Share

BAB 2

Terlihat Bu Ani sedang sibuk di dapur ketika Harry masuk kedalam rumhnya. "Assalamualaikum Bu!" Seru Harry sambil membuka pintu rumahnya. Terlihat jelas dari pintu depan ke arah dapur, ibu Ani sedang masak untuk makan sore keluarga kecilnya termasuk Harry dan kakak nya Deni.

"Wa'alaikumsalam, eh Harry, kamu baru pulang, Tumben sore banget baru pulang ? Gimna jualannya, lancar ?" Tanya Bu Ani sambil tersenyum.

"Iya Bu, Alhamdulillah lancar, tadi sebelum kesini aku mampir dulu diwarung Pak Ujang untuk beli kopi, sekalian aja nawarin. seperti biasa kalo mau nawarin Pak Ujang harus basa basi dulu pura-pura beli kopi, ngobrol kesana-kemari, dan akhirnya kan tuh, Alhamdulillah, tinggal sisa sedikit lagi dagangannya. Hehe.." Harry sambil tersenyum dan berjalan menuju kamarnya. Menyimpan tas selempang dan sisa barang dagangannya itu. obrolan Harry dan ibunya berlanjut sampai Harry masuk kamar mandi dan ibunya pun menyelesaikan masaknya.

*

Makanan sudah disiapkan, sajian sederhana khas kebanyakan orang di kampungnya Harry sajikan. Ada sambal terasi, ikan asin, goreng tempe dan lalapan daun singkong, terlihat kumplit juga dengan minuman teh yang semuanya masih hangat. Sajian makanan dengan hanya beralas tikar diruang tengah rumahnya Harry, kini Harry dan ibunya sudah duduk untuk siap makan bersama.

"Oh iya, tadi pas ibu baru pulang, ibu lihat ada undangan pernikahan untukmu, kayaknya tadi siang ketika tidak ada siapa-siapa dirumah, jadi yang nganterin nya menyimpan  surat itu di bawah pintu" ibu Harry membuka obrolan.

"Dimana surat undangannya Bu ?" Tanya Harry sepontan dengan penuh rasa penasaran karena dari tadi diapun memikirkan seorang wanita yang mencarinya kata Bu Aminah. Harry pun berpikir mungkin wanita itu yang nganterin surat undangan tersebut.

"Nanti saja ibu kasihkan padamu setelah makan" Bu Harry langsung mengambil piring dan mengalas nasi untuk Harry. Seperti sudah biasa Bu Ani mengalaskan nasi untuk anaknya itu, hingga ia tahu ukuran porsi makan Harry.

"Ya sudah baiklah" jawab Harry sambil menahan rasa penasarannya hingga ia selesai makan. "Deni kemana Bu ?"

"Biarlah, susah dibilangin anak itu mh" ucap Bu Ani terlihat menyembunyikan kejengkelannya pada Harry.

Harry pun seakan sudah paham apa yang terjadi sama ibu dan kakak nya itu, dan Harry melanjutkan makannya yang terlihat sangat lahap sekali, karena memang hidangan yang disajikan adalah merupakan makanan favorit nya Harry sejak kecil terbiasa dengan makanan-makanan yang sederhana. Bahkan kalo disuruh milih enak mana ikan asin sama daging ayam, Harry pasti memilih ikan asin. Tapi ikan asin akan sangat terasa kurang apabila tidak ada sambal terasi dan lalapan nya.

Selesai makan Harry langsung bergegas membereskan sisa makannya dan langsung mencari surat undangan yang ibunya simpan. "Dimana Bu ?" Tanya Harry sambil lemari TV yang ada di ruangan tengah. "Itu di atas TV dibawah buku bacaanmu" teriak ibu dari arah dapur.

"Nah, ini mungkin" gumamnya. Surat undangan pernikahan berwarna biru dengan tiga lipatan terlihat sangat mewah dengan hiasan tali pita pada sampulnya berwarna keemasan, ditulis dipojok kanan bawahnya nama Harry Ramdhani terbungkus plastik.

Harry berpikir bahwa ini bukan acara pernikahan bisa, dilihat dari undangannya saja sudah terlihat sangat mewah dan elegan, pastinya biaya untuk bikin surat undangannya ini tidak murah, membutuhkan budget yang bukan sekelas Harry bisa membuat undangan pernikahan yang seperti ini apabila nanti Harry menikah.

Setelah membaca nama kedua mempelainya yang tertulis indah pada sampul undangan tersebut sepertinya namanya tidak asing bagi Harry, apalagi pada nama mempelai wanitanya tertulis nama Nadhya. Sontak membuat Harry hanyut dalam bayangannya flashback menuju dua tahun sebelum Harry memutuskan untuk cuti dari kampusnya dikarenakan tidak mampu membayar biaya perkuliahan disemester lima.

Ingatan Harry terhenti pada sebuah nama yang sampai saat ini tidak pernah bisa dia lupakan, nama yang membuatnya sangat menyesali keputusannya berhenti kuliah, karena nama itu adalah salah satu alasan yang membuatnya bersemangat untuk hadir paling awal datang ke kampus. Iya, Harry pernah menyukai wanita yang bernama Nadhya dikampusnya, akan tetapi tidak pernah sedikitpun ada keberanian Harry untuk sekedar mengungkapkan perasaannya secara langsung.

Nadhya adalah salah satu wanita yang sejak awal masuk kampus sudah menjadi incaran para senior. Wajah cantik dengan perawakan yang ideal bak model profesional yang ada di kontes kecantikan Miss universe, menjadi salah satu dari sekian banyak kelebihan Nadhya yang diketahui oleh Harry. 

Akan tetapi yang menjadi Harry sangat begitu menyukai Nadhya adalah sifat dan karakternya yang baik dan tidak pernah memandang rendah terhadap orang lain, gaya bicaranya yang lugas dengan suara lembut seakan setiap orang yang menjadi lawan bicaranya terhipnotis. Itulah kesan pertama Nadhya ketika bertemu dengan Harry. Kebetulan Nadhya dan Harry mengambil jurusan yang sama yaitu ilmu administrasi bisnis pada fakultas ekonomi di universitas swasta. 

Seiring berjalannya waktu, Nadhya dan Harry menjadi teman sekelas. Sekilas terlihat biasa saja bagi Nadhya, akan tetapi lain halnya dengan Harry yang selalu menahan perasaannya ketika berdekatan dengan Nadhya. Apalagi ketika Harry dan Nadhya terkadang disatukan dalam satu kelompok di beberapa mata kuliah.

Selain dari karismanya yang kuat, Nadhya memiliki background keluarga yang bisa dibilang kaya raya, terbukti setiap Nadhya kekampus selalu diantar oleh mobil mewah berjenis Mercedes Benz.

"Terakhir dengar angkatan aku kemarin baru selesai wisuda, apa mungkin ini Nadhya ?" Dengan semua rasa penasarannya Harrypun membuka lipatan undangan tersebut dan terus membaca Suma detail tulisannya.

Harry terkejut, jelas sekali semua ekspresi kekecewaan yang ada dibenaknya. Harry tidak mampu berkata apa-apa lagi, tanpa senyuman dia langsung menutup surat undangan tersebut, mencoba bersikap seakan tidak terjadi apa-apa dan semua baik-baik saja, dia berjalan masuk ke kamarnya dengan sangat lemas.

Harry sadar bahwa semua penyesalannya kini berakhir pada sebuah hal yang sangat menyakitkan. Dia berpikir "andai saja aku bisa melanjutkan kuliah, mungkin aku mempunyai kesempatan untuk sekedar mengungkapkan semua perasaan ini. Setidaknya hal tersebut bisa membuatku sedikit mengurangi beban yang ada dihatinya".

Tapi apalah daya tangan tak sampai, Harry pun sadar akan kondisinya saat ini, bagaikan bumi ingin memeluk langit. Sambil berbaring dikasurnya, Harry menutup mata mencoba merefleksikan pemikirannya mencoba menghadirkan pikiran-pikiran positif, merubah semua sudut pandangnya, supaya apa yang saat ini dia rasakan bisa menjadi motivasi dan cambuk untuk mengejar semua mimpi-mimpinya.

Harry membuka mata dari kontemplasinya, seakan baru mendapat kekuatan besar yang entah dari mana, Harry berkata dengan penuh keyakinan, "Aku Harus Hadir !".

Kisah asmara Harry memang tidak seindah remaja lainnya, bahkan selama di SMA sekalipun dia tidak pernah berpacaran.

Mungkin karena wajah Harry jelek ? Tidak, Harry memiliki wajah yang cukup baik, hidung mancung, dagu sepotong telur, mata tajam. Bahkan sering kali ada wanita yang mencoba cari perhatian Harry, bahkan ada juga yang terang-terangan mengungkapkan bahwa dia menyukainya, tapi sayangnya Harry tolak yang membuat wanita tersebut kecewa dan seakan berbalik membenci, Harry tak menghiraukannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status