공유

Chapter 8

작가: Widya Karima
last update 최신 업데이트: 2021-05-28 09:33:20

Lelaki itu akhirnya memunggungi kolam air mancur di taman Fakultas Kedokteran swasta milik Apaknya itu. Satu persatu ia menuruni anak tangga taman menuju ke parkiran mobilnya. Lalu ia menaiki Alphard hitamnya dan kembali ke rumah.

Langit siang ini cerah. Richi membelah jalanan Kota Padang. Kanan kiri kota itu sangat indah karena setiap bangunan pemerintahan maupun swasta selalu memiliki atap melengkung ke kanan dan ke kiri seperti tanduk kerbau. Sama seperti kampus kedokteran swasta tadi. Namanya atap gonjong. Seperti sejarah Minangkabau, yaitu berasal dari kata Minang yang berarti menang dan Kabau yang berarti kerbau. Kerbau yang menang. Terinspirasi dari tanduk kerbau, Minangkabau menjadi ranah yang memesona dan terkenal budayanya hingga ke pelosok dunia.

Richi telah sampai di rumahnya. Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri terkenal di Jakarta itu, kampus kuning, ia pulang ke Padang. Apaknya memang membuka Fakultas Kedokteran swasta di Padang, tetapi Apaknya menyuruh anak lelakinya kuliah di salah satu universitas negeri terbaik di Indonesia. 

"Walau Apak mantan pedagang minyak tanah, cukuplah Apak saja. Biar kamu kuliah yang tinggi-tinggi." Kata Apak sebelum memiliki penyakit Diabetes Melitus tipe dua.

"Richi kan bisa kuliah di Fakultas Kedokteran universitas swasta yang Apak dan Amak bangun?" Tukas Richi. "agar bisa selalu menjaga Amak dan Apak di rumah." Lanjutnya.

"Harus di universitas terbaik, Nak." Jawab Apak lagi menentang. "Orang harus tahu kalau kamu menjadi dokter bukan karena kampus kita, tetapi karena memang kamu benar-benar terkualifikasi masuk kampus negeri elit dan terkenal itu. Kamu pewaris utama yang akan mengolah universitas ini setelah Apak. Jadi, kamu harus menjadi pengolah yang lebih baik dari hasil output kampus kamu."

Richi terdiam. Ia merasa hal ini merupakan beban yang memang harus dipikulnya. Begitu juga dengan enam adiknya yang lain. Mereka dikuliahkan Apak ke kampus kuning juga, dan yang satu ke Amerika mengambil Jurusan Manajemen Bisnis, dan empat orang lagi yang perempuan pewaris darah minang, masih bersekolah di Padang. Dua orang kelas satu dan tiga SMA, serta yang duanya lagi masih duduk di bangku SMP. Pas tujuh bersaudara.

"Duduk di sini dulu, Richi. Apak mau cerita." Richi yang dulu liburan semester lima di jurusan kedokteran kampus kuning itu mendatangi Apaknya yang duduk di sofa depan meja tivi.

"Ada apa, Apak?" Tanya Richi.

"Bagaimana kuliahmu? Apa rasanya merantau jauh dari Padang?" Tanya Apak lagi.

"Ehm, suka dan duka telah Richi lewati selama lima semester ini, Apak. Makanya kini Richi mau pulang dulu ke Padang. Ingin menikmati hawa sejuk Padang dan rumah kita." Jawab Richi pada garis besarnya saja.

"Seandainya dulu Apakmu ini dokter juga, pasti wanita itu memilih Apak." Lirih Apak.

"Wanita mana, Pak?" Tanya Richi.

"Awas nanti lewat Amakmu." Canda Apak. Amak yang sedang pergi shopping ke Andalas Mall tentunya tidak akan mendengar Apak berbicara.

Richi tertawa kecil diikuti Apak juga.

"Dulu ya, dulu...," kata Apak masih sambil tertawa, "Sebelum Apak menikah dengan Amak, Apak menjalin cinta dengan seorang gadis. Kami sangat dekat. Melihat atap rumahnya saja, Apak senang sekali. Apalagi kalau Apak mendapatkan balasan surat cinta Apak dari gadis itu. Rasanya dunia ini dipenuhi bunga mawar." Apak melanjutkan tawanya sebentar. Richi ikut tertawa geli.

"Apak, Apak....," komentar Richi.

Tapi kini wajah Apak agak berubah. Tapi kemudian tertawa lagi. Richi menjadi penasaran kalimat apa yang akan keluar dari mulut Apak lagi.

"Gadis itu bernama Mirna. Suatu hari Apak menerima surat lagi darinya. Tebak apakah Apak senang, Richi?" Tanya Apak main tebak-tebakan?

"Ya jelas senang kan, Apak?" Jawab Richi yakin sambil tertawa kecil lalu berdehem-dehem menggoda Apak.

"Ya, kamu benar." Jawab Apak lagi. "tapi Apak senangnya cuma lima menit saja." Apak melanjutkan.

"Nah lho?!" Richi penasaran mengapa. Lalu Apak melanjutkan ceritanya.

"Lalu Apak membuka surat itu. Apak tak sabar kalimat indah apa lagi yang akan Apak baca." Kata Apak tak melanjutkan.

"Ya apa dong, Apak?" Tanya Richi tambah penasaran.

Apak agak sedih. Tapi disembunyikannya wajah itu. 

"Yang harus kamu tahu, Amak kamu adalah wanita terhebat Apak. Ketika itu dia hanya lulusan, ehm, kalau kini setara SMP. Tapi zaman dulu, Amakmu sudah mengajar baca tulis pada anak-anak di kampung kita. Itulah salah satu dari Amakmu yang membuat Apak kagum." Jawab Apak lagi. 

"Lalu bertemulah Apak dengan Amakmu, kami tetangga di kampung itu. Makwo-mu sering memuj Amakmu kala itu. Amak kader bangsa lah, Amak wanita hebat seperti Kartini lah, Amak rancak (cantik) dan pintar memasak lah. Itu artinya Makwo-mu suka sama anak tetangganya itu, ya Amakmu." Apak tersenyum bahagia. Sorot matanya penuh cinta ketika menceritakan Amak sewaktu gadis.

"Waktu itu kami juga selalu bermain dan bertemu sahabat kami sejak dulu yang sangat setia. Namanya Pak Sutan Darmansyah, Pak Darmansyah, eh, Pak Darman Apak memanggilnya. Kami buka usaha bersama. Cuma dia dan istrinya akhirnya bisa kuliah di universitas di Padang. Waw, waktu itu cuma sedikit rakyat Padang yang bisa sekolah. Cuma anak orang kaya saja. Tapi Pak Darman membiayai kuliahnya sendiri. Istrinya yang kaya." Lanjut Apak seperti mengalihkan cerita. Tapi, Richi mengembalikan ceritanya lagi ke tempat semula.

"Apak, tadi sepertinya ada yang terlewat." Ujar Richi.

"Apa ya? Apak lupa tadi bicara apa?Mungkin Apak mulai pikun." Jawab Apak.

"Itu pak, surat dari gadis itu tadi apa isinya? Sepertinya Apak sedih sekali dengan kedatangan surat itu." Tukas Richi.

"Oh, tentang itu ya. Hahaha," Apak tertawa. Oh, kalau itu, gini, dulu kan Pak Darmansyah dan istrinya bisa kuliah, sedangkan Apak tidak bisa. Paman-pamanmu banyak yang harus Apak biayai. Kami anak yatim piatu, yang mengurus kami hanyalah Makwo-mu saja. Oleh karena itu, Apak pilih membantu Makwo Apak mencari nafkah. Apak bekerja siang malam. Kalau siang, Apak menjual minyak tanah, kalau malam, Apak menulis buku. Apak kirimkan buku-buku Apak ke penerbit. Sayangnya Apak kurang serius, buku Apak tidak ada yang diterima penerbit. Cuma beberapa tulisan Apakmu ini pernah terbit di koran lokal Padang Berita." Kata Apak lagi dengan bangga.

"Emangnya apa sih Apak isi surat itu?" Tanya Richi tak puas dengan jawaban Apak. Richi merasa Apak belum jelas bercerita. Richi belum paham isi cerita yang sebenarnya.

"Isi surat itu bahwa perempuan itu mau dijodohkan Apak dan Amaknya dengan calon dokter." Jawab Apak.

Richi masih terdiam merenungkan cerita Apaknya.

"Di surat itu, gadis itu menulis kalau Apaknya tidak setuju dengan Apak yang hanya pedagang minyak tanah." Apak diam. Lidahnya sedikit kelu. Apak sedang bernostalgia dengan cerita sedihnya.

"Hahaha!" Kini Apak tertawa ngilu dan membuat Richi kaget. Lalu Richi berkata, "Yang penting Apak jadi beruntung kan dapat Amak." Richi menghibur Apak. Apak senang.

"Ya, tentu dong, Nak." Kata Apak dengan sorot mata bahagia. "Amakmu Amak terhebat. Amak yang menolong Apak berjualan minyak tanah di sela-sela ia mengajar baca tulis pada anak kampung. Kami tidak sekolah tinggi, tetapi setelah menikah, kami bersepakat anak-anak kami harus sekolah tinggi dan menjadi lebih hebat dari kami." Kata Apak membuat Richi terharu.

"Apak lebih hebat dari calon dokter itu lho, Pak." Kata Richi. "Dan Apak beruntung karena tidak jadi menikahi gadis itu." Lanjut Richi berkomentar.

"Menurutmu kenapa?" Tanya Apak lagi.

"Dokter itu mencari pekerjaan, lalu dapat kerja, baru dapat duit, sedangkan Apak dan Amak malah membuka lowongan pekerjaan yang menarik pekerja se-Sumatera Barat dan Indonesia untuk bekerja di sekolah-sekolah yang Apak dan Amak dirikan, di kampus swasta Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi yang Apak dan Amak dirikan. Dan..., bahkan Apak lebih hebat dari Richi dan adik Richi yang kini Apak sekolahkan ke luar negeri, Amerika" Jawab Richi lengkap. "Apak kini malah mempekerjakan orang-orang pintar itu. Right, sebenarnya Apak yang lebih pintar." Kata Richi lagi dengan jujur dan antusias agar Apak terhibur. Jujur, Apak memang terhibur atas pembelaan anaknya itu.

"Lalu kenapa Apak beruntung tidak jadi menikah dengan gadis itu?" Tanya Richi yang tidak membutuhkan jawaban Apak. "Itu karena gadis itu memang tidak pantas untuk Apak. Dan juga gadis itu tidak setia. Ia lebih memilih dokter atau dalam tanda kutip, hanya sebagai profesi yang prestigius, bukan memilih lelaki yang mencintainya, artinya bukan memilih cinta." Lanjut Richi berpendapat.

Apak tersenyum karena menurut Apak, apa yang ia tanamkan pada anak-anaknya lebih penting daripada sekadar cerita lama yang hanya cocok dijadikan pelajaran saja.

Lalu Richi berkata lagi, "Artinya Apak adalah lelaki hebat dan jujur bahwa gadis itu sangat menyesal tidak memilih Apak."

"Mungkin memang belum jodohnya juga, Nak." Kata Apak masih dengan senyumannya yang mekar.

"Tidak, Apak. Apak memang hebat." Kata Richi lagi mencoba melambungkan Apaknya.

Apak hanya tersenyum, dalam. "Alhamdulillah!" Jawab Apak.

Setiap jalan hidup akan memberikan pengalamannya sendiri. Membangun jiwa yang patah menjadi kuat. Menorehkan luka yang berubah jadi asa. Melapangkan dada dengan belajar dari setiap kekecewaan yang pernah datang. Silih berganti ia. Ia pasti akan selalu datang dan pergi dalam kehidupan ini. Tinggal ketegaran dan kelapangan jiwa yang harus kita bangun dan miliki.

Lelaki bernama Richi itu memasuki kamarnya. Ia bangga dengan air mancur di taman kampus swasta tadi yang dibikin Amak dan Apaknya. Ia membaringkan badannya yang baru pulang dari bandara. Menunggu di kamar saat Apak dan Amak pulang. Ia menatap langit-langit kamarnya yang penuh dengan kilauan kuning emas pada flaponnya. Ia merenungkan cerita Apaknya enam tahun yang lalu. Lalu ia berkata dalam batinnya, "Aku harus menemukan perempuan seperti Amak!"

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Cinta Berengseklicious   Chapter 45

    "Delapan tahun yang lalu Amak meninggalkan kami semua. Enam tahun yang lalu Amak datang lagi menemui kami bersama Gibran yang berusia lima tahun." Mitha melamun mengenang kenangan buruk itu."Artinya kini usia Gibran 11 tahun. Emm, sudah sekitar kelas 6 SD." Mitha membayangkan Gibran yang sudah hampir menginjak masa SMP, masa remaja muda. Masa yang secara ilmu psikologi sangat 'membutuhkan' sosok 'ayah', masa remaja muda umur 11, 12 tahun.Mitha masih duduk di sofa malas di rumah besar Rissa di Jakarta. Walaupun besar, ia tetap merasa kesepian. Selagi di Jakarta, Rissa banyak urusan di luar."Mumpung kamu lagi di Jakarta." kata Misce, sepupu Rissa yang rumahnya juga di Jakarta, sedangkan Wanda dan Tomi sudah balik ke Cianjur, sedangkan Rara baru saja mulai iship di Rumah Sakit Jakarta Muda karena tahun lalu ia ikut suaminya melanjutkan kuliahnya di Seoul, Korea Selatan."Ayo kak, Misce anterin milih baju pernikahan lu. Gue bakal ajak lu ke butik terkenal

  • Cinta Berengseklicious   Chapter 44

    Presiden Republik Indonesia baru saja memperpanjang masa PPKM pembatasan kegiatan masyarakat selama masa pandemi ini, terutama di Jakarta. Jalanan depan rumah Rissa tampak sepi. Mitha melihat pemandangan pagi ini dari kaca rumah di depan kamarnya di lantai dua. Tiba-tiba ia melihat seorang lelaki yang memang datang ke acara pertunangan Rissa dan Yusuf berada di depan pintu pagar depan rumah.Mitha hanya sendirian di kamar. Barusan Yusuf dan keluarganya pulang ke Bengkulu diantar Rissa dan keluarganya, Rissa, Mami, dan Papinya. Mitha tidak ikut, ia bilang biarlah ia menunggu di rumah saja. Oleh karena itu, ia hanya seorang diri di dalam kamar tamu di lantai dua di samping kamar Rissa itu. Ia mengetik alamat yang berada di kartu nama bernamakan Maemunah itu pada aplikasi peta di internet, Google Map. Lalu ia klik sekali untuk melihat seberapa jauh jarak alamat itu dari rumah Rissa."Jalan kaki cuma 2 menit. Naik motor cuma 30 detik, dan naik mobil hanya 35 detik."

  • Cinta Berengseklicious   Chapter 43

    Dokter Steven adalah seorang psikoterapis dengan spesialisasi dalam seks dan hubungan. Ia dokter pertama yang terekam dalam benak Yusuf saat memanaskan air untuk menyeduh kopinya sendiri. Ia adalah kakak kelas Yusuf saat di kampus dulu. Tapi terpaut lumayan jauh darinya, terpaut sekitar 5 tahun.Pagi itu pikirannya hanya tertuju pada kesembuhannya. Masokis yang dialaminya lebih karena diakibatkan trauma masa kecilnya. Trauma masa lampau membuatnya ingin mati saja. Ayahnya yang sangat suka menghardik ibunya dan dirinya saat masih kecil dulu dengan kasar membuat otaknya terngiang-ngiang dalam lamunannya."Jangan tendang ibu, pak." kata Yusuf.Yusuf kecil yang sedang memeluk kaki kiri bapaknya menangis tersedu-sedu. Ibunya ditendang bapaknya lantaran ketahuan selingkuh di rumahnya sendiri. Padahal ibunya tidak selingkuh. Itu hanya asumsi bapaknya saja. Hanyalah kesalahpahaman.Paman Danang yang dari Korea Selatan datang ke rumah sahabatnya itu membelik

