Kirana terkejut saat ia di angkat menjadi sekretaris pribadi Allaric. Ia pun segera menghampiri Alan untuk bertanya.
"Tuan, Saya ingin bertanya. Mengapa nama Saya...?""Diangkat menjadi sekretaris pribadi tuan Allaric," sahut Alan.
Kirana mengangguk cepat.
"Karena Aku dan Tuan melihat, hanya Kau yang patut mengisi tempat itu," ujar Alan.
"Tapi, Saya tidak menginginkan posisi itu," protes Kirana.
"Bukan Kamu yang memutuskan. Tapi, tuan Allaric lah yang memilih," timpal Alan.
"Mengapa tidak meminta persetujuan dari Saya?" tanya Kirana dengan kesal.
"Dengar Kirana, seharusnya Kamu senang dipilih oleh tuan sendiri. Di luar sana ratusan bahkan ribuan yang menginginkan posisi itu," ucap Alan.
"Tapi, Saya tidak menginginkannya," sela Kirana ketus.
"Sudahlah, Saya tidak mau berdebat sama Kamu. Kalau Kamu merasa keberatan. Kamu bisa menemui tuan dan mengatakan ketidak sediaan Kamu untuk jadi sekretaris pribadinya." tutup Alan yang kemudian meninggalkan Kirana sendiri.
Kirana kesal sendiri. Dengan perasaan campur aduk. Ia pun kembali ke ruangannya. Baru saja Ia ingin menjejakkan bokongnya di kursi. Sebuah pesan masuk yang membuatnya tidak jadi duduk. Ia pun berlari menemui rekannya dan setelahnya Ia pun meninggalkan kantor.
****
Siang harinya. Saat akan makan siang, Allaric keluar dari ruangannya di susul Alan yang berjalan di belakangnya. Langkah Allaric terhenti sesaat melihat meja Kirana yang kosong. Ia pun segera melirik ke arah Alan. Laki-laki itu tahu apa yang di maksud Tuannya.
Alan pun berjalan menghampiri meja Kirana.
"Di mana Kirana?" tanya Alan."Maaf Tuan, tadi dia izin untuk ke rumah sakit," jawab rekan kerjanya.
"Kirana sakit?" tanya Alan.
"Bukan, Tuan. Tapi, mamanya," jawabnya lagi.
Alan pun teringat akan pertemuan yang tidak di sengaja dengan Kirana kemarin malam. Ia memang mengatakan jika, mamanya sedang sakit. Alan pun mundur dan menghampiri Bos nya.
"Ada apa?" tanya Allaric.
"Kirana sedang di rumah sakit," sahut Alan.
"Dia sakit? Ayo kita ke sana!" seru Allaric.
"Tenang, Tuan. Kirana baik-baik saja," ujar Alan.
"Lantas, apa maksud ucapanmu kalau Kirana di rumah sakit?" tanya Allaric kesal.
"Mamanya Kirana masuk rumah sakit," jawab Alan.
"Benarkah? Ayo kita ke sana." Allaric melangkah lebih cepat dan meninggalkan Alan di belakangnya.
****
Di rumah sakit. Kirana duduk di bangsal dekat mamanya yang masih belum sadarkan diri. Dengan berbagai alat terpasang di tubuhnya sebagai bantuan untuknya bertahan. Kirana beranjak dan berjalan keluar.
Saat di luar Ia mendapati, Davi telah berdiri menunggunya.
"Gimana keadaan, mama?" tanya Davi. Kirana menatap Davi dengan sendu. Davi yang tahu kesedihan kekasihnya pun menariknya kedalam pelukannya."Tenanglah, mama tidak akan apa-apa," hibur Davi. Davi terus menghibur Kirana dan memberika support untuknya. Tanpa mereka sadari, Allaric memperhatikan keduanya dengan menahan amarahnya.
"Ayo Kita hampiri mereka," ajak Allaric.
"Anda yakin, Tuan?" tanya Alan.
"Kau meragukanku?" tanya Allaric.
"Tidak!" jawab Alan cepat.
Keduanya pun melangkah mendekati Kirana dan Davi. Kirana terkejut melihat kedatangan Bos nya."Tuan," seru Kirana.Davi melepas pelukannya dan terkejut melihat kedatangan Allaric dan asistennya.
"Mau apa Kau kemari?" tanya Davi ketus."Kalian saling kenal?" tanya Kirana heran.
"Kirana, Kamu bisa antarkan Saya melihat mama Kamu," pinta Alan.
Kirana mengangguk. Alan pun mengikuti langkah Kirana masuk ke ruang perawatan mamanya. Selepas kepergian Kirana. Allaric pun langsung berubah menjadi sosok yang sebenarnya.
"Katakan padaku. Apa yang Kau inginkan?" hardik Davi."Kirana!" sahut Allaric.
"Apa?"
"Aku menginginkan Kirana," sahut lanjut Allaric.
"Maksudmu?" tanya Davi heran.
"Aku tau, Kau dan Kirana memiliki hubungan dan Aku juga tau kalau keluargamu sangat menentang hubungan kalian. Bahkan, mereka telah menyiapkan gadis untuk menjadi pendampingmu," papar Allaric.
Davindra terdiam. Memang, apa yang dikatakan Allaric semuanya benar? Kedua orang tuanya memang tidak pernah merestui hubungannya bersama Kirana. Mereka juga berniat menjodohkan Davi dengan salah satu putri rekan bisnis mereka.
Davi terus berusaha menolak perjodohan itu dan mencoba membujuk kedua orang tuanya untuk menerima Kirana. Tapi, kedua orang tua Davi sosok yang keras. Mereka tetap akan memaksakan kehendak mereka dengan atau tanpa persetujuan dari Davi.
"Apa yang Kau inginkan?" tanya Davi buka suara."Sudah aku katakan! Aku hanya menginginkan Kirana," sahut Allaric.
"Mengapa Kau menginginkannya? Apa Kau akan memperlakukannya seperti wanita yang berada di sekelilingmu?" tanya Davi dengan nada ketus.
"Ayolah! Kau selalu berpikiran jahat padaku," ujar Allaric.
"Aku tau bagaimana sepak terjangmu di luar sana," timpal Davi kesal.
"Aku memang brengsek. Tapi, untuk sosok Kirana. Aku akan merubah semuanya." kekeh Allaric.
"Aku tidak percaya padamu," tuding Davi.
"Terserah padamu. Yang jelas, Aku menginginkannya dan Kau harus memberikannya," ucap Allaric memaksa.
"Meskipun Aku melepasnya. Dia tidak akan pernah bisa Kau miliki," cetus Davi.
"Benarkah? Kau tau aku kan? Apa yang tidak bisa Aku miliki di dunia ini?" tanya Allaric bangga pada dirinya.
"Aku tau, Kau bisa memiliki apapun yang Kau inginkan. Tapi, tidak Kirana." jawab Davi menggelengkan kepalanya.
"Aku yakin, Aku bisa memilikinya hanya dengan menjentikkan jariku." Allaric memetikkan jarinya ke udara.
Davi tersenyum mengejek. "Baiklah, Aku menantangmu. Jika, Kau bisa memiliki Kirana dengan cara yang biasa Kau lakukan pada wanita di sekelilingmu. Aku akan mundur. Tapi, jika Kau tidak bisa. Aku meminta padamu. Jauhi dia." Davi menatap ke arah Allaric tajam.
"Baiklah, Aku setuju," sahut Allaric tersenyum yakin.
Kirana dan Alan pun kembali dan menghampiri mereka.
"Bagaimana keadaan mamamu?" tanya Allaric.
"Masih belum sadar, Tuan," jawab Kirana.
Allaric hanya menganggukkan kepalanya.
"Kita pulang sekarang, Tuan?" tanya Alan.
"Kau sudah makan siang?" tanya Allaric.
"Ah...." jawab Kirana terbengong. Ia tidak menyangka jika Bos-nya hari ini banyak bicara."Dia sudah makan bersamaku tadi," sahut Davi.
Allaric tampak geram. Namun, Dia berusaha untuk menahannya. Ia tidak mau, citranya yang selalu baik dan lembut. Harus hancur di depan Kirana.
"Baiklah," putus Allaric beranjak."Terima kasih, Tuan. Atas kujungannya," ucap Kirana tersenyum.
"Tidak masalah, ini hanya salah satu tanggung jawabku sebagai atasanmu," sahut Allaric membalas senyum Kirana.
Allaric terus saja memperhatikan Kirana lekat. Hingga suara Alan memecah lamunannya.
"Kita pulang sekarang, Tuan?" tanya Alan."Ayo!" sahut Allaric.Keduanya pun meninggalkan rumah sakit dan kembali ke kantornya. Setelah kepergian Allaric. Davi yang sudah tidak sabar ingin bertanya pada Kirana tentang Kiran, pekerjaannya dan Allaric."Aku ingin bertanya satu hal padamu," ucap Davi."Apa?" tanya Kirana.
"Apa hubunganmu dengan orang-orang tadi? Mengapa mereka bisa ada di sini?" tanya Davi.
"Oh itu. Mereka adalah atasanku," jawab Kirana.
"Apa?"
"Ya, tuan Allaric adalah Bos di perusahaan tempatku bekerja," sahut Kirana heran saat melihat Davi begitu panik.
"Jadi, Kau bekerja di perusahaannya?" tanya Davi tidak percaya.
"Yah! Ada apa? Mengapa Kau terlihat panik?" ujar Kirana.
"Kau tau, dia adalah sepupuku yang sering aku ceritakan padamu," sahut Davi.
"Apa?"
Bersambung
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti