"Apa? Dia asisten pribadi kamu?" pekik Victoria.
"Yah! Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Allaric.
"Tidak ada!" sela Oscar.
Victoria menatap Kirana dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak suka dan menyepelekan. Kirana menunduk tidak nyaman dengan tatapan dari Victoria.
"Ada apa, Tante? Apa kalian saling mengenal?" tanya Allaric sembari menyindir Davindra.
"Tidak! Hanya saja, aku jadi teringat dengan seorang gadis yang pernah bermimpi untuk menjadi bagian dari keluargaku," sindir Victoria.
Kirana semakin menundukkan kepalanya
"Sudahlah, Ma!" ucap Davindra yang akhirnya angkat bicara. Ia merasa kasihan melihat Kirana, gadis yang ia cintai menjadi bulan-bulan orang tuanya.
"Lalu, apa yabg terjadi pada gadis itu?" pancing Allaric.
"Tentu saja kami melarang Davi untuk melanjutkan hubungannya dan kami juga sudah menyiapkan calon yang cocok untuk jadi menantu kami." Victoria menunjuk ke arah gadis yang sejak tadi berdiri di samping Davindra.
"Namanya, Laura. Putri tunggal salah satu rekan bisnis kami," lanjut Victoria.
"Hallo!" Laura mengulurkan tangan ke arah Allaric dan tersenyum.
"Hai!" Allaric menyambut uluran tangan Laura dan mengecupnya.
Laura tersenyum senang, ia menatap Allaric dengan penuh makna. Sebaliknya, Allaric bisa mengetahui jika Laura sedari tadi memperhatikannya.
"Senang bertemu dengan anda," ucap Laura."Aku juga," sahut Allaric singkat.
"Baiklah! Sayang, aku akan menyapa para tamu. Kamu mau kan menungguku di sini?" pinta Allaric.
Kirana sempat terdiam dan menatapa Allaric dalam. Allaric menyebut Kirana dengan kata Sayang, membuat Kirana terperangah. Davindra sendiri mengepal tangannya menahan kesal.
Allaric pun meninggalkan Kirana diantara keluarga Davindra.
"Aku akan mencari udara segar!" seru Victoria menyindir Kirana."Tiba-tiba saja udara di sini terasa sesak. Victoria mengajak serta Oscar dan meninggalkan Kirana, Davindra dan Laura.
"Honey, aku akan ke toilet sebentar." Laura memberika dompetnya pada Davindra.
Laura melangkah menjauh dan meninggalkan Davi dan Kirana. Selepas kepergian Laura, Davi dan Kirana hanya saling diam. Hingga akhirnya, Davi memulainya.
"Apa kabarmu?" tanya Davi."Seperti yang kau lihat, aku masih baik-baik saja," sahut Kirana dengan nada terdengar kesal.
"Bagaimana keadaan mama?" lanjut Davi.
"Baik, bahkan semakin membaik setelah opersi," jawab Kirana.
"Operasi? Mama sudah operasi? Kapan?" ucap Davi terkejut.
"Beberapa minggu yang lalu," jawab Kirana.
"Tapi, bagaimana kau bisa mendapatkan biaya operasinya?" Davi menatap ke arah Kirana.
"Aku bekerja, tentu saja aku membayarnya dengan uang ku sendiri," seru Kirana.
"Aku tidak percaya! Aku yakin, kau pasti meminta bantuan Allaric kan?" cecar Davi.
"Apa maksudmu? Kau menuduhku menyerahkan diri padanya?" tuding Kirana.
"Mungkin saja kan? Apalagi, dia sudah memanggilmu dengan sebutan Sayang," sahut Davi.
"Apa urusanmu? Jikalau pun, aku menyerahkan diriku padanya. Itu urusanku, apa pedulimu? Urus saja urusanmu." Kirana menlangkah meninggalkan Davindra yang geram menahan kesalnya.
"Aku tidak akan membiarkan kau menjadi miliknya," batin Davindra.
****
Di sebuah ruangan, sepasang anak manusia yang terlihat baru saja selesai melakukan kegiatan bercinta. Keduanya sibuk mengenakan pakaian mereka kembali.
"Apa kau senang?" tanya Allaric."Tentu saja," jawab Laura.
Sebenarnya, Allaric dan Laura telah lama saling mengenal. Keduanya adalah partner sex. Laura yang tidak bisa mendapatkan kepuasan dari Davi, disebabkan karena Davindra tidak pernah mau menyentuhnya.
Davindra selalu mengatakan, jika ia tidak mau menyentuhnya hingga tiba masanya. Sedangkan Allaric muncul di saat yang tepat. Allaric, laki-laki yang selalu berburu kepuasan, tanpa sengaja bertemu Laura yang sedang mabuk dan fruztasi. Keduanya pun berkenalan dan berakhir di ranjang. Hingga sampai saat ini, keduanya masih saling bertemu untuk sekedar melepas nafsu mereka.
