Share

Salah Paham

Sivia sedang berada di kelasnya, ia duduk di bangkunya, tampaknya ia sedang berbicara serius dengan lawan bicara di hadapannya. Seorang lelaki yang bukan di miliki kelas ini.

"Jadi, ya, Kak. Sih Anita dan Zahra itu orang yang sama atau beda sih?!" Sivia memasang wajah bingung, ia melipat kedua tangannya di dada.

Lelaki yang terlihat manis dan mempunyai alis tebal itu menghela napasnya. "Aku juga gak tahu. Kan aku juga belum pernah liat Zahra!"

"Kak Galang! Kan bisa kasih tahu aku fotonya Anita biar aku yang lihat sendiri!" Sivia makin penasaran saat ini.

"Kamu ini kenapa sih? Penasaran banget dengan namanya Anita! Memangnya kamu mau ngapain sama dia?" tanya Galang kemudian.

"Kamu tahu gak sih?! Aku itu sudah berusaha untuk melupakan Anita sebisa mungkin. Karena aku juga sudah terlanjur sakit hati oleh dia. Aku sudah gak mau sama sekali ingat tentang Anita. Tapi, malah kamu yang membuat aku kembali ke masa lalu. Kembali mengingat hal yang sudah sangat aku benci," lanjut Galang kembali.

Sivia terdiam mendengarnya. "Eh, bukan gitu maksudku Kak."

"Kamu mau tahu alasannya kenapa?" Galang menatap Sivia dengan lekat.

"Apa?" Suara Sivia terdengar dengan volume yang kecil nyaris tak bisa di dengar.

"Alasannya kamu! Kamu Sivia yang membuatku menjadi berusaha untuk melupakan Anita. Karena, aku yakin kamu pasti berbeda dengan Anita. Setidaknya pasti kamu lebih baik dari dirinya. Dan, aku sudah seharusnya melakukan semua itu demi orang yang aku sayang sekarang! Yaitu, kamu!" Galang masih menatap Sivia dengan lekat.

"Maaf aku tidak bermaksud begitu Kak," jawab Sivia lembut.

"Aku hanya butuh alasanmu apa? Penasaran sekali dengan seorang Anita? Apakah tidak ada hal yang lebih penting daripada hanya mencari tahu tentang Anita?" Lagi, Galang masih menatap Sivia dengan sangat lekat.

Sivia tampak bingung. Akankah ia menceritakan hal yang sebenarnya terjadi di saat keadaan seperti ini? Rasanya ini sangat tidak tepat sekali. Keadaan saat ini sedang panasnya. Sivia memberanikan diri menatap Galang.

"Lalu, kenapa Kakak seperti takut sekali, aku mengetahui tentang Anita? Atau aku hanya sebagai pelampiasan Kak Galang yang sedang sakit hati saja?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Sivia. Ia menatap Galang nanar.

"Kenapa kamu memutar balikkan pertanyaan? Jawab pertanyaan aku dulu!" ujar Galang.

Tiba-tiba saja terdengar ada suara yang memanggil nama Sivia dari pintu kelas. Membuat kedua insan yang berbicara dengan serius itu menoleh. Ternyata di sana ada Shilla yang sedang melambaikan tangan dan masuk ke dalam kelasnya.

"Kita bahas lagi setelah pulang sekolah. Aku tunggu kamu di depan gerbang sekolah. Aku harap kamu mengerti maksudku." Galang berlalu begitu saja meninggalkan Sivia yang masih terdiam.

Kenapa rasa bahagia ini harus berubah menjadi rasa yang begitu bimbang?

Shilla menatap Galang bingung. Namun, Galang hanya melihatnya secara sekilas saja, berlalu meninggalkan kelas adik tingkatnya ini.

Shilla menyadari ada getaran dari smartphonenya ia langsung membaca isi pesan tersebut karena yang mengirimnya adalah orang misterius yang selalu menganggu dirinya akhir-akhir ini.

Kan udah di bilang jauhin Randy! Kemarin saja pulang sekolah sudah tidak bersamanya lagi. Kenapa hari ini malah kamu di jemputnya pas datang ke sekolah?! Ingat!! Jauhin Randy atau kamu akan tahu akibatnya.

"Siv, orang itu mengancam lagi!" Shilla memberikan smartphonenya kepada Sivia. Tapi, tidak ada respon sedikit pun dari Sivia.

Shilla menyadari ada yang berbeda dari Sivia. "Siv, kamu kenapa?" Shilla menatap Sivia dengan penuh pertanyaan di otaknya.

Aku yang galau. Tapi, kamu yang terdiam. Aku yang merasakan sakit hati. Tapi, malah kamu yang tidak mempunyai semangat. Apakah semuanya tidak terbalik? Harusnya kamu yang menghiburku. Bukan, aku yang akan menghiburmu.

***

Shilla memperhatikan tingkah Sivia yang berubah tidak seperti biasanya. Ia memperhatikan wajah Sivia yang tampak lesu. Diajaknya bicara sahabatnya itu hanya menjawab seadanya saja.

"Kamu kenapa? Sakit?" Shilla meletakkan telapak tanggannya di kening Sivia.

Sivia hanya diam saja, tidak melawan sama sekali ataupun tertarik dengan pembicaraan Shilla sedari tadi. Ia hanya memikirkan Galang saat ini. Kata pelampiasan itu yang membuatnya jadi seperti sekarang ini.

Shilla sudah lumayan sebal melihat Sivia yang tidak mempedulikan sedari tadi. Ia sudah menyerah, membiarkan Sivia menenangkan pikirannya terlebih dahulu, mungkin Sivia sedang membutuhkan ketenangan. Namun, Shilla teringat akan seorang lelaki asing yang berada di kelasnya tadi.

"Siv, tadi yang ngomong sama kamu siapa?" Shilla memerhatikan Sivia dengan serius.

"Sivia!" seru Shilla kembali lalu memegang pundak Sivia.

Sivia yang tersadar dari lamunannya akhirnya menoleh. "Apa Shill? Lelaki yang tadi?"

Shilla tersenyum dan memeluk Sivia. "Akhirnya kamu kembali lagi Sivia!" ucap Shilla tersenyum lebar.

"Kamu kesambet?" Sivia menaikkan salah satu alisnya.

"Gak. Kamu kali yang kesambet!" Shilla tak mau kalah. Jelas dia bilang begitu karena dari tadi Sivia yang aneh menurutnya.

"Itu yang namanya Kak Galang!" jawab Sivia tersenyum.

Senyum Shilla mengembang dengan begitu lebar. "Jadi kamu sudah tahu dong nama lengkapnya Anita?"

Sivia terdiam sejenak. "Belum." Sivia memperhatikan raut wajah Shilla yang berubah mungkin karena bingung.

"Kenapa?" tanya Shilla menatap Sivia membutuhkan suatu jawaban.

Sivia bingung dengan keadaan seperti ini. Semuanya belum jelas adanya. Kalau dia langsung bercerita takut semuanya masih salah. Sebenarnya ia mau menyelesaikan semuanya berdua dengan Shilla. Namun, keadaan tidak memungkinkan karena Galang belum bisa diajak bekerjasama. Malahan dia ikut salah paham akan kejadian ini.

"Nanti aja deh Shill. Tenang pasti aku kasih tahu kamu kok," jawab Sivia tersenyum.

"Kok gitu sih?! Padahal kan aku penasaran banget." Shilla mengurucutkan bibirnya.

"Kamu pokoknya tenang saja Shill," lanjut Sivia tersenyum.

***

Suara kelas yang di tempati Shilla dan Sivia sudah kembali hening. Itu semua di karenakan Ibu Tina telah masuk ke dalam kelas membawa setumpuk lembaran kertas.

"Anak-anak!" sapa Ibu Tina.

Semua siswa-siswi di dalam kelas memerhatikan guru yang telah berdiri di depan kelas itu.

"Ibu kecewa sama kalian," lanjut Ibu Tina kembali.

Semua isi kelas nampaknya sudah tegang dan takut.

"Ibu memberikan soal ulangan yang sangat mudah minggu lalu. Semua jawaban ada di pelajaran minggu sebelumnya lagi. Namun, hasil yang di dapatkan sangat membuat Ibu kecewa. Hanya ada beberapa orang saja yang tidak remedial, yang lainnya remedial semua. Sekarang Ibu mau nanya sama kalian semua, apa kesulitan soal ulangan tersebut?" Ibu Tina memerhatikan seluruh anak didiknya itu yang tampak terdiam dan tidak berkutik sedikit pun.

"Randy, coba kamu jelaskan apakah soal yang ibu berikan itu mudah atau susah?" Ibu Tina memerhatikan Randy dengan seksama.

Randy yang tampak lesu mendongakkan kepalanya. "Hmm ... lumayan Bu ...."

"Lumayan apa?" Suara Ibu Tina terdengar cukup keras.

"Lumayan mudah tapi lumayan susah juga Bu," jawab Randy sambil menyengir kuda.

Ibu Tina menghela napas sebentar. "Yaudah! Sekarang nama-nama yang Ibu panggil maju ke depan!" Ibu Tina melihat lembaran kertas yang di pegangnya.

"Randy, Sivia, Aditya dan Shilla. Kalian silakan maju ke depan!" Mereka sepertinya bertanya-tanya kenapa hanya mereka yang di suruh maju sedangkan yang lainnya tidak. Namun, dengan langkah pasti mereka masih berjalan maju ke depan.

"Silakan kalian berempat keluar kelas," ucap Ibu Tina tersenyum.

Mereka berempat sama-sama bingung dan masih berdiam diri saja.

"Kenapa kalian semua masih di sini?" tanya Ibu Tina tersenyum.

"Maaf Bu, kenapa kami disuruh keluar kelas?" Shilla akhirnya angkat suara mewakilkan teman-temannya.

Ibu Tina tersenyum. "Karena hanya kalian berempat yang tidak remedial. Silakan kalian tunggu di luar kelas sampai teman-teman kalian semua selesai untuk mengerjakan soal remedial."

Mereka berempat akhirnya mengerti, dan langsung izin untuk keluar kelas.

***

Bagaimana kisah hubungan Sivia dan Galang selanjutnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status