Yaudah deh demi kamu aja nih." Galang berusaha mengingat kembali orang masa lalunya itu hanya karena Sivia, padahal ia sudah berusaha melupakannya.

"Siapa kak?" Sivia menanti jawaban dengan harap-harap cemas.

"Anita Az Zahra!" jawab Galang tegas.

"APA?!" Mata Sivia terbelalak. Ia sangat terkejut mendengarnya.

***

Shilla hanya melamun saja. Tatapan matanya begitu kosong. Ia masih meratapi hatinya yang hancur berkeping-keping. Butiran mutiara itu tidak hentinya membahasi pipi mulus milik Shilla. Ia juga sangat tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas apapun itu.

Aku sangat menyayangimu. Tapi, kenapa kamu tega bermain di belakangku. Kamu masuk ke dalam hidupku. Membawa sejuta kebahagian yang ada. Namun, kamu juga yang menghancurkanku dengan sejuta cara.

Drt ... drt ... drt ... terdengar getaran smartphone milik Shilla. Sebenarnya ia begitu malas untuk hanya sekadar melihat siapa yang mencoba menghubunginya, tapi getaran tersebut tidak henti-hentinya terdengar. Diambilnya benda untuk komunikasi tersebut lalu mengusap layar yang bergambar gagang telepon berwarna hijau.

"Hallo, kenapa?" Shilla memulai pembicaraan.

"Kamu ke mana sih? Kok lama banget angkatnya?" Suara di seberang telepon terdengar.

"Di rumah," jawab Shilla dengan malas.

"Kamu kenapa? Kok kayak lesu gitu?" Kembali terdengar suara di seberang telepon.

"Sudah ah ... aku lagi malas!" Shilla mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Diletakkannya kembali benda tersebut di atas nakas. Ia segera berbaring di tempat tidurnya. Menyelimuti seluruh tubuhnya dari kaki hingga ke leher saja. Ia memejamkan mata, berusaha untuk lebih tenang. Menarik napas sedalam-dalamnya lalu mengembuskannya secara perlahan.

Dan kembali lagi terdengar getaran dari smartphone miliknya. Diraihnya dan dilihat secara sekilas saja. Yang mencoba menghubungi masih tetap orang yang sama yaitu, Rndy sang kekasih hati. Tapi, kali ini berbeda nampaknya seorang lelaki itu sangat mengkhawatirkan Shilla sehingga ia mengajak video call dalam aplikasi W******p.

Sebenarnya aku juga tidak mau seperti ini.

Aku juga tidak mau membuatmu mengkhawatirkanku kini.

Tapi, kamu bisa setega itu denganku.

Membuat aku harus berusaha juga tega denganmu.

Tanpa Shilla sadari ia meratapi kesedihannya sambil memejamkan mata hingga ia tertidur dengan nyenyaknya. Sementara getaran dari smartphonenya masih terus terdengar, Randy masih berusaha untuk menghubungi Shilla, kekasihnya.

***

Rembulan yang begitu indah dan terang telah berganti menjadi matahari yang menyinari seluruh di permukaan bumi. Shilla sudah siap dengan seragam sekolahnya dan siap untuk berangkat ke sekolah. Pikirannya melayang ke akan bertemu Randy kembali hari ini di sekolah maupun kelasnya. Rasa sakit memang masih di rasakannya dan ia terdiam sendiri lagi.

Harus semangat!

Apapun yang akan terjadi nantinya.

Ia harus siap dengan semua keputusan itu.

Sebelum keluar dari kamar Shilla tidak lupa untuk mengambil smarthphonenya dan mengaktifkannya sebentar untuk melihat notifikasi yang masuk. Ia begitu terkejut melihat banyak sekali notifikasi dari Randy. Sebenarnya, ada rasa bahagia di hatinya saat ini, karena ternyata ia masih sangat di cari ketika sedang hilang kabar. Lalu, jari jemarinya mengarah ke chatting di dalam aplikasi W******p.

Shilla Sayang 😘

Aku ada di depan rumah kamu.

Aku tunggu di sini ya.

Kita berangkat sekolah bersama. ❤

Shilla mengernyitkan keningnya, tapi senyuman yang terbit dari bibirnya tidak bisa berbohong kalau ia masih begitu sayang terhadap kekasihnya itu dan juga begitu bahagia.

Terima kasih!

Kamu masih mencariku.

Walaupun aku tahu mungkin saja hatimu tidak sepenuhnya untuk aku.

Shilla keluar dari rumahnya, menatap Randy yang duduk di atas motornya. Sesaat itu juga kedua mata mereka saling memandang. Shilla terus saja berjalan mendekat dengan wajah datar. Sementara Randy sudah berdiri di samping motornya dengan senyuman yang begitu lebar, menyambut sang kekasih hati.

"Tumben, langsung ada ide untuk jemput ke rumah?" tanya Shilla tanpa menatap Randy.

Randy mengernyitkan keningnya atas perubahan Shilla. "Aku khawatir sama kamu. Kamu kenapa?"

Tanpa ingin menjawab pertanyaan dari Randy. "Kita langsung aja berangkat, nanti malah telat!"

"Kamu gak dimarahin orangtuamu, aku yang jemput langsung kayak gini?" tanya Randy kemudian.

"Gak. Kamu tenang saja," jawab Shilla.

Di sepanjang perjalanan menuju sekolah mereka hanya saling diam saja. Shilla masih meratapi sakit hatinya dan sesekali memperhatikan tingkah Randy. Ia hanya tidak ingin mengubah suasana pagi harinya dengan hal yang tidak menyenangkan. Makanya dia belum membahasnya sekarang, semua itu akan di bahasnya sepulang sekolah nanti.

Sedangkan Randy memilih diam, karena ia tahu bahwa Shilla sedang tidak seperti biasanya. Ia begitu tahu bagaimana sifat dan sikap kekasihnya itu. Mencoba memutar otak apa kesalahan darinya, dan tetap saja ia tidak menemukannya itu. Hingga sampai di parkiran sekolah.

"Aku ke kelas duluan ya," pamit Shilla seraya menyerahkan helm yang ia pakai sedari tadi.

Randy menerima helm dari tangan Shilla. "Iya Sayang." Randy memperhatikan Shilla yang semakin lama makin menjauh dari pandangannya.

Lagi dan lagi Randy bingung dengan keadaan ini. Kenapa sang kekasih hati berubah drastis seperti ini? Apa yang salah darinya? Padahal jelas-jelas semalam yang tidak ada kabar itu Shilla bukan dirinya. Seharusnya yang marah itu dirinya karena ternyata Shilla baik-baik saja. Lantas, apa yang membuat Shilla seperti tidak ingin di ganggu oleh dirinya?

Apalagi salah aku?!

***

Bagaimana kisah hubungan Shilla dan Randy selanjutnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status