“Besok kita mulai bergerak…tetap waspada dan hati-hati…terlebih pakaian kita masih pakaian prajurit pasukan Belanda!” Peter tertawa sambil menatap baju-baju mereka, diikuti Tungga, Bino dan Jabir.
Baju Peter yang semula berlumuran darah prajurit Belanda sudah dia cuci dan kering di badan. Mereka akhirnya melanjutkan pencarian, kali ini mereka tak pernah berpapasan dengan siapapun.
Untungnya ke empatnya membawa parang dan senjata yang mereka panggul di bahu masing-masing, yang mereka ambil di benteng tersebut.
Setelah hampir 15 harian berjalan kaki dan beberapa kali harus nyasar, akhirnya mereka sampai di sebuah gua yang sesuai dengan petunjuk peta itu.
Mereka pun tak membuang waktu dan memasuki gua yang dingin dan gelap itu, Tungga, Bino dan Jabir membersihkan semak belukar yang lebat, sedangkan Peter melihat-lihat lagi peta itu.
“Petunjuk di sini, nanti ada aliran air, lalu ikuti aliran itu nah sesampainya di ujung ada tanda, kita gali tanda itu…agaknya di sana di pendam harta-harta ini!” kata Peter, sambil terus mengamati tempat-tempat yang sedang di bersikan ke tiga orang itu.
Mereka pun terus ikuti aliran air dalam gua yang licin dan berlumut itu, agaknya tempat ini sudah puluhan tahun tak pernah di injak manusia.
Akhirnya mereka sampai juga di tanda itu, ke empatnya langsung menggali dengan alat seadanya, untung tanah itu agak lembab.
Setelah menggali hampir satu meter bahkan sudah bercampur air lumpur, parang Peter menyentuh sesuatu seperti besi.
“Lihat ada kotak, kita angkat pelan-pelan!” kata Peter dengan hati berdebar sekaligus harap-harap cemas saking senangnya.
Bino dan Jabir yang memiliki tenaga lebih besar kemudian mengangkat peti itu pelan-pelan ke atas, disaksikan dengan tegang Tungga dan Peter.
Kotak itu terasa ringan saja begitu sampai di atas, peti seukuruan kotak kardus indomie itu di kunci dengan kunci besi yang agak berkarat, setelah dipukul dengan batu, kunci itu patah dan kini dengan berdebar, semuanya menanti apa isi peti ini, Peter lah yang membuka pelan-pelan.
Terbelalak mata mereka melihat ada 6 intan berwarna biru seukuran telor bebek dan ada sebuah kitab di sampingnya.
Tungga, Bino dan Jabir tentu saja lebih tertarik dengan intan itu daripada kitab, karena mereka tak paham isinya.
Kini mereka berempat duduk dan bingung bagaimana membagi intan yang 6 biji itu, yang nilainya pasti sangat luar biasa ini.
Peter sendiri malah sibuk membuka-buka kitab itu, dia tersenyum dalam hati, isi kitab itu ternyata petunjuk ilmu pengobatan dan juga ada sebuah rahasia yang dia masih bingung memecahkannya.
Tanpa Peter sadari, Tungga saling pandang dengan Bino dan Jabir, kini mereka malah berbisik-bisik. Saat Peter terlelap kelelahan setelah membaca kitab tua itu, dia tak sadar Tungga, Bino dan Jabir sudah berniat jahat dengannya.
Satu pukulan di tengkuk Peter oleh Tungga, membuat bule Belanda ini terkulai dengan kitab terlepas dari tangannya.
Ia tak pernah menduga, anak sambungnya itu tega berkhianat padanya, Peter pingsan dan tak tahu lagi apa yang terjadi.
Intan atau harta karun itu telah membuat ketiga orang ini serakah, terutama Tungga, sementara Bino dan Jabir sebetulnya awalnya menolak kelakuan Tungga ini.
