Share

Chapter 7

8 April 2020

Dokter Susan menangis di telepon. Ia kembali menghubungi Dokter Andi. 

"Dok, hari ini bisa ganti hari jaga lagi?" Tanya Dokter Susan mencoba menenangkan diri sendiri.

"Dokter Susan, mohon maaf tapi saya dinas di RSUD Muhammad 24 jam ke depan." Jawab Dokter Andi tak enak.

"Ada apa Dokter Susan?" Tanya Dokter Andi lagi.

"Kami sekeluarga diisolasi di RSUD Muhammad." Jawab Dokter Susan lagi.

Dokter Andi terbelalak. Itu RSUD tempatnya kini ia akan dinas 24 jam ke depan. Dokter Andi yang berperawakan gemuk dan berkacamata itu mencoba menenangkan dan memberikan semangat kepada rekan kerjanya agar segera sembuh walaupun Dokter Susan dengannya pernah mengalami peristiwa hitam, ketika di SMA dulu wanita gemuk putih berambut keriting panjang itu pernah ditolaknya. Tapi kini mereka malah menjadi rekan kerja baru di RSUD Gading Cempaka. Dokter Susan ditempatkan di RSUD yang alatnya lebih lengkap daripada RSUD Tipe D Gading Cempaka.

"Kenapa gak isolasi di rumah saja, Dok?" Tanya Dokter Andi. 

"Si Adi penurunan kesadarannya sangat besar." Kata Dokter Susan mengabari kondisi adiknya yang baru pulang dari Bandung itu. Saya takut ada apa-apa kalau di rumah." Jawab Dokter Susan lagi lalu meminta izin mematikan telepon.

Dokter Andi yang terbelalak kini menelepon kepala ruangan IGD RSUD Gading Cempaka, menanyakan siapa saja yang telah terlanjur kontak erat dengan Dokter Susan sewaktu jaga IGD sejak bulan lalu setelah adiknya datang dari Bandung dan Jakarta.

Nurse Gunawan sebagai kepala ruangan mencoba memulai rapat kecil di grup W******p IGD. Lalu ia membicarakan hal ini kepada direktur. Seluruh dokter iship, perawat IGD, serta petugas yang kontak erat dengan Dokter Susan, ditracing, lalu dilakukan pemeriksaan rapid test.

"Kontak erat itu artinya kalian selama minimal lima belas menit berada dengan jarak minimal 1 m terhadap penderita terkonfirmasi covid-19 dan tanpa masker." Kata direktur rumah sakit mengarahkan Nurse Gunawan agar menginformasikan kepada seluruh petugas IGD.

Rapid test pun diselenggarakan kecil-kecilan kepada seluruh petugas IGD, labor, dan radiologi yang kontak erat maupun tidak kontak erat pada ibu itu.

Perawat Vivi, Bonar, Roger, dan Bidan IGD Pipit segera melakukan rapid test hari itu. Juga 3 dokter iship ikut melakukan rapid test. Disusul petugas laboratorium dan petugas instalasi radiologi juga dilakukan Rapid Test. Semua hasilnya negatif, kecuali Nurse Bonar.

Semua mata terbelalak melihat tabel bahwa Nurse Bonar hasil Rapid Testnya positif. Nurse Bonar sempat shock melihat hasilnya. Bagaimana tidak, ia sudah kontak dengan seluruh anggota keluarganya dan beberapa rekan kerjanya, pergi ke atm bank, makan bakso bakar di kantin RSUD, mencuci motor di tempat cuci motor yang masih buka, dan banyak lagi.

"Kamu yakin hasil Rapid Test itu akurat, Vi? Kata dr. Rissa yang hasil Rapid Testnya negatif. 

"Gak tahu juga, Dok. Saya benar-benar blank. Bukankah Bonar punya anak bayi di rumahnya?" Tanya Vivi lagi. Perawat yang sedang memerhatikan buku register IGD itu kini menatap Dokter Rissa yang dinas hari itu.

"Istri Nurse Bonar bukannya yang baru melahirkan dua bulan yang lalu ya?" Tanya Dokter Rissa lagi meyakinkan Nurse Vivi.

"Iya, Dok." Nurse Vivi mengangguk. Lalu mereka berdua memukul jidat sambil bilang "Cape deh!" Sesuatu yang sangat disayangkan dan dikhawatirkan.

"Bagaimana kalau bayi mungil itu tertular, Dok?" Tanya Nurse Vivi. Muka Vivi tampak sedih membayangkan bayi mungil Nurse Bonar tertular bila kontak erat dengan ayahnya.

"Sedih ya. Paling mungkin tertular kalau bayinya kontak erat." Jawab Nurse Vivi.

"Tapi Nurse Bonar tidak menampakkan gejala." Ujar Nurse Vivi menyelidik sendiri.

"Itu namanya OTG, Mbak Vivi. OTG itu kepanjangan Orang Tanpa Gejala." Jelas Dokter Rissa. Nurse Vivi manyun.

Nurse Gunawan menyarankan agar Nurse Bonar melakukan isolasi mandiri di rumahnya. 

"Besok pagi Nurse Bonar harus diswab PCR." Ujar kepala ruangan IGD itu. 

Karena masih baru, tes swab PCR memakan waktu beberapa hari untuk mengantre dicek di laboratorium RSUD Muhammad. Hari itu juga hasil swab Nurse Bonar dan keluarganya diantar ke RSUD Pusat.

Pengumuman pagi ini ditempel di majalah dinding RSUD Gading Cempaka untuk dibaca oleh seluruh karyawan. 

SEMUA KARYAWAN TANPA TERKECUALI HARUS DISWAB PCR MULAI SORE INI. 

TERTANDA

DIREKTUR RSUD

"Seru banget ya tu pengumuman. Membayangkannya saja gua mual." Lirih Dokter Rissa pada teman sejawatnya di IGD hari ini. "Gua hari ini lepas dinas dan ngantuk berat kayak gini, entar sore disuruh datang pula ke RSUD ini lagi buat swab." Dokter Rissa berjalan dari kamar jaga dokter sambil mengomel sepanjang jalan. Ia membawa seluruh barang-barang kebutuhan dinas malamnya di RSUD malam tadi ke bagasi Honda Jazz putihnya.

Mana tidak, bukan hanya IGD yang kontak erat seluruhnya dengan Dokter Susan, melainkan juga Ruangan Bangsal Melati kecolongan merawat pasien covid tanpa APD karena APD digunakan hanya apabila ke ruangan isolasi covid paling belakang dari gedung RSUD Gading Cempaka.

Seluruh karyawan rumah sakit mulai dari dokter spesialis hingga pak satpam dan cleaning service pun wajib swab PCR.

"Ugh, sakit sekali hidungku dicungkil."

"Udah ah, jangan ngomel terus. Hajar aja!"

"Ya Ampun, gara-gara corona, hidung kita semuanya dicungkil." 

Banyak karyawan yang mengomel. Dokter Rissa kebagian diswab jam lima sore.

Seorang lelaki yang sudah ia kenali sebagai anak penjual Bakso Mercon terpedas di kantin RSUD itu duduk tidak jauh dari Dokter Rissa. Karena karyawan sangat banyak, tempat duduk yang terbatas membuat mereka "ngemper" di tangga dan di lantai RSUD.

"Ikut diswab PCR, Dok?" Tanya lelaki bermata tampan yang wajahnya sebagian ditutupi masker hijau muda itu.

"Iya," Dokter Rissa yang duduk di tangga sambil memainkan hapenya mengangguk.

"Kamu gak takut duduk di dekat Rissa?" Tanya Dokter Rissa tiba-tiba.

Lelaki itu kembali menatap Dokter Rissa. Lalu ia mengatakan, "Kalau Dokternya secantik Neng Dokter, aku sanggup tertular covid." Kata-kata menjijikkan itu keluar spontan dari mulut Cecep.

"Anjirr!" Lirih Dokter Rissa sambil tertawa kecil.

"Lu liat aja nanti, Cep. Kalau gua positif karena kontak sama Dokter Susan gimana?" Tanya Dokter Rissa lagi.

"Ya, gak papa, Neng. Nanti biar Cecep yang ngerawat Neng Dokter." Jawab Cecep asal. Rissa kembali tertawa kecil.

"Ya. Terus gue tiap hari lu kasih makan Bakso Mercon ya?" Tanya Dokter Rissa garing.

"Hahaha! Tahu aja Neng Dokter." Kini mereka tertawa bersama.

"Mau Cecep anterin Bakso Merconnya, Neng?" Tanya Cecep nakal.

"Kini?" Tanya Rissa yang masih agak mengantuk.

"Entar malam ya, Cep." Jawab Rissa.

"Tapi, ehm, ehm..., ehm." Cecep mau mengatakan bahwa Rissa harus pakai hijab kalau selama ada cowok delivery makanan atau siapa pun yang bukan mahram, tapi masih takut. Agak sungkan bila diungkapkan di depan orang banyak.

"Gak papa, Neng Dokter. Malam nanti Cecep anterin." Jawab Cecep.

Rissa juga masih mengenang kala Cecep mengantar Bakso Mercon, diujinya Cecep, apakah Cecep termasuk lelaki hidung belang atau lelaki lurus. Waktu itu Rissa tertawa terpingkal-pingkal dari balik jendela melihat tingkah Cecep yang lurus dan lucu. Ternyata Cecep bukan lelaki nakal.

"Eh, jam berapa mau Cecep anterin, Neng Dokter?" Tanya Cecep lagi.

"Eh, BTW, bukannya kantin harus tutup mulai besok?" Tanya Rissa yang sama seperti Cecep untuk swab PCR.

"Malam nanti bisa, Neng. Tapi buat ke depannya, belum tahu." Jawab Cecep lagi. "Tapi apa sih yang gak bisa Cecep anterin buat Neng Dokter Rissa?!" Kata Cecep menggombal.

Cecep ini lelaki lurus, tetapi agak gombal sedikit. Batin Rissa. Rissa hanya tersenyum.

Selang lima hari kemudian, hasil swab PCR keluar. Jadi, selama lima hari itu, RSUD Gading Cempaka ditutup resmi oleh direktur. Terciduklah sejumlah karyawan RSUD Gading Cempaka yang terkonfirmasi positif covid.

***

14 April 2020

IGD kembali menampakkan senyumnya, tetapi kali ini senyum itu agak kecut. Matahari pagi mengikhlaskan hatinya untuk selalu setia menerangi jiwa-jiwa manusia yang penuh dosa. Semilir angin menyelinap masuk di antara pintu-pintu dan jendela Rumah Sakit.

Malam tadi direktur meminta bawahannya untuk mengabari siapa saja karyawan yang sudah keluar hasil swab PCR-nya yang terkonfirmasi positif. Seluruh karyawan yang hasil swabnya negatif disuruh masuk pagi harinya untuk mengatur jadwal dinas yang baru. Sedangkan karyawan yang positif covid-19 dirawat di ruang isolasi darurat RSUD Gading Cempaka itu sendiri. RSUD menggunakan ruangan besar tetapi kosong yang berada tepat di posisi paling belakang rumah sakit.

"Lu tahu gak kalau hasil swab PCR Nurse Bonar negatif sekeluarga?" Tanya Nurse Vivi dengan dada senang karena ia juga memiliki anak batita (bawah tiga tahun) di rumahnya. Jadi dia tahu bagaimana perasaan rekan sejawatnya itu bila sang ayah benar-benar terkonfirmasi positif.

"Lah, bukannya hasil Rapid Test Nurse Bonar kemarin positif?" Timpa Pipit si bidan IGD yang juga kembali dinas hari itu.

