"Caritahu tentang Kirana lebih jauh. Aku mau tau ada hubungan apa? Antara dia dan Davindra." Allaric menutup teleponnya.
Allaric mengepal tangannya kesal. Ia mengingat bagaimana bahagianya saat Kirana berada dalam pelukan Davindra. Allaric kembali meneguk minuman yang ada di tangannya.
Alan masuk dan menyerahkan beberapa berkas pada Bos nya.
"Ini berkas nama-nama calon seketaris Anda, Tuan." Alan meletakkan map berwarna biru di depan Allaric.Allaric terlihat melamun dengan wajah sedikit di tekuk. Alan terus saja memperhatikan ekspresi wajah Bos nya.
"Ada masalah, Tuan?" tanya Alan.Allaric menarik nafas kasar. "Kemarin aku tidak sengaja melihat, Kirana berpelukan dengan seseorang," gumam Allaric tiba-tiba.
Alan terkejut dan mengernyitkan dahi. "Siapa, Tuan?"
"Davindra," jawab Allaric dengan geram.
"Apa? Bagaimana mungkin?" tanya Alan bingung.
"Aku sudah mengutus seseorang untuk mencaritahu. Aku tidak mau jika Kirana sampai menjadi milik Davindra," ungkap Allaric.
"Saya juga akan membantu mencaritahu," ujar Alan.
Allaric hanya mengangguk. Ia pun melirik ke atas meja. Setelah memperhatikan satu persatu civi dari calon sekretaris pribadinya. Allaric melempar berkas itu kembali ke atas meja.
"Mengapa sulit sekali untuk mencari seseorang yang bertalenta," gumam Allaric.Tok ... Tok ...
Alan membuka pintu dan tersenyum saat tahu siapa yang berada di sana. Alan pun mempersilahkannya masuk. Kirana melangkah masuk dan maju ke arah meja Allaric dan meletakkan beberapa berkas yang harus ia periksa.
"Tuan, ini berkas untuk meeting di luar kota minggu depan." Kirana kembali berjalan mundur seletalah meletakkan berkasnya. Allaric tersenyum dan sekilas menatap Kirana. Ia mengangguk dan menutup kembali map nya.
Kiran tersenyum dibalas oleh Allaric. Setelah itu Kirana segera pamit undur diri dan meninggalkan ruanganya.
"Aku tau siapa yang pantas menjadi sekretarisku?" tanya Allaric masih memperhatikan ke arah pintu."Siapa, Tuan?" tanya Alan ingin tahu.
"Gadis yang baru saja keluar barusan itu," jawabnya sumringah.
Alan pun tersenyum sembari menganggukkan kepalanya dan mengerti maksud Bos-nya.
****"Apa Kau lelah?" tanya Davi saat berada di rumah Kirana."Sedikit," gumam Kirana.
"Berhentilah bekerja! Aku akan menanggyng semua biaya hidupmu dan ibumu!" seru Davi merasa kasihan pada kekasihnya.
"Tidak! Aku tidak mau jadi bebanmu. Kau tau keluargamu tidak menyukaiku," tolak Kirana keras.
"Tapi, Na...." Davi tidak melanjutkan ucapannya saat melihat wajah Kirana berubah.
Davi mendekat dan memeluknya sambil mengecup keningnya. "Maafkan aku."
"Aku tidak mau melihatmu harus bekerja keras untuk hidup. Aku akan selalu ada untuk meringankan bebanmu," hibur Davi."Aku ingin mandiri, Dav. Aku tidak mau bergantung dengan orang lain, terutama Kamu!" seru Kirana.
Davi kembali memeluk Kirana erat dan mengusap pundaknya. Davi bisa merasakan apa yang Kirana rasakan saat ini. Kehilangan sosok ayah membuatnya harus bekerja keras demi untuk bertahan hidup. Sejak pertama kali mengenalnya Kirana adalah sosok pekerja keras dan pantang menyerah.
Keduanya masih saling berpelukan. Tanpa mereka sadari. Jika, sepasang mata memperhatikan kegiatan mereka dari kejauhan dengan perasaan marah.
"Aku mau di menjadi milikku. Aku tidak akan membiarkan Davi sampai mengambil apa yang telah jadi milikku," desis Allaric.Alan hanya mengangguk tanda mengerti. Keduanya pun meninggalkan area komplek kediaman Kirana dan masuk ke dalam mobilnya.
"Kita akan ke mana, Tuan?" tanya Alan."Langit malam," jawab Allaric singkat.
Alan tahu apa yang akan Bos nya lakukan jika sedang kesal. Setelah satu jam menempuh perjalanan. Allaric tiba di sebuah Club malam terbesar di kota itu. Allaric berjalan masuk dan langsung di sambut sang pemilik Club. Allaric hanya cuek dan tidak memperdulikannya. Alan pun segera berbicara pada pemilik Club. Agar mencarikan teman untuk tuannya.