Namun Tungga bilang, yang pertama mengetahui adanya peta harta karun ini adalah dia.
“Biar saja si bule ini kita singkirkan, lagian siapa yang bisa jamin dia suatu saat kembali berkhianat dengan perjuangan bangsa ini, tuh negaranya saja dia khianati!” bisik Tungga sebelumnya, sehingga Bino dan Jabir terdiam dan akhirnya menyetujui niat keji Tungga ini.
Saat melihat Peter pingsan, Tungga ingin menebas leher Peter, namun Bino dan Jabir melarangnya, keduanya masih tak tega membunuh Peter yang sudah bekerja sama dengan mereka selama 2,5 bulan lebih ini.
Tungga akhirnya mengalah, karena kedua sahabatnya ini tetap bersekeras melarang niatnya menghabisi Pet Jan Terling.
“Ya sudah, dia akan mati sendiri di sini, ayoo kita pergi dari sini, intan ini kita bagi rata, masing-masing dapat dua. Tapi karena aku yang paling awal tahu soal peta, maka dua biji intan yang gede milik aku, kalian yang agak kecil!” Tungga memang licik, untung Bino dan Jabir tak protes.
Mereka pun pergi dari sana dan meninggalkan Peter yang masih pingsan. Tengah malam barulah Peter sadar, kepalanya langsung pusing dan dia akhirnya merangkak bangun sambil terus mengutuk kelakuan Tungga, Jabir dan Bino.
Paginya, barulah pusing di kepala Peter hilang, bule yang kini benar-benar memihak negeri yang mereka jajah lalu mandi untuk menyegarkan tubuhnya di aliran sungai keci itu.
Dia makan dedaunan hijau, anehnya ada daun yang malah bisa membuatnya seger. Tanpa pikir panjang Peter makan sekenyang-kenyangnya, tenaganya makin pulih dan tanpa dia sadari perutnya yang tadi lapar kini hilang, kepalanya pun sudah tak pusing lagi, agaknya daun ajaib itu termasuk obat herbal yang mampu menyembuhkan sakit di badan.
Peter melihat sekeliling dan menenangkan pikirannya, dia lalu duduk kembali sambil membaca kitab itu kembali.
Tentu saja dia khawatir kalau tiga orang yang tega berkhianat tadi kembali balik ke sini. Peter juga melihat masih ada satu parang atau golok yang tertinggal, sedangkan senjata semuanya di bawa Tungga cs.
Terdapat juga peti yang sebelumnya berisi 6 biji intan, rupanya Tungga cs tak mau membawa peti itu, yang pastinya bakal mengundang perhatian kelak.
Hampir dia terlonjak kegirangan, di kitab itu tertulis ada petunjuk surat-surat berharga bernilai jutaan gulden Belanda, di situ juga tercantum di mana surat-surat itu di simpan.
Ihwal terbitnya surat berharga itu, terkait dengan harta sebuah kerajaan yang entah bagaimana bisa jatuh ke tangan seorang anggota pasukan Belanda, yang lalu merubah jadi obligasi berharga sesuai harga emas berjalan dan dia sembunyikan puluhan tahun dan akhirnya kini ditemukan Peter.
Andai saja Tungga, Bino dan Jabir mau bersabar dan tidak berkhianat, tentu ke tiga orang itu akan dapat bagian.
Karena Pet Jan Terling ini bukan tipikal manusia yang serakah, walaupun dia mudah saja kalau ingin mengadali Tungga cs, seandainya ketiganya tak melakukan perbuatan tercela itu.
Sebelum tewas oleh pasukan pejuang, si tentara ini sempat membuat peta nya, yang secara aneh dan misterius malah jatuh ke tangan mendiang Mayor Van Cook.
Tanpa buang waktu Peter mempelajari kondisi gua ini sesuai petunjuk kitab itu, dan dia bersorak seorang diri sampai tertawa-tawa, karena letak peti berisi surat berharga itu adanya persis di mana dia duduk dan di pukul hingga pingsan oleh Tungga.
Tak begitu sukar Peter menggali tanah itu dengan golok tadi dan akhirnya dia kembali menemukan peti yang ukurannya lebih kecil dari peti berisi 6 intan dan kitab tadi.
Beda dengan peti pertama tadi, peti ini kuncinya masih baik dan utuh, Peter pun sampai terdiam memikirkan bagaimana cara membuka peti kecil ini tanpa merusak peti tersebut.
Peter terus membolak-balik peti ini, saat itulah pandangannya tertumbuk ke peti pertama yang di tinggalkan Tungga, Bino dan Jabir.
Peter lalu meletakan peti kecil hitam ini, dia mengambil peti yang tergeletak itu dan membolak-balik melihat apakah ada sesuatu yang bisa jadi petunjuk.
Peter sampai mengguncang-guncang peti itu, dan hampir saja dia terlonjak lagi kegirangan, karena Sesuatu seperti kunci jatuh dari dalam peti itu, rupanya di sisi peti itu ada lubang tipis dan benda kayak kunci ini di taruh di sana.
Peter pun mengambil kunci ini, namun karena hari mulai gelap, dia pun mengurungkan niatnya langsung membuka peti hitam itu, Peter berpikir mending bersabar, selain sangat gelap, juga kini di luar gua hujan turun dengan sangat lebat, bunyi bergemuruh, seakan air runtuh dari langit.
Peter yang masih euphoria terlelap dengan nyenyak, di samping sangat lelah, dia juga merasa tenaganya mulai lemah lagi, karena lama tak makan nasi, kecuali dedaunan.
Paginya, saat gua mulai ada cahaya masuk, Peter pun meletakan peti ini di tempat agak terang dan begitu peti itu terbuka ada gulungan surat-surat di dalamnya.
Saat dia memeriksa dan membaca surat-surat obligasi ini, Peter melongo melihat nilainya yang luar biasa….!
*****
BERSAMBUNG
Peter pun berjalan berhari-hari menuju di mana pasukan pejuang kocar-kacir, dia tak pernah menduga, kalau Tungga cs yang sudah bertemu para pasukan pejuang, manusia licik ini diam-diam mengatakan Peter telah kembali ke pasukan Belanda, dan berkhianat dengan para pejuang.Hanya dua orang yang tidak percaya kata-kata Tungga, yakni Ki Janos dan gadis yang diam-diam punya hubungan khusus dengan Peter.Di saat yang sama, terjadi perubahan besar-besaran, karena Indonesia kini mulai ditinggalkan pasukan Belanda, melalui Konprensi Meja Bundar 27 Desember 1949, Ratu Juliana mewakili pemerintahan Belanda dan Muhammad Hatta mewakili Indonesia, menyerahkan sepenuhnya daerah jajahannya ke Indonesia.Negeri inipun merdeka setelah 350 tahun dan 3,5 tahun di jajah Belanda serta Jepang. Indonesia pun merdeka sepenuhnya dari Belanda, para pejuang kembali turun gunung dan kembali ke desa masing-masing.Tungga, Bino dan Jabir juga kini bisa bernafas lega, mereka yang kini sudah memiliki masing-masing 2 b
Satu setengah tahun sebelumnya…!Setelah bolak balik tak karuan, pemuda inipun bangkit dari kasurnya dan duduk termenung.“Mimpi buruk lagi….!” pemuda ini mengangguk pada seorang wanita parobaya, lalu dia bangkit dari tidur malamnya dan permisi ke wanita yang juga ibu kandungnya ini.Acil Galuh, ibunya hanya menatap anak tunggalnya ini dengan hati bingung. Ini sudah yang ke 3 kalinya Mahyadin bermimpi bertemu seseorang yang mengaku leluhurnya di masalalu. Galuh yang kini berusia 47 tahun adalah janda yang sudah lama hidup bersama Mahyadin.Suaminya meninggal saat Mahyadin dalam kandungan, Mahyadin duduk termenung di teras rumah sederhana dan dia mengisap sebatang rokok untuk menenangkan pikirannya.Mimpi bertemu orang yang mengaku-ngaku kakeknya membuat dia tak bisa tidur lagi dan memejamkan mata.