"Kita yang dinas hari ini hasil swabnya negatif, makanya disuruh direktur jaga gawang lagi. Kirain bisa libur lama ya. Hahaha...!" Kata Bidan Pipit lagi sambil ngakak.

"Lah, mana Nurse Bonar? Kenapa gak datang hari ini?" Tanya Nurse Vivi.

"Besok kan jadwal dia." Jawab Bidan Pipit yang sedang mengamati film kartun pagi youtube di komputer IGD. Dasar Pipit.

"Hmm... Itu artinya hasil rapid test yang positif belum tentu hasil swab PCR-nya positif juga ya?" Tanya Vivi menyimpulkan.

Dokter Rissa mengangguk. "Iya, Nurse Vivi. Rapid Test hanya menunjukkan antibodi seseorang. Bahkan jika seseorang yang terkena DBD dilakukan rapid test, bisa jadi hasilnya positif." Jelas Dokter Rissa.

"Kalau swab PCR, Dok?" Tanya Pipit menyambung tanya.

"PCR hanya bisa membaca khusus virus covid-19. Apabila hasil swab ini positif, hampir 100% memang terkonfirmasi positif atau memang terpapar covid-19." Jawab Dokter Rissa.

"Hampir saja Nurse Bonar yak!" Kata Vivi geram.

"Iya, syukur alhamdulillah." Timpal Pipit."Pantesan teman aku yang di Jakarta. Hasil Rapid Testnya negatif, tapi kok dia merasa telah kontak erat dengan adiknya yang konfirmasi positif. Akhirnya dia swab PCR mandiri. Tahu gak hasilnya?" Kata Pipit lagi panjang kali lebar dengan antusias seperti main teka-teki saja.

"Apa Pit?" Vivi mendelik.

"Hasilnya positif, Vi." Jawab Pipit lagi. 

"Dok," Vivi memanggil Dokter Rissa dengan suara pelan. 

"Apa Mbak Vivi?" Tanya Rissa.

"Dokter Rissa tahu gak kalau jumlah teman kita yang konfirmasi positif dari IGD sama dari Ruang Bangsal totalnya ada 11 orang?

Dokter Vivi menggeleng tak tahu.

"Dan masih banyak lagi yang hasil swabnya belum keluar." Lirih Vivi.

"Apaan sih, Vi. Bisik-bisik. Pipit tahu lho siapa aja 11 orang itu." Kata Pipit sok tahu.

"Termasuk Dokter Andi kan?" Jawab Vivi mengoreksi Dokter Andi yang memang bekerja di dua tempat. Double job istilahnya, di RSUD Muhammad yang zona merah dan RSUD Gading Cempaka.

"Nurse Lina dan Vira dari Bangsal." Kata Pipit lagi.

"Mitha instalasi Radiologi seorang." Kata Vivi lagi menambah daftar nama rekan kerja mereka yang dinyatakan positif covid.

"Dokter Laksmana, Dokter Spesialis THT juga. Tapi isolasi mandiri dirumahnya." Timpal Pipit lagi.

Dokter Rissa hanya membatin. Ia menahan pilu. "Sisa yang belum diswab berapa orang, Mbak Vivi?" Tanya Rissa penasaran.

"Masih 200 an orang lagi, Dok." Imbuh Nurse Vivi. Mulut Dokter Rissa hanya sedikit ternganga di balik masker itu. 

"Mampus!" Kata Pipit menambahkan. "Total IGD terkonfirmasi ada 7 orang. Bangsal cuma dua orang, radiologi 1 orang, Poli THT 1 orang." Tambah Pipit lagi.

Pandemi ini bukan hanya menginfeksi perekonomian dunia, melainkan juga sudah banyak tenaga kesehatan dan masyarakat yang telah terkonfirmasi posititf. Entah kapan pandemi ini segera berakhir. Bahkan mungkin baru mulai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status