Sudut pandang Citra."Wah... siapa nih? Ternyata kamu masih ingat teman lamamu?" goda suara di seberang telepon."Mohar, sayang, aku nggak pernah lupa sama teman lama. Kalian itu keluarga, sayang! Kamu gimana kabarnya?" Mata Vivi berbinar-binar."Baik sih. Cuma butuh pacar buat temenin, soalnya temanku pergi cari matahari ke Marana." Mohar nyindir tentang kepergian Lukman."Jangan lebay deh!" tegur Vivi. "Tapi sebenarnya aku nelepon karena ada berita yang bakal bikin kamu senang.""Oh ya? Aku dengerin, nih.""Itu si bego Heru bikin ulah lagi, dan sekarang Sekar jadi jomblo," ujar Vivi."Seriusan? Kamu nggak bohong?""Beneran. Heru udah nggak ada lagi di hidupnya Sekar.""Kamu paling keren deh! Tapi aku harus pergi sekarang. Nanti kita ngobrol lagi." Mohar langsung nutup telepon.Nggak lama kemudian, ponselnya Sekar bunyi. Dia ambil, terus nunjukin ke kita, ternyata dari Mohar. Dia lalu nyalain pengeras suara."Mohar, wah tumben kamu telepon. Ada apa?""Ratuku, aku lagi sekarat karena s
Sudut pandang Citra.Aku bangun sendirian dan dengar ada suara-suara dari dapur. Aku bangkit terus samperin. Akhirnya aku lihat dua cowokku lagi asyik banget ngobrolin rumah baru. Aditya sama Panji udah duduk di meja makan dan sedang sarapan. Aditya sudah siapin cokelat panas sama roti bakar keju buat Panji, yang tersenyum lebar sambil ngunyah dengerin ayahnya ngomong. Mejanya udah lengkap banget, ada buah-buahan, jus, yogurt, roti, daging olahan dingin, telur, sama kue-kue. Aku cuma nyender di kusen pintu dan menatap mereka. Mereka udah rapi sekali, bahkan sudah mandi. Apakah aku tidur segitu lama? Aku bahkan nggak tahu ini sudah jam berapa."Ibu!" Panji yang pertama sadar dan langsung teriak heboh."Pagi, sayang!" Aku nyamperin bocahku itu, terus cium dahinya. "Pagi juga buat kamu." Aku noleh dan cium Aditya singkat."Pagi, Malaikatku! Sini, kita sudah bikin sarapan, ya kan Panji?""Iya, Ayah!" Panji lagi mode girang paginya yang bikin aku kadang heran itu energi dari mana."Aku ngga
Sudut pandang Citra.Begitu kami sampai di rumah, Panji langsung ambil kotak balok dari kamarnya dan menumpahkannya di karpet ruang tamu. Aditya ikut duduk bareng, dan mereka habiskan sore itu main bareng sambil nonton kartun.Setelah makan malam, Panji kelelahan banget. Dia tertidur di pelukan ayahnya, yang bersikeras mau bawa dia tidur sendiri. Waktu balik ke ruang tamu, Aditya langsung memeluk aku di sofa."Malaikatku, kita perlu bicara." Aditya menghela napas. "Banyak banget yang ingin aku tahu. Tapi aku juga punya beberapa hal yang harus aku ceritain ke kamu. Aku nggak tahu harus mulai dari mana.""Mulai aja dengan cerita tentang Norramus." Aku bilang sambil duduk menghadap dia."Itu hari Jumat, saat kita baru sampai di sana. Malamnya kita pergi ke bar, terus Naomi datang. Aku waktu itu lagi kacau dan mulai kehilangan harapan kalau kamu bakal balik ke aku. Kamu kan waktu itu pacaran sama Lukman. Jadi aku ke apartemennya Naomi. Itu bodoh sih, tapi cuma sekali itu saja." Aditya menu
Sudut pandang Citra.Nggak butuh waktu lama sampai Lina masuk sambil menggandeng tangan Panji yang kecil. Begitu dia lihat Aditya, dia langsung lepasin tangan Lina dan lari ke arah ayahnya."Adityaaa!" Panji mengulurkan kedua tangannya, dan Aditya langsung jongkok, lalu mengangkat dia ke pelukannya."Panji. Anakku." Aditya langsung nangis, terharu banget karena bisa peluk anaknya. Aku lihat sekeliling, semua orang nangis… termasuk aku."Aditya, aku kangen kamu. Kamu sudah lama nggak main sama aku lagi." Panji protes."Oh, anakku… Aku juga kangen kamu banget." Aditya balas meluk erat-erat."Hai, Ibu." Panji menoleh ke aku. "Paman Peter yang suruh kami datang.""Iya, betul. Terus kamu nggak mau sapa yang lain juga?" tanyaku."Ah, Ibu, aku kangen banget sama Aditya!" katanya sambil nyenderin kepala kecilnya ke bahu Aditya, yang belum juga berhenti nangis. "Hai, semuanya!" Panji melambaikan tangan dan lihat ke sekeliling. "Kok kamu nangis, Aditya?""Karena aku senang banget ketemu kamu." A
Sudut pandang Aditya."Ada apa sih?" Suara Citra terdengar, dan aku langsung samperin dia. Dia bangun gara-gara keributan tadi."Malaikatku, nanti aku ceritain, ya. Fajar, tolong antar Citra ke perpustakaan." Aku minta tolong ke Fajar, karena aku tahu dia bisa jaga Citra."Nggak, aku mau tahu apa yang sebenarnya terjadi." Citra bersikeras."Oh, jadi ini pengemis yang kamu sukai itu?" Naomi mulai bicara. "Aku dengar kamu dekat sama orang rendahan. Tapi sayang, jangan bohongin diri sendiri, karena yang dia cinta itu aku!""Kamu gila, Naomi? Hubungan kita sudah lama selesai.""Kayaknya nggak deh, Adit. Minggu lalu di Norramus, kamu masih nikmati aku dengan segala cara!" ejek Naomi sinis."Dasar sampah jalanan, muka sinismu itu bakal aku hancurin sampai nggak ada dokter bedah yang bisa benerin lagi." Minda benar-benar emosi. Dia tarik rambut Naomi lagi. Kekacauan pun pecah."CUKUP!" Teriakan Citra terdengar jelas. "Min, lepasin perempuan sialan itu."Minda akhirnya melepasnya dan menatap s
Sudut Pandang Aditya.Setelah semua yang terjadi hari ini, yang aku ingin hanyalah pulang dan ketemu anakku. "Anakku! Panji itu anakku!" Tapi karena pengaruh obat, Citra pingsan di sofa rumah Peter. Dia nggak mau dibawa ke kamar, katanya ingin tetap dekat sama semua orang, jadi aku duduk dan naruh kepalanya di pangkuanku. Dia pun tertidur dengan jari-jariku yang mainin rambutnya.Dokter Steven suruh kami nunggu sampai Citra bangun sebelum pulang, dan dia juga kasih banyak info tentang kehamilan Citra sekarang, ditambah lagi detail tentang waktu dia hamil Panji dulu, waktu itu juga dia yang awasin. Setelah ngobrol lama, dia pamit pulang. Alex ikut pergi, dan Maya nutup video callnya."Jadi, ayah paling keren tahun ini, gimana rasanya?" Peter nanya dengan semangat. "Karena aku bakal kalahin tahta Minda dan Fajar sebagai paman paling sayang keponakan sedunia.""Teruslah bermimpi, Peter! Kamu mungkin bisa kalahin Fajar, tapi aku? Nggak bakal bisa!" Minda balas, bikin semua orang ketawa."P