“Mahyadin…kamu harus membuat perhitungan dengan keturunan Tungga, Bino dan Jabir, mereka telah merampas harta dan membunuh kakek buyutmu,…kakek tak akan bisa tenang sebelum kamu balas dendam
“Hmmm…pernah liat ibu-ibu ngasih ASI ke bayi ga?” tanya Dini nge-balik ucapan Mahyadin.Mahyadin yang memang lugu ini menganggukan kepala.“Pingin ga…?” pancing Dini tertawa kecil.“Emank punya Ka Dini bisa ngeluarin ASI?” Mahyadin yang polos akhirnya terpancing juga.Dini akhirnya langsung tergelak mendengar ucapan apa adanya remaja ini.“Nanti…kalau kamu mau…hmmm…catat deh nomor telepon ka Dini yahhh!” Mahyadin yang tak paham soal ini dengan polosnya langsung mencatat nomor hape Dini.Tak lama kemudian wanita yang memiliki pantat agak lentik dan menggoda ini keluar ruangan, dan tak sampai 10 menitan sudah datang kembali dengan gelas berisi minuman teh manis hangat. Hanya berselang 15 menitan, pa Kadis yang ditunggu-tunggu masuk ke ruang tunggu dan melihat Dini sedang berbincang dengan seorang anak remaja berseragam SMU, dia bertanya ada keperluan apa kepada Mahyadin.Mahyadin pun menyampaikan maksud dan tujuannya serta menyerahkan surat undangan itu. Setelah berbasa-basi dengan ho
Ingat masa remajanya…Mahyadin hanya tersenyum, tapi dia tak menyesali apa yang sudah dia perbuat dengan Dini dan kini masih terus berlanjut, Mahyadin telah jatuh cinta dengan janda muda ini.Bagaimana dengan Wine…yang kini sedang merasa nyaman bersandar di punggungnya…?Tak terasa Mahyadin kini sampai di kampus dan Wine senang sekali bisa berboncengan dengan Mahyadin.“Nanti pulangnya barengan lagi yahh,” kata Wine. Mahyadin hanya mengangguk sambil tersenyum.Melihat senyum Mahyadin, Wine menahan kakinya dan menatap pria yang sangat menarik hatinya ini.“Kapan kamu ada waktu ke rumahku?” pancing Wine.“Nunggu kamu putus dengan pacar kamu!” sahut Mahyadin cepat, Wine langsung tertawa dan berbisik emank pria saja yang bisa punya banyak pacar, wanita juga bisa.“Dasarrrr…uda ahhh yuks masuk kelas, bentar lagi perkuliahan di mulai!” kata Mahyadin sambil merapikan
Mahyadin bingung apa yang dia hadapi saat ini. Dibilang bertemu hantu, tapi kaki orang misterius itu menapak tanah, dibilang manusia, kenapa bisa menghilang tanpa ia ketahui…!Mahyadin yang merasa ngeri sendiri kemudian masuk lagi ke dalam rumah, lama baru bisa memejamkan mata, jelang tengah malam baru dia bisa tertidur disamping kekasihnya.Saat dia dan Dini untuk kesekian kalinya bercinta pada paginya, Dini sampai jengkel karena Mahyadin sudah hampir 1,5 jam lebih tak klimaks-klimaks juga, sampai perih punya dia dan menatap wajah kekasih mudanya yang seakan tak menikmati percintaan mereka.Dini lalu turun dari tubuh Mahyadin dan menatap cemburu wajah pria yang makin dewasa dan semakin tampan ini, terlebih kini brewoknya mulai tumbuh di kedua pipinya.“Kamu lagi mikir siapa…pacar baru yaa!” tegur Dini sambil menarik wajah Mahyadin dan menatapnya tak senang, karena cemburu.Mahyadin tersenyum dan menatap wajah kekasihnya i