"Apa gadis itu korbanmu yang selanjutnya?" tanya Laura.
"Entahlah!" sahut Allaric cuek.
"Aku tidak mau kalau sampai dia menggantikan posisiku," kecam Laura.
Allaric berdiri dan tersenyum sinis pada Laura.
"Siapa kau? Apa hakmu mengaturku?" tanya Allaric."Aku ...." Laura tidak bisa menjawab.
"Kita hanya partner sex, tidak lebih. Jangan melampui batasanmu, kita tidak saling terikat. Kau punya kehidupanmu sendiri dan aku memiliki kehidupan sendiri," cecar Allaric.
Laura terdiam, ia menyadari kesalahamnya. Ia tidak mau sampai Allaric marah dan meninggalkannya. Tidak ada yang bisa menggantikan Allaric dalam hal apapun termasuk dalam hal urusan ranjang. Hanya Allaric yang bisa mmemuaskan Laura.
"Maafkan aku,"
Cup...
Laura mengecup leher Allaric. Laki-laki itu segera menghindar, ia tidak mau Laura sampai meninggalkan jejak di lehernya.
"Kenapa? Apa kau marah padaku?" tanya Laura.
"Aku tidak mau, kau meninggalkan bekas ciumanmu di bagian tubuhku!" seru Allaric kesal.
"Mengapa? Apa kau takut ketahuan oleh gadis itu?" seru Laura.
"Itu urusanku!" jawab Allaric ketus.
Laura terdiam kesal, ia mengepalkan tangannya. Ia merasa kelak, Kirana lah yang akan menjadi wanita pilihan Allaric. Laura tidak mau itu sampai terjadi. Meskipun saat ini, ia telah bertunangan dengan Davindra. Namun, sejujurnya ia lebih memilih menghabiskan waktu bersama Allari ketimbang Davindra yang menurutnya kaku dan tidak pandai bersikap.
*****
"Malam ini, kita akan menghadiri undangan peresmian hotel salah satu sahabatku," ucap Allaric di sela sarapannya.
Kirana hanya mengangguk dan melanjutkan suapan terakhirnya. Kirana meletakkan perlengkapan makannya dan beranjak dari duduknya.
"Kita ada meeting siang ini," imbuh Kirana."Aku tau! Apa kamu sudah menyiapkan semuanya?" tanya Allaric.
"Sudah!" seru Kirana tersenyum.
"Baiklah, pagi ini jadwalku kosong kan?" tanya Allaric.
"Yah!" sahut Kirana cepat.
"Aku akan mengajakmu ke suatu tempat," ucap Allaric.
"Kemana?" tanya Kirana.
"Kamu akan tau saat tiba di sana nanti," sahut Allaric sembari mengedipkan matanya. Kirana tersenyum masam melihat ulah Allaric.
Setelah selesai sarapan, keduanya pun memutuskan untuk meninggalkan hotel. Allaric membawa Kirana ke sebuah perkebunan anggur milik keluarganya. Kirana takjub melihat hamparan pohon anggur yang akan dipanen dan siap diproses.
"Ini semuanya milikmu?" Kirana tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia begitu kagum melihat oemandangan di depan matanya."Ini semua milik keluargaku. Tapi, telah dikelolah oleh salah satu orang kepercayaan keluargaku," tutur Allaric.
Kirana tidak memperdulikan penjelasan dari Allaric. Pria itu hanya tersenyum, dalam benaknya ia berpikir. Baru kali ini, ia bicara tapi tidak didengarkan oleh lawan bicaranya. Apa lagi lawan bicaranya itu seorang wanita.
Setelah puas berkeliling dan Kirana juga telah mencicipi berbagai rasa anggur buatan pabrik milik Allaric. Mereka pun memutuskan untuk kembali ke hotel dan bersiap untuk menghadiri meeting siang ini.
Malam harinya, Kirana telah berdandan dan siap untuk menemani Allaric untuk memenuhi undangan.
"Kamu sudah siap?" tanya Allaric, yang sempat tertegun dan memuji kecantikan Kirana."Aku tidak ikut, ya!" seru Kirana.
"Tidak! Kamu harus ikut," sahut Allaric.
"Tapi, aku tidak biasa menghadiri acara seperti ini," rengek Kirana.
Allaric kembali tertegun dengan rengekkan manja dari Kirana. Ada apa ini? Apa ini tandanya, Kirana telah nyaman bersamanya? Pertanyaan itu mulai muncul di kepala Allaric. Jika, benar itu semua. Maka, peluang Allaric untuk memenangkan hati Kirana semakin terlihat jelas. Allaric berharap ini semua benar adanya.
"Kamu harus ikut!" tegas Allaric.
Kirana menarik nafas panjang dan mengembuskannya.
"Baiklah," keluh Kirana.
Allaric tersenyum senang. Keduanya pun meninggalkan hotel dan menuju ke tempat acara.
Allaric bertambah yakin, jika saat ini Kirana sudah mulai membuka diri untuknya. Hanya tinggal mencari waktu yang tepat, untuk memulai semuanya.
"Tuan Alan!" seru Kirana menghampiri pria yang dikenalnya."Kirana, kamu disini?" sahut Alan tersenyum."Dia datang bersamaku," sela Allaric."Tuan." Alan mengulurkam tangannya."Selamat untuk semuanya," ucap Allaric."Terima kasih," sahut Alan.Kirana memandang dengan tatapan aneh pada dua pria di hadapannya. Alan dan Allaric tertawa melihat wajah bingung Kirana."Ini adalah pesta peresmian pembukaan hotel milik Alan dan saudaranya, Sammy," ucap Allaric.Kirana masih mendengarkan penjelasan Allaric hingga selesai. Ia pun kini tahu, mengapa Alan meminta, untuk menggantikannya dalam waktu yang lama. Setelah selesai menjelaskan pada Kirana, Allaric dan Alan pun membawa Kirana untuk berkeliling dan menyapa para kolega mereka.Alan juga memperkenalkan Kirana pada Sammy. Di luar dugaan, ternyata Sammy dan Alan memiliki wajah yang sangat mirip."Apa kalian kembar?" tanya Kirana."Tidak!" jawab Alan dan Sammy bersam
Kirana terkejut saat bangun dalam pelukan seseorang. Yang membuatnya tidak kalah terkejut adalah saat ia melihat kondisinya saat ini. Ia masih dalam keadaan polos dengan banyak tanda merah di hampir sekujur tubuhnya."Apa yang terjadi ya, Tuhan?" gumam Kirana panik. Namun, ia kembali berusaha untuk tenang. Sedangkan Allaric masih terlelap dalam tidurnya."Tuan.... Tuan...." Kirana coba untuk membangunkan Allaric.Allaric mengernyitkan matanya, kemudian tersenyum pada Kirana."Selamat pagi, Sayang," ucap Allaric tersenyum.Kirana membulatkan matanya, saat ia mendengar Allaric menyebutnya Sayang."Tuan, apa yang terjadi?" tanya Kirana."Apa kamu lupa?" Allaric membelai lembut wajah Kirana.Kirana mengelak dan menepiskan tangan Allaric. "Apa maksud anda?""Kamu lihat sendiri dan simpulkan sendiri," sahut Allaric."Tuan, anda bercandakan? Kita tidak mungkinkan?" suara Kirana mulai bergetar.
Kirana tiba di rumahnya dan langsung masuk ke kamarnya."Kamu sudah pulang, Na?" sapa sang Mama."Iya, Ma!" sahut Kirana.Ayu memperhatikan barang bawaan putrinya."Kamu di pecat, Na?" tanya Ayu."Kirana mengundurkan diri, Ma," jawabnya singkat."Tapi, kenapa?" lanjut Ayu."Semuanya, sudah tidak sejalan dengan cara kerja Kirana, Ma," bohong Kirana. Ia tidak mau sampai Mamanya tahu perkara yang sebenarnya. Kesehatan Mamanya saat ini lebih penting, dari apapun juga."Yang sabar ya, Na. Mama yakin, kamu masih bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik di tempat lain," hibur Ayu.Kirana memeluk Mamanya, berusaha menahan air matanya."Kamu istirahat dulu, Mama akan siapkan makan siang." Ayu melepas pelukan dan meninggalkan kamar putrinya.Sepeninggalan Mamanya, Kirana kembali menatap langit-langit kamarnya."Aku harus segera mencari pekerjaan. Aku tidak mau, menjadi beban untuk Mama," batin Kirana. Ia pun ba
"Tidak!" seru Kirana.Seketika semua mata memandang ke arah mereka. Alan berusaha untuk meredam amarah Kirana."Tenanglah! Semua orang sedang memperhatikan kita," bujuk Alan."Aku tidak mau lagi kembali ke sana," tegas Kirana."Aku tidak memaksamu, aku tau kau tidak akan setuju untuk kembali dan aku tidak akan memaksakan kehendakku," ungkap Alan."Lantas? Untuk apa, kau menemuiku?" tanya Kirana."Aku hanya menjalankan perintah dari Allaric. Kau tau sendiri, bagaimana sikapnya jika permintaannya tidak dipenuhi?" ucap Alan.Kirana terdiam, ia tahu Alan tidan pernah membantah apapun permintaan dan perintah dari Allaric."Aku tidak mau dihina lagi," lanjut Kirana."Aku tau, aku paham keadaanmu." sahut Alan lirih. Ia tahu semua yang terjadi pada Kirana. Sejujurnya, ia merasa kasihan pada gadis itu, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti permintaan Allaric sebagai Boss nya."Aku permisi pulang, sebentar lagi aku masuk kerja
Kirana menarik nafas dalam, ia memikirkan kembali ucapan Allaric saat di restoran yang mengatakan.Karena, ia harus segera melunasi hutangnya pada perusahaan. Kirana benar-benar kesal dan marah pada Allaric, ia tidak menyangka jika laki-laki itu sempat menjebaknya."Bagaimana ini? Apa aku harus kembali bekerja?" gumam Kirana.Kirana membanting dirinya ke ranjang dan berguling ke sana ke mari."Apa yang harus aku lakukan sekarang?" lanjut Kiran bergumam sendiri."Kalau aku tidak bekerja kembali ke sana, itu artinya aku harus membayar semuanya. Darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu. Bekerja sepuluh tahun pun tidak akan bisa melunasinya," batin Kirana.Kirana melirik ponselnya, ia mengambil dan membuka daftar kontak. Terlihat nama Alan di baris depan."Apa aku harus menelpon Alan dan bilang padanya, kalau aku setuju bekerja kembali?" Kirana memutar-mutar ponsel di tangannya.Saat Kirana larut dalam pikirannya. Tiba-tiba, po
Dengan muka jengkel, Kirana duduk di samping Mamanya. Tatapan tajam mengarah pada sosok di depannya, yang masih bisa tersenyum dengan manis."Nak, Allaric bilang dia ingin meminta kamu untuk bekerja di kantornya lagi dan dia juga sudah meminta maaf untuk masalah kemarin," ungkap Ayu panjang lebar menjelaskan pada putrinya.Kirana hanya diam dan memutar matanya malas, saat mendengar penjelasan sang Mama."Bagaimana, Nona Kirana? Apa kamu mau bergabung kembali bersama kami?" tanya Alan."Tidak!" tolak Kirana."Kalau begitu, kamu harus melihat ini," sela Allaric.Alan mengeluarkan sebuah map, yang sudah Kirana tahu isinya."Kamu masih ingat dengan ini?" tanya Allaric.Kirana menyipitkan matanya. Ia tahu, Allaric kembali mengingatkan akan hutangnya."Ma, Nana ingin bicara pada mereka," ucap Kirana.Mama Ayu mengangguk dan pergi masuk meninggalkan mereka. Allaric juga memerintahkan Alan untuk membiarkan mereka berdua. Sele
Kirana membulatkan matanya, saat melihat Allaric ada di hadapannya. Ia pun teringat akan nama rekan bisnis dari atasannya. Kirana pun menyesali langkahnya untuk ikut menemani Boss nya hari ini."Perkenalkan, Tuan. Ini sekretaris saya," ucapnya, memperkenalkan Kirana pada Allaric.Kirana hanya mengangguk pelan dan kembali menunduk. Ia tidak berani menatap mata Allaric yang sedari tadi menatapnya."Berikan berkas yang telah kita siapkan tadi, pada Tuan Allaric," ucap atasan Kirana.Kirana memberikan berkas itu pada Alan. Namun, malah Allaric yang menerimanya."Kami akan mempelajari berkas perjanjian ini, sebelum menandatanganinya," Alan berkata dengan tegas. Alan tahu, saat ini Allaric menginginkan Kirana untuk berada di sampingnya.Setelahnya, mereka pun memutuskan untuk makan siang bersama. Setelah semuanya selesai, mereka pun membubarkan diri. Kirana pamit ke toilet, sedangkan Boss nya telah pulang lebih dahulu.Allaric meminta Alan me
Dengan lesuh, Kirana kembali ke kantornya. Ia tidak berhasil membuat Allaric melanjutkan proyek kerja sama mereka. Kirana pun meminta maaf pada atasannya."Maafkan saya, Tuan," sesal Kirana."Tidak apa-apa, mungkin kita tidak bisa melanjutkan proyek ini," ucapnya.Kirana benar-benar merasa bersalah. Ia merasa ini semua gara-gara dirinya, yang menolak permintaan Allaric untuk kembali bekerja di perusahaannya."Karena proyek itu gagal, maka ada beberapa karyawan yang akan di berhentikan," lanjut atasan Kirana."Apa?" Kirana terkejut."Yah! Mau bagaimana lagi," lanjutnya.Kirana semakin merasa bersalah. Kirana keluar dari ruangan Bossnya."Kirana, apa aku boleh bertanya sesuatu yang pribadi padamu?" tanya Boss nya.Kirana mengenggukkan kepalanya."Ada hubungan apa, antar kau dan tuan Allaric?"Kirana terkejut mendapat pertanyaan itu."Apa maksud Anda?""Kemarin, tuan Allaric menghubungiku dan m