Home / Urban / Cinta Di Ujung Botol / Laudya Melisa Dinata

Share

Laudya Melisa Dinata

Author: Grafz23
last update Last Updated: 2025-01-10 22:18:02

Anna akhirnya harus merelakan Laudya untuk mengikuti jejak sang kakak, meninggalkan rumah sederhana ini. Air mata yang membendung di kelopak matanya sudah tak mampu lagi di sembunyikan dari keduanya, "jaga dirimu baik-baik nak," kemudian dia segera menemui Robby di dalam.

Laudya hanya bisa menatap dari kejauhan, hati kecilnya hanya bisa berkata "seharusnya ini semua tidak perlu terjadi andai saja ayah tidak bersikap seperti itu."

"Apa kau yakin dengan keputusan ini?" tanya Rio melirik dengan ekor matanya.

"Kakak lebih tau apa yang ada di dalam hatiku saat ini," 

Rio kemudian menyalakan kendaraannya, lalu meninggalkan rumah kedua orang tuanya. Sesampainya di rumah, dia segera memanggil kepala assisten rumah tangga yang bernama Abigail, untuk menyiapkan semua keperluan Laudya.

"Selamat datang nona Laudya, mari ku antar ke kamarmu," ajak Abigail menuju lantai dua rumah Rio.

Laudya serta Abigail memang sudah kenal sejak lama, meskipun dirinya jarang menemui Rio, namun dia seringkali berkomunikasi dengannya. Suara bell terdengar berdentang di sekeliling rumah, Rio segera membukakan pintu untuk tamu yang tak di tunggu olehnya.

"Andini!" Rio terkejut karena dia ada di depan kedua bola matanya.

"Mas...!" mata sembab wajah kemerahan sertai dengan kerutan di wajah, dia menghadap sang pecinta.

"Siapa kak? terdengar suara Laudya dari balik tubuh Rio. Suasana menjadi tegang seketika, saat keduanya mendengar langkah semakin mendekat. Bibir keduanya bergetar, kelopak mata menyipit seolah sedang mengisyratkan sesuatu di antara mereka.

Laudya hanya bisa terdiam membisu melihat Andini sudah berdiri tepat di hadapan Rio. 

"Untuk apa lagi kau datang kemari?" tanya Laudya ketus.

"Ma...maaf aku hanya le-wat, jadi aku mampir...," jawab Andini terbata-bata.

"Kau seharusnya ta-...," hardik Laudya, "ayo masuk Andini," Rio menyela lalu memeluk Laudya sambil menepuk lengan kanannya.

Berat tubuhnya seolah menahan langkah Andini untuk masuk ke dalam rumah mewah yang di tinggali oleh Rio. Karena ini pertama kalinya Andini memberanikan diri untuk menemui Rio di luar klub Seven Eight, langkah kecil pun mulai terlihat ketika Rio perlahan menarik lengannya.

Laudya seolah tidak suka dengan cara Rio memperlakukan Andini, dia tetap memasang wajah perang kepada wanita malam yang menjadi hantu bagi Rio.

"Katakan padaku, apa yang membuatmu datang kemari?" tanya Rio sambil mempersilakan Andini untuk duduk di sofa.

"Ti-tidak mas..., sebaiknya aku pulang saja," jawab Andini ragu untuk menjelaskan sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Tatapan wajah Laudya membuat Andini risih, namun dia sadar jika dirinya memang tidak di inginkan untuk berada di tempat ini.

"Lody...sebaiknya kau naik ke atas," pinta Rio membalas dengan tatapan sinis kepadanya,

Laudya menghentakkan kakinya ke lantai, mengekspresikan kekesalannya terhadap Rio dan Andini.

"Aku pulang saja mas, maaf sudah mengganggu waktumu," dia beranjak dari sofa, "ayolah Andini, kau kenal Lody bukan?" Rio berusaha untuk menahan langkahnya.

Di sisi lain, Andini sangat membutuhkan Rio saat ini, namun di sisi yang lain dia tak ingin jika kehadirannya malah mendatangkan masalah bagi keduanya.

"Rio!" terdengar suara Reynold dari balik pintu, "ah syukurlah kau ada di sini Andini," ungkapnya saat melihat Andini berdiri di depan Rio.

"Aku rasa ini saat yang tepat untuk kau katakan, jangan sampai dia mendengar dari orang lain," tanpa basa basi Reynold mengingatkan masalah yang sedang di hadapi olehnya.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Rio setelah mendengar kata-kata yang terucap dari mulut sahabatnya.

"Ayo Andini, lebih baik kau jujur!" tegas Reynold menatapnya.

"Aku tahu, kau butuh uang bukan?" celetuk Laudya dari balik dinding ruang tamu, ternyata dari sejak tadi dia sengaja mendengar apa yang di bicarakan oleh mereka.

"Aku memang wanita malam, tapi aku bukan wanita yang kerjanya memanfaatkan harta pria hidung belang!" Andini menaikkan nada bicaranya, terlihat ekspresi mengeras di wajah.

"Alah, kau ini alasan saja!" balas Laudya, memperlihatkan matanya yang sudah terbakar amarah.

"Aku datang karena mantan suamiku!" jelas Andini.

"Maksudmu?" tanya Rio mulai gerah ketika mendengar apa yang terlontar dari mulutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Di Ujung Botol   Akhir Cerita

    HUTAN PINUS — PERBATASAN VELMORA — MENJELANG MALAMAsap tipis mengepul di antara pepohonan. Bau damar terbakar menempel di udara, menutupi bau dingin tanah lembap. Kayla berjalan di belakang Damien, langkahnya berat, menembus kabut senja yang perlahan menutup jalan setapak.Di antara pepohonan rimbun, berdirilah sebuah pondok tua — bangunan kayu setengah rapuh, nyaris tersembunyi. Tapi di depan pondok, seorang pria berdiri membelakangi cahaya lampu gas. Jasnya hitam panjang, rambutnya perak, tubuhnya tegap. Seolah waktu tak berani menua di bahunya.Lucifer menoleh perlahan saat langkah kaki Kayla dan Damien berhenti di hadapannya. Tatapannya tajam, tapi bibirnya melengkung tipis — senyum yang selalu membuat orang ragu: ini senyum malaikat atau iblis?Kayla menunduk, seolah ragu menatapnya.Damien menepuk bahu Kayla, lalu mendekat ke samping Lucifer.“Kami di sini.” Suara Damien datar, menekan semua rasa takut yang sempat bangkit di tenggorokan Kayla.Lucifer mendekat selangkah — jarak

  • Cinta Di Ujung Botol   Tidak Untuk Kayla

    Kayla berdiri di balik tembok semen, hanya sebagian tubuhnya yang tersentuh cahaya. Angin menampar pipinya, menahan debur di dada yang tak mau tenang.Rio berdiri memunggunginya. Asap rokok mengepul, terurai ke langit. Tangannya gemetar menahan bara di ujung jemari. Dia tahu. Dia selalu tahu.Tanpa menoleh, Rio berucap pelan — hanya cukup terdengar oleh angin yang membawa namanya. “Keluar.”Ada jeda. Hembusan napas panjang. Lalu, suara langkah ragu — gesekan sol sepatu di lantai balkon.Kayla menampakkan diri. Matanya sembunyi di bawah bayangan poni. Bahunya naik-turun menahan kata-kata yang tak pernah sempat diucapkan.Rio masih tak berbalik. Hanya satu gerakan: ia buang puntung rokok ke lantai, menginjak bara merahnya sampai padam. Bau tembakau masih menempel di udara. “Kenapa?” Suaranya pecah, tapi datar.“Kenapa kau di sini, Kay?”Kayla menatap punggungnya. Jemari kurusnya meremas sisi dress hitam di pinggang. Tak ada jawaban. Hanya napas, bercampur isak yang ditahan paksa.Pelan

  • Cinta Di Ujung Botol   Pertemuan Yang Tak Terduga

    Hujan deras masih membasahi atap-atap besi Velmora. Api membakar di beberapa sudut distrik Tenebris — markas Vox pertama jatuh malam ini. Bau mesiu dan besi terbakar menyesakkan paru.Rio berjalan di depan pasukan intinya — Leon, Cole, dan puluhan aliansi bersenjata lengkap. Sepatu mereka menapaki genangan darah bercampur hujan.Di bawah panggung kumuh Teater Aurora — lubang persembunyian para penatua bayangan — kini tinggal puing. Tembakan senapan sunyi bergema sesekali, memastikan tak ada yang lolos.Rio menendang pintu baja terakhir, menyorot lampu senter ke dalam. Puluhan pria berjas hitam terkapar, beberapa masih bernafas. “Habisi semua. Tak ada simpa

  • Cinta Di Ujung Botol   Pertarungan Terakhir

    Angin besi berputar. Pecahan logam berserakan. Di satu sisi, Rio berdiri tertatih, darah membasahi perutnya. Di depannya, Lucifer, berdiri tegak dengan dua belati perak. Di sisi seberang, Supreme Vox merentangkan tongkat naga — di belakangnya, empat penjaga bayangan bergerak membentuk formasi setengah lingkaran.Suara logam saling beradu saat kaki menggesek genangan darah.Suara nafas. Suara mesin. Sunyi yang menggertak.Lucifer menoleh separuh ke Rio. “Kau bisa berdiri?”Rio mengangguk, meski bibirnya sobek. “Aku masih bisa bertahan sampai naga sialan itu remuk ke tanah.”Supreme Vox mengetuk tongkatnya sekali. “Serang!!.”SEKETIKA.

  • Cinta Di Ujung Botol   Kematian Randu

    1 Jam sebelum penyerangan, Randu sudah menyiapkan kejutan bagi Rio dengan menculik Andini diam-diam dan membuat Viktor terluka parah. Anak buah Randu menyeret Andini ke dalam kendaraan untuk di jadikan sebagai tumbal jika Rio ingin membunuh Randu.KEMBALI KE RUANG KOMANDOAlarm yang meraung, membuat anak buah Vox langsung menyergap Rio dan anak buahnya, namun Leon dan yang lainnya berusaha menahan mereka agar Rio bisa masuk ke ruangan Randu.Pintu baja terhempas terbuka. Hembusan asap mesiu dan bau oli terbakar memenuhi ruangan. Kabel-kabel terjulur dari panel listrik yang meledak separuh. Di tengah, Andini terbaring di lantai, tangannya terikat ke pilar.Di seberang ruangan, Randu berdiri. Jasnya compang-camping, dada setengah terbuka. Di tangan kanannya, sebilah pisau tempur berkilat di bawah lampu darurat yang berkedip.Rio menjejakkan kaki ke dalam r

  • Cinta Di Ujung Botol   Dendam Yang Terbalas

    Distrik Zenith - 10.22Kabut pagi yang mestinya sejuk, berubah jadi selimut asap hitam. Ledakan roket terdengar di kejauhan. Pecahan kaca hujan di jalanan. Zenith — distrik industri yang Rio jadikan pusat distribusi bantuan — kini jadi medan terakhir menahan gelombang Inferno Unit kiriman Randu.Di menara kontrol, Zaria berdiri, matanya dingin menatap peta digital di depannya. Lampu-lampu merah berkedip, tanda jalur serangan Vox makin mendekat.“Pos Delta lumpuh! Mereka menembus rel kereta!” teriak salah satu operator.Zaria menghempaskan tangannya ke meja. “Pindahkan tim senapan ke gerbang barat! Lindungi pusat logistik!”Dia meraih radio, suaranya tajam, menusuk asap dan kebisingan di luar. “Sera, bawa orangmu ke atap! Fokus habisi sniper mereka!”JALAN UTAMA ZENITH – 10.40Di bawah, pasukan Fraksi Zaria — mantan tentara bayaran, pekerja tambang, rakyat yang diangkat senjata — berdiri di balik barikade mobil terbakar. Peluru bersarang di dinding-dinding pabrik.“HIDUP ATAU MATI, SEK

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status