Pria tua ini tersenyum lalu dia mendekati pemuda yang dia panggil Radin ini, lalu mengusap pelan wajah pemuda ini sambil mulutnya komat-kamit, seperti merapalkan bacaan ajian tertentu.Setelah mengusapnya perlahan, pria ini menekan dada Mahyadin dan antara sadar dan tidak, Mahyadin seakan menerima hawa panas yang menjalari tubuhnya.Dalam tidurnya, Mahyadin seakan bermimpi dan melihat ada 3 orang dengan wajah beringas sedang berjalan menuju gubuk tempat mereka.Sampai di halaman gubuk itu, pria itu berkacak pinggang dan berteriak.“Pet Jan Terling, hari ini juga kamu harus menyerahkan kitab itu, kalau kamu menolak, nyawa kamu taruhannya!” teriak pria ini, dia sudah menghunus goloknya yang tajam.Pria yang dipanggil Pet Jan Terling ini keluar dari gubuk itu, wajahnya tersenyum menatap siapa yang datang dan berteriak itu, dia terlihat sangat tenang dan tak ada ketakutan dari wajahnya, dia menatap 3 pria yang kini semuanya menghunus golok
Kadang Ki Janos menggendong Satem dan membawanya dengan kecepatan yang sulit dipercaya, Ki Janos bak melayang saja berjalan di dalam hutan dan jauh meninggalkan bekas perkelahian tak seimbang tadi.Anehnya, Mahyadin juga enteng saja mengikuti keduanya, Mahyadin juga seakan punya ilmu melayang.Uniknya keduanya sama sekali tak tahu kalau Mahyadin mengikuti mereka, seakan-akan Mahyadin ini adalah roh yang tak terlihat.Dua hari kemudian, Satem melahirkan bayi laki-laki yang dinamakan Durangga, sayangnya Satem yang masih berduka kehilangan Pet Jan suaminya ini, meninggal dunia setelah mengalami pendarahan usai melahirkan.Bayi Durangga yang malang ini akhirnya dipelihara Ki Janos sampai besar.Sampai di sini, bak menonton sebuah film, layar pun menyatakan film itu selesai.Mahyadin langsung tersadar…rohnya seakan masuk kembali ke raga dia dan kini dia sudah sadar kembali, se-sadar-sadarnya.Ia menatap kebingungan wajah Durangga ya
Saat melepas bajunya, Dewi sempat melirik Ki Sanus yang ternyata sudah duduk bersemedhi dari jarak 5 meter dari dia dan memejamkan mata. Sayup-sayup dia mendengar suara Ki Sanus.“Tak usah ragu…lepaskan pakaian kamu dan ikuti apa yang kubaca…!” Dewi bergidik kedinginan, tapi dia patuh dan kini badannya polos, lagi-lagi dia melirik Ki Sanus, namun pria itu tetap memejamkan mata dan tidak memperhatikan dia.Dewi pun tenang dan tak malu-malu lagi, dia pun kini duduk polos di sebuah batu datar dengan badan menggigil kedinginan.Baru pertama kali Dewi berani polos begini di depan seorang pria yang bukan suaminya. Namun tekadnya untuk memiliki keturunan mengalahkan rasa sungkan dan malunya itu.Keanehan mulai Dewi rasakan, saat konsentrasi dan ikut melapalkan apa yang dibaca Ki Sanus, badannya mulai hangat dan kini dia merasa nyaman tidak lagi menggigil kedinginan seperti tadi.Lama-lama Dewi pun kini tenggelam dalam semedhinya