Sang mucikari segera mencarikan wanita untuk menemani tamunya. Tapi, tiba-tiba seorang wanita datang dan meminta pada sang mucikari untuk mengizinkannya untuk menemani tamunya. Sang mucikari tampak memperhatikan penampilan wanita itu.
Wajahnya berparas cantik dengan bentuk tubuh yang indah. Akhirnya, sang mucikari pun mengizinkan wanita itu untuk menemani tamunya. Wanita itupun segera berjalan ke ruangan di mana tamu sedang menunggunya.
Ceklek ... Pintu terbuka. Suasana ruangan memang terlihat lebih redup. Allaric tidak suka dengan ruangan yang terlalu terang.
"Aku datang, Sayang," ucap wanita itu.Allaric yang tahu dan hafal dengan pemilik suara itu. Hanya tersenyum tipis. Wanita itu bernama Clara. Ia telah lama mengenal sosok Allaric dan berusaha untuk mendapatkan cintanya. Allaric yang sombong dan angkuh. Selalu mengatakan jika Clara tidak pantas untuk jadi pendampingnya. Clara bukanlah wanita yang istimewah di mata Allaric. Clara mendekati Allaric dan mulai merayunya.
Alan yang tahu akan situasinya pun segera meninggalkan tempat itu. Alan lebih memilih menunggu di luar Club sembari menikmati rokoknya. Alan mengepulkan asap rokoknya ke udara. Ia sesekali menoleh ke kiri kanan jalan dan tersenyum pada wanita yang tersenyum manja padanya.
"Tuan, Alan," tegur seseorang dari belakang.
Alan membalik badannya dan tersenyum.
"Kirana! Kami sedang apa di sini?" ucap Alan."Saya baru saja menebus obat untuk mama saya. Ini!" Kirana menunjukkan kantong berisi obat.
"Mama Kamu sakit?" tanya Alan.
Kirana mengangguk. "Biasa Tuan, penyakit orang tua," sahut Kirana tersenyum.
"Penyakit orang tua? Maksudnya?" tanya Alan bingung.
"Jantung, Tuan," jawab Kirana.
Alan terlihat menganggukkan kepalanya. Kemudian keduanya pun kembali melanjutkan obrolan ringan mereka. Hingga tiba-tiba, Allaric datang dan menghampiri mereka. Melihat kedatanga Allaric. Kirana segera mundur dan menundukkan kepalanya.
"Tuan, Anda sudah selesai?" tanya Alan bingung. Sebab, tidak seperti biasa Bos nya ini selesai lebih cepat.
"Aku mau pulang!" seru Allaric terdengar kesal.
"Baiklah." Alan segera membukakan pintu mobil untuk Bos nya.
Allaric kemudian menyapa Kirana. "Kau mau ikut?" tawarnya.
Kirana membulatkan matanya. Ini pertama kalianya, orang nomor satu di perusahaan tempatnya bekerja ini menyapanya.
"Ikutlah. Bukankah Kau akan pulang?" sela Alan.
"Tapi, Saya...." Kirana bingung untuk menjelaskan.
"Ini sudah larut. Di sini juga sepi, tidak akan ada angkutan umum lagi," lanjut Allaric.
Kirana melirik ke arah Alan. Laki-laki itu terlihat mengangguk perlahan. Kirana pun melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Allaric. Kirana memilih duduk di ujung kursi. Ia tidak mau sampai kehadirannya menganggu Bos nya.
Tapi, Allaric hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. Mobil berhenti di depan Gang rumah Kirana. Gadis itu turun dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Setelah kepergian Kirana. Alan pun melaporka hasil penyelidikannya.
"Tuan, perihal Kirana dan Davindra. Keduanya memang sedang menjalin hubungan yang serius," ungkap Alan.
Rahang Allaric mengeras.
"Sepertinya, Aku memang harus segera mengambil tindakan," gumam Allaric kesal."Tapi, ada satu hal yang akan membuat Anda masih memiliki kesempatan yang besar," sambung Alan.
Allaric menoleh ke arah asistennya.
"Kedua orang tua Davindra. Tidak merestui hubungan mereka. Dikarenakan, Kirana hanya anak orang dari keluarga biasa," terang Alan.
Allaric mendengus kesal.
"Masih saja bersikap sok. Padahal mereka juga sama. Mereka adalah parasit yang hanya menumpang hidup dari harta kekayaan milik kakekku," ungkap Allaric kesal."Sebaiknya, Anda harus merekrut Kirana menjadi sekretaris Anda. Dengan begitu, dia akan selalu ada di samping Anda," tutur Alan.
Allaric tampak tersenyum mendengar usulan asistennya.
bersambung
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti