Share

Bab 4: Harta Karun Milik Peter Lebih Banyak

Peter pun berjalan berhari-hari menuju di mana pasukan pejuang kocar-kacir, dia tak pernah menduga, kalau Tungga cs yang sudah bertemu para pasukan pejuang, manusia licik ini diam-diam mengatakan Peter telah kembali ke pasukan Belanda, dan berkhianat dengan para pejuang.

Hanya dua orang yang tidak percaya kata-kata Tungga, yakni Ki Janos dan gadis yang diam-diam punya hubungan khusus dengan Peter.

Di saat yang sama, terjadi perubahan besar-besaran, karena Indonesia kini mulai ditinggalkan pasukan Belanda, melalui Konprensi Meja Bundar 27 Desember 1949, Ratu Juliana mewakili pemerintahan Belanda dan Muhammad Hatta mewakili Indonesia, menyerahkan sepenuhnya daerah jajahannya ke Indonesia.

Negeri inipun merdeka setelah 350 tahun dan 3,5 tahun di jajah Belanda serta Jepang. Indonesia pun merdeka sepenuhnya dari Belanda, para pejuang kembali turun gunung dan kembali ke desa masing-masing.

Tungga, Bino dan Jabir juga kini bisa bernafas lega, mereka yang kini sudah memiliki masing-masing 2 biji intan berharga milyaran ini juga kembali ke Banjarmasin, mereka masih menyembunyikan harta itu, karena kondisi masih belum begitu kondusif pasca Belanda angkat kaki. 

Peter juga mengetahui kalau Indonesia kini merdeka melalui keterangan warga yang dia temui di jalan, untung warga lokal tak menangkapnya karena dia bule, sebab ada perjanjian, warga Belanda yang ingin tinggal di Indonesia dibolehkan dan jangan di ganggu.

Sedangkan yang ingin kembali ke Belanda juga dipersilahkan, sehingga dia aman-aman saja. Dia tak jadi menyusul pasukan pejuang, dia kini menuju sebuah desa yang dia yakini di sana Ki Janos tinggal.

Hampir sebulan, barulah Peter berhasil bertemu Ki Janos dan hatinya makin gembira, gadis yang dia taksir ternyata juga ada di desa itu.

Peter pun menikahi gadis ini dan tak  lama gadis inipun hamil,  selama masa kehamilan itulah Peter terbuka soal harta karun itu, dan bersama Ki Janos membahas surat-surat berharga ini.

“Jadi ini surat yang menyatakan Bank Belanda yang kini dikuasai Indonesia menyimpan harta berupa emas dan intan berlian yang sudah dijadikan uang dalam bentuk gulden dan disimpan di bank itu ya?” kata Ki Jano.

“Betul Ki…penemu asli harta ini menyatakan, siapa yang membawa surat ini, maka dialah pemiliknya, ini kan luar biasa Ki…artinya sayalah yang berhak menguasai harta karun itu sekarang!” kata Peter berbinar-binar.

“Jadi apa langkah kamu berikutnya?” pancing Ki Janos.

“Saya akan ke Banjarmasin Ki, saya akan ke Bank Indonesia yang ada di Banjarmasin mengurus ini semua!” kata Peter.

Ki Janos hanya manggut-manggut dan meminta Peter berhati-hati, Ki Janos juga berpesan, agar Peter menghindari kalau bertemu Tungga, Bino dan Jabir. Karena nama Peter sudah difitnah oleh tiga orang ini, terutama Tungga.

Seminggu kemudian Peter benar-benar berangkat ke Banjarmasin, dia menumpang kapal sungai yang membawanya ke arah hilir Banjarmasin.

Istrinya juga berpesan agar Peter secepatnya pulang setelah urusannya beres.

Selama lebih 10 hari, barulah Peter sampai ke Banjarmasin, dia melongo melihat pesatnya pembangunan kota ini semenjak Belanda angkat kaki.

Sejak ditinggalkan pasukan Belanda Banjarmasin seperti daerah terbuka, dia juga tak aneh melihat masih ada bule-bule yang ternyata masih bertahan dan sama seperti dia memihak negeri ini, karena sudah mempunyai anak istri warga pribumi.

Termasuk banyaknya warga-warga keturunan yang hilir mudik di kota yang dijuluki kota seribu sungai ini.

Banjarmasin dalam waktu yang singkat bersiap menjadi kota besar dan modern di jaman itu.

Tanpa kesulitan berarti, Peter pun lancar berurusan di bank yang kini jadi milik pemerintah Indonesia.

Obligasi asli disimpan bank itu dan dia dapat salinan serta surat berharga yang resmi di bank tersebut.

“Semakin lama tak diambil, maka dana ini akan bunga berbunga pak Peter!” kata petugas bank itu tersenyum.

Si petugas bank ini berpesan pada Peter agar berhati-hati menyimpan surat berharga itu, dia juga di beri kunci khusus dari bank, sehingga Peter bisa kapanpun mengecek sendiri di bank ini simpanan uang jutaan gulden ini.

Peter mencairkan beberapa ribu rupiah, dia teringat mantan istrinya Salitin, dia bermaksud ingin mengunjungi dan ingin memberinya duit itu.

Inilah kesalahan besar Peter, saat bertemu Salitin dan menyerahkan duit itu, Peter keceplosan bilang kalau uang itu berasal dari harta karun yang dia peroleh di sebuah hutan.

“Sisanya ku tabung dan tak bisa diambil sembarangan, kecuali bisa memiliki surat-surat berharga ini,” kata Peter yang ternyata masih sayang dengan istri nya ini.

Awalnya Salitin yang mulai sakit-sakitan ini menyimpan rapat-rapat darimana uang dia peroleh, sehingga bisa berobat ke seorang dokter keturunan Belanda di kota ini dan sisanya dia perbaiki rumah, bahkan masih ada tabungan lagi.

Namun saat Tungga yang kini mulai kaya raya datang, anaknya ini bertanya darimana ibunya dapat duit banyak, hingga bisa berobat dan merehab rumah hingga bagus, Salitin pun keceplosan dan cerita apa adanya.

Salitin tak menduga betapa Tungga kaget setengah mati mendengar hal ini, kaget karena Peter masih hidup dan malah memperoleh harta karun.

Salitin tak pernah menduga anaknya lah yang hampir membunuh suaminya itu. Tungga tak mengira harta yang diperoleh Peter justru luar biasa banyaknya, mengalahkan nilai intan yang dia, Bino dan Jabir miliki.

Tungga pun mendatangi Bino dan Jabir, ketiganya lalu berniat akan merampas surat berharga itu dan akan menguasai harta yang kini dimiliki Peter.

Tungga benar-benar sudah kemaruk dan dalam hati beralasan, kalau bukan dia yang menemukan peta harta itu, tak mungkin Peter memperoleh kekayaan yang sangat banyak dan mengalahkan harta yang kini dia miliki, setelah menjual intan tersebut dengan kurs saat itu.

*****

Sampai di sini, Kakek Zainul beristirahat bercerita…dia kemudian minum kopi yang disediakan seorang pembantu yang baru seminggu di rekrut Mahyadin, untuk membantu di rumah ini.

“Hmmm…saya sudah paham, mereka berhasil menemukan alamat kakek Peter dan membunuhnya dengan licik, sedangkan nenek diselamatkan Ki Zainul dan akhirnya melahirkan ayah, Ki Durangga….!” kata Mahyadin, kakek Zainul menganggukan kepala.

“Lalu kenapa ayah masih takut bertemu Tungga, Bino dan Jabir dan membalas dendam kematian kakek?” tanya Mahyadin kurang paham.

“Turngga, Bino dan Jabir telah salah menerima ilmu, ketiganya membekali diri dengan ilmu hitam. Rupanya tau kalau ayahmu masih hidup, mereka ketakutan, terutama takut dengan kakek dan juga ayahmu. Ayahmu tau itu, tak mungkin mengalahkan mereka saking tingginya ilmu hitam yang mereka miliki, ayahmu juga tinggi ilmunya, tapi dia lebih ke ilmu putih bukan hitam, sehingga dia mampu masuk ke alam gaib. Ayahmu berpesan pada kakek, kalaupun ingin membalas, balaslah dengan cara yang lebih beradap, yakni dengan kelicikan juga!” kakek Zainul menghela nafas.

“Licik di balas kelicikan…!” gumam Radin tanpa sadar.

“Iyahhh…itulah sebabnya kamu diminta kuliah dan belajar dengan benar, ayahmu yakin dengan kemampuan kamu kelak, semua kelicikan Tungga, Bino dan Jabir akan habis oleh kecerdikan kamu…entahlah apakah ketiganya masih hidup kini, atau sudah meninggal, kalau pun masih berusia panjang, tentu usia mereka rata-rata di atas 75 tahunan,” kata kakek Zainul lagi.

Kakek Zainul juga mengatakan, Ki Durangga sudah bertekad dalam hati, tidak mau jadi pembunuh sebagaimana Tungga cs, dia ingin hidup tenang dan menghindari konfrontasi dengan siapapun.

Sampai tengah malam keduanya terus berbincang-bincang, kakek Zainul juga tak bosan-bosannya membekali anak gurunya ini dengan nasehat-nasehat panjang lebar.

Setelah hampi jam 2 subuh, keduanya akhirnya beristirahat, Mahyadin kini sudah dapat gambaran tentang musuh-musuh keluarganya.

Dia paham, ketiga orang itu kalau masih hidup, tentu sudah memiliki kekayaan yang luar biasa, kalau pintar memanfaatkan intan-intan yang sangat berharga tersebut.

Mahyadin juga berpikir, pasti anak keturunan ketiga orang itu rata-rata yang seumuran ayahnya, yakni 55 tahunan lebih.

“Musuh yang berat, pasti anak cucu keturunan Tungga cs sangat banyak…aku harus berhati-hati, karena tujuan utamaku pastinya bukan anak cucunya, tapi Tungga, Bino dan Jabir!” batin Mahyadin, tak lama kemudian diapun terlelap setelah terdengar denting jam 3 subuh.

*****

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status