  • Cinta Berengseklicious   Chapter 42

    Mempersiapkan pernikahan ditambah lagi mempersiapkan ujian iship dan ujian akhir profesi dokter membuat Rissa sangat kewalahan. Ditambah jumlah pasien di RSUD Gading Cempaka Bengkulu tidak pernah usai. Malah jumlahnya tambah meningkat tajam dan jenis klaster baru terjadi terus, dari klaster keluarga, klaster kantor, klaster sekolah, klaster restoran/tempat makan, klaster pernikahan, klaster obyek pariwisata, dan banyak lagi."Saturasi oksigennya hanya 70%, Dok." lapor Vivi pada Dokter Rissa yang masih mengenakan hazmatnya. Panas sekali rasanya. Rasanya Rissa ingin segera mencemplungkan dirinya di kolam renang sekarang juga."Oke," jawab Rissa pada Vivi. Peluh keringatnya sudah menetes-netes di kelopak matanya."Tolong siapkan ruangan satu lagi, tolong pasang catheter urin, sama pasang infus ya." kata Dokter Susan menimpali. Lalu ia berbisik pada Dokter Rissa."Ris, kamu ganti hazmat sana. Mandi aja. Kamu gak takut sama janin kamu?" kata Dokter Susan

  • Cinta Berengseklicious   Chapter 41

    Bunga-bunga melati dan mawar putih bermekaran di latar papan cream pelaminan kecil, mendominasi back ground lamaran pernikahan malam ini. Ditambah aksen pink pastel warna kesukaan Rissa sejak remaja. Lampu-lampu hias tergantung di antara bunga-bunga itu. Warnanya cerah kekuningan. Berkerlap-kerlip menambah semarak hiasan pada papan tinggi di belakangnya. Dua bangku bersandar berwarna putih bersih terdiam di depan pelaminan kecil itu. Berpasangan dengan hiasan pita emas di sandaran kursinya. Persis di samping standing roll berbentuk hati merah. Bertuliskan "Happy Engagement, Rissa & Yusuf" besar-besar berwarna emas. Terkesan akan kemewahan yang sempurna. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di Indonesia semenjak pandemi covid-19, khususnya di Jakarta membuat acara pertunangan antara Rissa dan Yusuf di dalam rumah besar itu hanya disaksikan oleh keluarga besar saja dan beberapa teman dekat Rissa dan Yusuf. "Hei Rissa, kamu cantik sekali memaka

  • Cinta Berengseklicious   Chapter 40

    Februari 2011Aku berpamitan dengan Apak. Liburan kuliahku selama dua minggu telah usai. Kini kami harus masuk kuliah semester genab."Pak, Mitha berangkat dulu ya." kataku pada Apak di depan pintu rumah sambil mencium punggung tangannya. Adi, Shinta, dan Puspa juga menyalamiku satu-satu. Jika melihat Adi, aku ingat kalau sebentar lagi dia tamat SMA dan mungkin harus kuliah."Iya, Mitha. Hati-hati di jalan ya. Kalau sudah sampai, tolong telepon bapak atau Adi." pesan Apak padaku.Orang yang punya Hp waktu itu hanyalah Adi dan Apak. Itu pun hand phone harga minimalis. Belum ada wasap atau wechat seperti sekarang. Masih pakai sms.Setelah pertemuan kami dengan Amak yang kini kami harus memanggilnya dengan sebutan mama, Apak sering murung. Kadang matanya berkaca-kaca sambil berkata, "Maemunah, maafkan saya yang belum bisa membahagiakan kamu selama ini." Apak telah dikhianati, tetapi beliau malah mengupat dirinya sendiri.Aku berdiri di depan go

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status